Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Capaian dan Tantangan Sepanjang 2024 

(Beritadaerah – Kolom) Pemerintah Indonesia sedang gencar mendorong transformasi ekonomi, diantaranya melalui pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), guna mencapai target sebagai High Income Country sekaligus mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.

Belum lama ini dalam siaran persnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian – Airlangga Hartatarto, yang juga merupakan Ketua Dewan Nasional KEK, menyampaikan bahwa Kebijakan KEK memiliki peran penting dalam peningkatan investasi sehingga dapat berkontribusi di dalam pemerataan pembangunan wilayah. (kek.go.id – 18 Juli 2024)

 

Capaian KEK 2024

Hingga Semester I-2024, KEK menunjukkan capaian yang positif dan berhasil mencatatkan realisasi investasi secara kumulatif senilai Rp205,2 triliun dari 22 (dua puluh dua) Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Dewan Nasional KEK melaporkan capaian dari ke 22 KEK di Indonesia ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.

Kebijakan seperti Kawasan Ekonomi Khusus memang diharapkan dapat mempercepat pembangunan dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. KEK diharapkan dapat memberikan dampak besar terhadap peningkatan ekonomi nasional dan daerah.

Capaian realisasi investasi yang signifikan ini tidak lepas dari peran pemerintah melalui kebijakan insentif yang terbukti dapat menarik investor baik dalam negeri maupun luar negeri.

Dengan capaian tersebut, pemerintah yakin, KEK mampu memenuhi target investasi pada akhir tahun 2024 serta dapat memberikan multiplier effect kepada masyarakat yang ada di sekitar kawasan.

Kontribusi signifikan dari kehadiran KEK memberikan dampak positif pada ekonomi wilayah, melalui serapan tenaga kerja, dukungan pada UMKM, pertumbuhan infrastruktur, dan beberapa aspek lainnya.

Ini sesuai dengan tujuan pengembangan KEK yakni peningkatan investasi, ekspor dan substitusi impor, penciptaan lapangan pekerjaan, dan pembentukan model terobosan pengembangan kawasan melalui pengembangan industri, pariwisata, dan jasa lainnya. Oleh karena itu, KEK menargetkan industri yang berdaya saing global, jasa pariwisata bertaraf internasional, jasa pendidikan dan kesehatan, serta ekonomi digital.

Tiga besar di antara seluruh KEK, mencatatkan milestone pada periode 2024 ini, yaitu Commissioning PT Freeport Indonesia di KEK Gresik, kemudian Commissioning Data Center di KEK Nongsa pada September 2024 dan Penerbitan izin dan simulasi perkuliahan King’s College London di KEK Singhasari.

 

Tantangan yang Dihadapi KEK

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia, termasuk yang berfokus pada sektor pariwisata, menghadapi berbagai tantangan dalam perkembangan dan pencapaian tujuan. Beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh KEK adalah:

  1. Keterbatasan Infrastruktur
  • Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya infrastruktur yang memadai, seperti transportasi, jaringan internet, fasilitas sanitasi, dan fasilitas umum lainnya. KEK yang tidak didukung oleh infrastruktur yang kuat akan kesulitan untuk menarik investor dan wisatawan.
  • Proses pembangunan infrastruktur yang terkendala birokrasi, anggaran terbatas, atau masalah teknis seringkali memperlambat perkembangan KEK.
  • Sebagai contoh wisatawan luar negeri yang akan ke KEK pariwisata Mandalika, Labuan Bajo harus melalui Jakarta baru ke Mandalika, Labuan Bajo. Tidak ada penerbangan yang langsung menuju Labuan Bajo.
  1. Minat dan Investasi dari Sektor Swasta Kurang
  • Meskipun ada insentif dan fasilitas pajak, beberapa KEK masih kesulitan menarik investor karena faktor ketidakpastian ekonomi, masalah politik, atau potensi pasar yang terbatas.
  • Untuk KEK pariwisata seringkali harus bersaing dengan destinasi wisata lain yang sudah lebih mapan dan memiliki daya tarik yang lebih kuat, sehingga investor mungkin lebih memilih untuk berinvestasi di tempat lain.
  • Contoh KEK Tanjung Lesung menghadapi persaingan ketat dengan destinasi wisata lain yang lebih dikenal, seperti Bali, Jakarta, atau destinasi wisata lainnya di Banten. Tanpa promosi yang efektif dan pengembangan yang signifikan, Tanjung Lesung kesulitan untuk menarik perhatian wisatawan dan investor yang lebih memilih lokasi dengan infrastruktur lebih lengkap dan lebih banyak fasilitas.
  1. Regulasi dan Kebijakan yang Rumit
  • Proses perizinan yang panjang dan rumit bisa menjadi hambatan bagi investor yang ingin berinvestasi di KEK. Kurangnya kepastian hukum atau regulasi yang tumpang tindih juga bisa menurunkan minat investor.
  • Kebijakan yang sering berubah atau tidak konsisten dapat menciptakan ketidakpastian bagi pengusaha dan investor, sehingga mereka merasa ragu untuk berinvestasi.
  1. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
  • KEK memerlukan tenaga kerja terampil yang bisa mengelola dan menjalankan operasional kawasan dengan baik. Namun, kurangnya pelatihan dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan sektor pariwisata dapat menjadi kendala dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan.
  • Contoh: KEK Morotai, yang fokus pada pariwisata dan industri pertahanan, juga menghadapi keterbatasan SDM, terutama di bidang manajerial dan teknis. Morotai memiliki potensi besar untuk pengembangan pariwisata berbasis alam dan budaya, namun kurangnya tenaga kerja lokal yang terampil di sektor pariwisata dan perhotelan menjadi hambatan dalam mengelola kawasan tersebut. Selain itu, KEK ini juga membutuhkan pelatihan khusus dalam bidang teknologi dan logistik untuk mendukung sektor industri lainnya.
  1. Pengelolaan dan Koordinasi yang Tidak Efektif
  • KEK seringkali melibatkan banyak pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun sektor swasta. Ketidaksepahaman dan kurangnya koordinasi antar pihak-pihak ini dapat memperlambat pengembangan KEK.
  • Pengelolaan yang tidak efisien atau kurangnya perencanaan strategis dapat menghambat perkembangan KEK. Tanpa manajemen yang baik, potensi KEK untuk tumbuh dan memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bisa terhambat.
  1. Kurangnya Promosi yang Efektif
  • Branding masih lemah. KEK pariwisata membutuhkan promosi yang efektif untuk menarik wisatawan dan investor. Tanpa strategi pemasaran yang baik, kawasan tersebut mungkin tidak dikenal luas atau tidak mendapatkan perhatian dari pasar internasional atau domestik.
  • Banyak KEK yang menghadapi keterbatasan dana untuk promosi atau branding, yang menghalangi mereka untuk membangun citra yang kuat di mata wisatawan dan investor.
  1. Masalah Sosial dan Budaya
  • Perubahan Sosial: Pengembangan KEK pariwisata dapat menyebabkan perubahan sosial dan budaya di sekitar kawasan. Masyarakat lokal yang tidak siap menghadapi perubahan ini bisa mengalami dampak negatif, seperti peningkatan biaya hidup atau perubahan pola sosial yang tidak diinginkan.
  • Walaupun KEK diharapkan menciptakan lapangan kerja dan peluang ekonomi, terkadang manfaat yang diperoleh timpang, dan ada kecenderungan bahwa hanya segelintir pihak yang mendapatkan keuntungan besar dari pembangunan tersebut.

 

Solusi untuk Mengatasi Tantangan

Beberapa solusi yang penulis amati untuk mengatasi tantangan yang dihadapi pengelola KEK di atas antara lain perlu dilakukan peningkatan kualitas infrastruktur dan akses transportasi. Khususnya penerbangan langsung menuju lokasi termasuk schedule flight nya. Sebagaimana dikatakan oleh Menko Airlangga, kehadiran bandara Internasional di wilayah KEK sangat diperlukan.

Terkait prosedur perizinan, perlu adanya penyederhanaan prosedur perizinan dan pengaturan yang lebih jelas dan konsisten.  Sebagian besar KEK di Indonesia memerlukan berbagai izin dari beberapa lembaga pemerintah. Penyederhanaan dapat dilakukan dengan menggabungkan izin-izin yang berbeda menjadi satu sistem terpadu (one-stop service), sehingga investor tidak perlu mengurus izin di banyak tempat yang berbeda.

Penting juga untuk dilakukan penggunaan platform digital untuk memproses izin dapat mempercepat waktu pengajuan dan meminimalkan potensi keterlambatan. Sistem perizinan yang berbasis digital akan mempermudah pemantauan status aplikasi izin serta mengurangi kemungkinan terjadinya birokrasi yang tidak efisien.

Upaya peningkatan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan sektor pariwisata, perlu dilakukan. Terakhir, yang tidak boleh ditunda adalah kerja sama yang lebih erat antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta untuk meningkatkan koordinasi.