(Beritadaerah-Jakarta) Dalam kurun waktu satu dekade (2014-2025), belanja negara Indonesia mencatatkan pertumbuhan rata-rata sebesar 6,83%, yang pada 2025 diproyeksikan mencapai Rp3.621,3 triliun. Peningkatan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjalankan kebijakan “spending better,” yang tidak hanya berfokus pada peningkatan anggaran, tetapi juga pada penataan belanja agar lebih tepat sasaran, memberi manfaat nyata bagi masyarakat, serta memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang kuat pada perekonomian.
Wahyu Utomo, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, menekankan pentingnya kebijakan belanja yang terarah untuk memastikan manfaat ekonomi yang lebih luas, mulai dari stabilitas ekonomi hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat. Stabilitas ekonomi Indonesia juga terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang konsisten di kisaran 5%, bahkan mampu pulih dengan cepat dari dampak pandemi, dengan pertumbuhan mencapai 5,3% pada 2022.
Selain itu, Wahyu memaparkan bahwa belanja negara telah berperan besar dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan layanan publik. Sejak 2015 hingga 2023, anggaran pendidikan mencapai Rp4.006,1 triliun, yang berkontribusi pada peningkatan jumlah sekolah dan angka partisipasi pendidikan tinggi. Di sektor kesehatan, belanja yang dialokasikan sebesar Rp1.335,5 triliun berhasil menurunkan prevalensi stunting serta meningkatkan jumlah rumah sakit dan puskesmas.
Belanja negara juga berfokus pada perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan. Sepanjang 2015 hingga 2023, anggaran perlindungan sosial sebesar Rp3.127,6 triliun berhasil menurunkan angka kemiskinan dan ketimpangan, sementara pembangunan infrastruktur yang difasilitasi oleh alokasi Rp3.167,4 triliun meningkatkan daya saing ekonomi melalui peningkatan konektivitas.
Kinerja transfer ke daerah turut berperan penting dalam mengurangi ketimpangan antardaerah, dengan pertumbuhan signifikan Dana TKD dari Rp33,10 triliun pada 2000 menjadi Rp857,60 triliun pada 2024. Selain itu, jumlah desa mandiri meningkat drastis, dan desa tertinggal menurun signifikan.
Dari segi fiskal, pendapatan negara meningkat pascapandemi, sementara rasio utang dan defisit semakin terkendali, mencerminkan stabilitas yang semakin solid.