(Beritadaerah-Kolom) Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama yang dihadapi oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia dan menariknya Gampong Lampulo Banda Aceh mencoba mengatasi hal ini. Negara dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa ini menghadapi tantangan besar dalam memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan berkualitas bagi seluruh warganya. Terlebih, Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan tingkat ketimpangan pembangunan antar daerah yang signifikan. Hal ini menyebabkan ketahanan pangan sering kali menjadi isu yang kompleks, yang tidak hanya terkait dengan ketersediaan pangan, tetapi juga dengan distribusi, akses, dan pemanfaatan pangan oleh masyarakat. Dalam konteks ini, model ketahanan pangan berbasis masyarakat, seperti yang diterapkan di Gampong Lampulo di Kota Banda Aceh, dapat menjadi solusi inovatif yang layak diperhatikan dalam skala nasional.
Model Ketahanan Pangan Gampong Lampulo: Pendekatan Berbasis Masyarakat
Gampong Lampulo di Kota Banda Aceh merupakan contoh sukses dalam mengimplementasikan Program Ketahanan Pangan Nabati dan Hewani berbasis masyarakat. Program ini tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan pangan, tetapi juga memperhatikan aspek pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat. Salah satu inovasi utama dalam program ini adalah penggunaan metode hidroponik dalam penanaman sayuran, serta pembudidayaan ikan lele dengan sistem Biovlog untuk meningkatkan ketahanan pangan hewani. Program ini dilaksanakan dengan menggunakan dana desa sebesar 20%, yang sesuai dengan ketentuan dalam Permendes (Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia) yang mengatur pengembangan ketahanan pangan berbasis masyarakat.
Berdasarkan hasil musyawarah gampong (Musgam), seluruh tokoh masyarakat di Gampong Lampulo sepakat untuk menggunakan metode hidroponik dan wadah tanah sebagai solusi atas keterbatasan lahan di daerah padat penduduk ini. Kota Banda Aceh, seperti banyak kota besar lainnya di Indonesia, menghadapi masalah keterbatasan lahan yang dapat digunakan untuk pertanian. Dengan kondisi tersebut, penanaman sayuran menggunakan sistem hidroponik yang tidak memerlukan lahan tanah yang luas menjadi pilihan yang sangat tepat. Hidroponik memungkinkan tanaman tumbuh tanpa tanah, menggunakan media tanam alternatif dan air yang diberi nutrisi. Metode ini tidak hanya efisien dalam penggunaan lahan, tetapi juga dapat menghasilkan sayuran yang lebih cepat panen dan lebih bersih.
Program ketahanan pangan ini meliputi penanaman berbagai jenis sayuran seperti selada, sawi, kangkung, pokcoi, bayam, kailan, tomat, cabai merah, dan terong. Keberagaman jenis tanaman ini penting untuk memenuhi kebutuhan pangan yang beragam dan mendukung keberagaman gizi masyarakat. Tanaman tersebut ditanam dengan menggunakan sistem bedeng dan hidroponik, serta beberapa jenis tanaman tertentu yang ditanam dalam polibag. Selain ditujukan untuk konsumsi warga setempat, hasil panen juga dijual ke pengusaha katering dan dipasarkan secara online, yang membuka peluang untuk pendapatan tambahan bagi masyarakat setempat.
Ketahanan Pangan Hewani: Budidaya Ikan Lele dengan Sistem Biovlog
Selain fokus pada ketahanan pangan nabati, Gampong Lampulo juga mengembangkan ketahanan pangan hewani dengan cara membudidayakan ikan lele menggunakan sistem Biovlog. Sistem ini relatif baru, namun memiliki potensi besar untuk meningkatkan ketersediaan pangan protein hewani di wilayah yang terbatas oleh lahan. Setiap dusun di Gampong Lampulo diberikan tiga unit Biovlog berdiameter 2 meter, yang masing-masing dapat menampung sekitar 2000 bibit ikan lele. Dengan sistem Biovlog ini, ikan lele dapat dibudidayakan dengan cara yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Biovlog merupakan sistem budidaya ikan yang mengintegrasikan siklus air dan pengolahan limbah ikan secara efisien. Selain itu, sistem ini juga dapat meningkatkan produksi ikan dengan biaya yang lebih rendah, sehingga lebih terjangkau bagi masyarakat dengan sumber daya terbatas. Ikan lele yang dibudidayakan kemudian dibagikan kepada anggota kelompok, warga kurang mampu, ibu hamil, serta anak-anak yang terdaftar mengalami stunting. Penyaluran ikan lele kepada kelompok-kelompok rentan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi mereka, yang sangat penting dalam mendukung kesehatan ibu dan anak.
Seperti halnya dengan sayuran, sisa hasil panen ikan lele dijual ke pasar untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Ini membuka peluang untuk menciptakan pendapatan tambahan bagi warga Gampong Lampulo, yang sekaligus memperkuat ekonomi lokal. Pembudidayaan ikan lele juga menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat, seperti tenaga kerja untuk mengelola sistem Biovlog, serta penjual ikan yang dapat memasarkan hasil panen ke pasar.
Dukungan Pemerintah dan Pemangku Kepentingan
Keberhasilan program ketahanan pangan di Gampong Lampulo tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. Salah satunya adalah Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Banda Aceh, yang memberikan dukungan teknis dan anggaran untuk pengembangan Kelompok Wanita Tani (KWT) Malahayati. Kelompok ini memperoleh anggaran untuk pembuatan bedeng, rumah pembibitan, dan peralatan pertanian yang diperlukan. Dinas ini juga mendampingi kelompok dalam proses pembelajaran dan pengelolaan program, serta menyediakan penyuluh pertanian yang memberikan pelatihan dan bimbingan secara langsung.
Baca juga : Indonesia Menuju Ketahanan Pangan 2025: Tak Lagi Impor Beras Hingga Gula
Dukungan dari pemerintah desa melalui penggunaan dana desa sebesar 20% untuk pengembangan ketahanan pangan juga menunjukkan pentingnya peran kebijakan pemerintah dalam mendukung program berbasis masyarakat. Permendes yang mengatur pengembangan ketahanan pangan berbasis masyarakat memberikan kerangka hukum yang jelas dan memadai bagi desa untuk mengelola sumber daya mereka sendiri dalam rangka mencapai ketahanan pangan. Adanya kebijakan yang mendukung ini memberikan ruang bagi desa-desa di Indonesia untuk berinovasi dan mengimplementasikan solusi-solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal.
Implikasi Nasional: Mengembangkan Ketahanan Pangan Berbasis Masyarakat
Keberhasilan yang dicapai oleh Gampong Lampulo dapat dijadikan contoh bagi program ketahanan pangan berbasis masyarakat di tingkat nasional. Ketahanan pangan bukan hanya masalah ketersediaan pangan, tetapi juga menyangkut aksesibilitas, distribusi, dan keberlanjutan dalam jangka panjang. Di Indonesia, banyak daerah yang mengalami kesulitan dalam mengakses pangan yang cukup, baik karena keterbatasan geografis, infrastruktur yang belum memadai, maupun kesulitan ekonomi. Oleh karena itu, model ketahanan pangan berbasis masyarakat seperti yang diterapkan di Gampong Lampulo sangat relevan untuk diterapkan di daerah lain di Indonesia.
Dengan potensi besar yang dimiliki oleh metode hidroponik dan Biovlog, program ini tidak hanya meningkatkan ketersediaan pangan di tingkat lokal, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor pangan dan meminimalkan dampak perubahan iklim yang dapat mempengaruhi hasil pertanian tradisional. Selain itu, program ini juga dapat membuka peluang untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor pertanian dan perikanan, yang sangat penting mengingat tantangan pengangguran dan kemiskinan di beberapa daerah.
Potensi Replikasi di Tingkat Nasional
Untuk mereplikasi keberhasilan Gampong Lampulo di seluruh Indonesia, beberapa langkah perlu diambil, antara lain:
- Pemerintah perlu menyediakan infrastruktur yang mendukung seperti jaringan distribusi pangan, serta akses pasar yang lebih baik untuk produk-produk ketahanan pangan berbasis masyarakat. Pemasaran produk melalui platform online dan kemitraan dengan pengusaha lokal dapat membantu menghubungkan produk dengan konsumen yang lebih luas.
- Mengingat pentingnya pengetahuan teknis dalam menjalankan hidroponik dan sistem Biovlog, pelatihan dan pendampingan bagi masyarakat dan kelompok tani menjadi aspek yang tidak boleh diabaikan. Penyuluh pertanian dan konsultan teknis dapat membantu masyarakat mengatasi kendala teknis yang mungkin dihadapi dalam proses budidaya dan manajemen sistem.
- Pemberdayaan kelompok perempuan, seperti Kelompok Wanita Tani (KWT), menjadi kunci dalam memastikan keberhasilan program ini. Keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi pertanian dapat meningkatkan ketahanan keluarga dan memperbaiki kualitas hidup mereka.
- Kebijakan yang mendukung ketahanan pangan berbasis masyarakat perlu diperkuat dengan alokasi anggaran yang cukup, serta insentif bagi desa-desa yang berhasil mengimplementasikan program-program inovatif di bidang pangan.
Gampong Lampulo telah memberikan contoh yang sangat positif dalam pengembangan ketahanan pangan berbasis masyarakat, yang tidak hanya meningkatkan ketersediaan pangan tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal. Dengan mengintegrasikan metode hidroponik dan pembudidayaan ikan lele menggunakan sistem Biovlog, Gampong Lampulo berhasil menghadapi tantangan ketahanan pangan yang dihadapi oleh daerah-daerah padat penduduk dengan lahan terbatas. Keberhasilan ini dapat dijadikan model untuk pengembangan ketahanan pangan berbasis masyarakat di seluruh Indonesia, dengan dukungan yang kuat dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Program semacam ini tidak hanya akan meningkatkan kemandirian pangan nasional, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia secara lebih luas.