Neraca Pemerintahan Umum
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) M. Tito Karnavian, mengajak Pemerintah Daerah (Pemda) mengawasi penggunaan dana desa yang mencapai Rp72 triliun. (Foto: Kemkominfo)

Komponen Neraca Pemerintahan Umum – Bagian Kedua

(Beritadaerah-Kolom) Neraca pemerintahan umum terdiri atas rangkaian neraca, yaitu neraca produksi, neraca pendapatan yang dihasilkan, neraca alokasi pendapatan primer, neraca distribusi pendapatan sekunder, neraca penggunaan pendapatan disposabel, dan neraca modal.

Pada tulisan bagian kedua akan dilanjutkan pembahasan mengenai pendapatan disposabel, pengeluaran konsumsi akhir pemerintah, tabungan bruto, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), dan net lending/net borrowing.

Pendapatan Disposabel

Pendapatan disposabel atau pendapatan yang siap dibelanjakan merupakan item penyeimbang pada neraca distribusi pendapatan sekunder. Neraca distribusi pendapatan sekunder menggambarkan proses penciptaan pendapatan disposabel melalui transfer tunai (cash) dan berbagai transfer berjalan lainnya, tidak termasuk transfer sosial dalam bentuk barang atau jasa.

Pendapatan disposabel dapat diartikan secara sempit sebagai jumlah maksimum kemampuan pemerintahan umum dalam membiayai konsumsi barang dan jasa selama periode neraca, tanpa membiayai pengeluaran dengan cara mengurangi uang tunai, menjual aset finansial atau nonfinansial atau meningkatkan kewajiban.

Pendapatan disposabel pemerintahan umum meningkat selama tahun 2016- 2019. Namun, pada tahun 2020 pendapatan disposabel pemerintahan umum menurun secara signifikan menjadi Rp1.050 triliun. Penurunan nilai pendapatan disposabel disebabkan oleh peningkatan manfaat sosial yang diberikan pemerintah pada sisi uses, sementara pajak pendapatan tahun 2020 pada sisi resources berkurang.

Hal tersebut merupakan dampak penerapan berbagai kebijakan pemerintah dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional dan penanganan pandemi COVID-19.

Pada tahun 2021, perekonomian nasional mulai berangsur pulih, yang diikuti dengan semakin meningkatnya pendapatan disposabel pemerintahan umum dibandingkan tahun sebelumnya. Pendapatan disposabel pemerintahan umum tahun 2021 mencapai Rp1.370 triliun. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya sumber penerimaan negara yang berasal dari pajak, sementara manfaat sosial yang diberikan pemerintah menurun.

Manfaat Sosial

Manfaat sosial merupakan item pada sisi uses neraca distribusi pendapatan sekunder. Manfaat sosial adalah transfer berjalan yang dibayarkan oleh unit pemerintah pada rumah tangga tidak termasuk transfer sosial berupa barang atau jasa.

Manfaat sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akibat peristiwa atau kondisi tertentu seperti sakit, pengangguran, pendidikan, atau ketika terjadi bencana. Pemerintah Indonesia memberikan berbagai jenis manfaat sosial tunai kepada masyarakat melalui realisasi belanja perlindungan sosial setiap tahunnya, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Jumlah manfaat sosial yang diberikan pemerintahan umum mengalami peningkatan dari tahun 2016 hingga 2020. Pada tahun 2021, nilai manfaat sosial yang disalurkan pemerintah sebesar Rp96 triliun, menurun 40 persen dibanding tahun 2020.

Penurunan ini disebabkan karena pemerintah lebih memprioritaskan kebutuhan belanja di sektor kesehatan melalui program akselerasi cakupan vaksin dan program 3T (tracing, tracking, and treatment).

Namun, jika dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi COVID-19, manfaat sosial yang diberikan pemerintahan umum pada tahun 2021 meningkat lebih dari dua kali lipat. Program Pemulihan Ekonomi Nasional dan Penanganan Pandemi COVID-19 masih terus berlanjut hingga tahun 2021.

Pada sisi permintaan, pemerintah memberikan perlindungan sosial berupa Program Kartu Prakerja, Bantuan Subsidi Gaji/Upah, Bantuan Kuota Internet untuk siswa dan tenaga pendidik.

Sementara itu, pada sisi penawaran pemerintah juga memberikan bantuan bagi pelaku usaha mikro yang diharapkan akan meningkatkan produktivitas.

 

Pajak Pendapatan, Kekayaan, dan Pajak Lainnya

Salah satu sumber pendapatan disposabel pemerintah adalah pajak pendapatan, kekayaan, dan pajak lainnya. Pajak pendapatan, kekayaan, dan pajak lainnya adalah pungutan pemerintahan umum yang berkaitan dengan pendapatan dari rumah tangga atau keuntungan perusahaan yang disetor ke kas negara secara teratur setiap periodenya, seperti Pajak Penghasilan (PPh) migas, PPh nonmigas, PPh final, dan PPh DTP.

Meskipun sempat tertahan karena penyebaran pandemi COVID-19 varian delta, kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2021 berangsur membaik, seiring pelonggaran kebijakan mobilitas. Hal ini tercermin dari meningkatnya penerimaan pajak pendapatan, kekayaan, dan pajak lainnya, sebesar Rp746 triliun pada tahun 2021.

Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp100 triliun atau tumbuh 15,53 persen dibanding tahun 2020 sebesar Rp646 triliun. Kenaikan pajak pendapatan, kekayaan, dan pajak lainnya mengindikasikan bahwa pemulihan aktivitas ekonomi terus berlanjut pasca mengalami kontraksi sebesar 21,06 persen pada tahun 2020.

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PKP)

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PKP) merupakan pengeluaran atas barang atau jasa yang dikonsumsi oleh pemerintahan umum, terdiri dari jasa kolektif serta barang dan jasa individu tertentu.

Pengeluaran konsumsi yang dilakukan unit pemerintah harus dibedakan atas yang dikeluarkan untuk kemanfaatan individu rumahtangga dan kemanfaatan seluruh atau sebagian besar masyarakat.

Adapun bagian terbesar dari pengeluaran konsumsi pemerintah umum merupakan belanja upah gaji pegawai dan belanja barang dan jasa sebagai bagian dari konsumsi antara, maka fluktuasi pengeluaran konsumsi pemerintah mengikuti fluktuasi kedua belanja tersebut.

Trend pengeluaran konsumsi pemerintah pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2021 mengalami peningkatan setiap tahunnya atau trend positif.

Pada tahun 2016, pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 1.182 triliun rupiah dan terus meningkat sampai 1.552 pada tahun 2021.

Jika dilihat pertumbuhannya secara nominal, pada tahun 2021 pertumbuhan konsumsi pemerintah sebesar 5,27 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahun 2020 yang sebesar 5,70 persen.

Hal ini sejalan dengan pertumbuhan belanja pegawai tahun 2021 yang dilaporkan melalui Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021 yang menjelaskan bahwa realisasi belanja pegawai mengalami pertumbuhan 1,90 persen (y-on-y).

Pertumbuhan kinerja penyerapan belanja pegawai Tahun 2021 tersebut antara lain digunakan untuk pembayaran Gaji dan Tunjangan ASN/TNI/POLRI termasuk pembayaran THR dan gaji ke-13, Tunjangan Tenaga Pendidik Non PNS serta pemenuhan kewajiban Pemerintah terhadap para pensiunan PNS/ TNI/ POLRI.

Tabungan Bruto

Neraca penggunaan pendapatan disposabel digunakan untuk menunjukkan bagaimana unit rumah tangga, pemerintah dan LNPRT mengalokasi pendapatan disposabel untuk konsumsi dan tabungan.

Dalam neraca ini, tabungan berperan sebagai item penyeimbang. Dilihat dari trennya, tabungan bruto mulai dari tahun 2016 sampai dengan 2018 mengalami tren yang positif atau meningkat setiap tahunnya.

Namun, setelah memasuki tahun 2019-2021 nilai tabungan bruto terus menurun atau mengalami tren negatif. Bahkan tahun 2020 dan 2021 tabungan bruto pemerintahan umum bernilai minus, masing-masing sebesar Rp424 triliun dan Rp182 triliun.

Peran tabungan bruto adalah sebagai salah satu sumber pembiayaan PMTB, ketika bernilai negatif berarti pemerintah belum mampu membiayai PMTB dari tabungannya. Pada tahun 2020 dan 2021, pemerintah melakukan banyak pengeluaran untuk penanganan COVID-19, hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa tabungan bruto pada tahun 2020 dan 2021 bernilai negatif.

Peranan komponen tabungan bruto terhadap PDB tahun 2016-2021 secara rata-rata sebesar 0,35 persen, dengan peranan yang paling besar terjadi pada tahun 2018 sebesar 1,90 persen dan peranan yang paling kecil terjadi pada tahun 2020 sebesar minus 2,75 persen.

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

PMTB dicatat pada sisi uses neraca modal. Neraca modal mencatat transaksi aset non-finansial yang diperoleh atau dilepas oleh unit institusi residen yang terlibat dalam transaksi, serta menunjukkan perubahan kekayaan neto karena tabungan dan transfer modal.

PMTB merupakan total nilai perolehan dikurang pelepasan aset tetap milik produsen selama periode neraca, ditambah pengeluaran atas jasa tertentu yang menambah nilai aset takdiproduksi.

PMTB adalah penambahan barang modal yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan bukan merupakan barang konsumsi.

PMTB mencakup bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan lain seperti jalan, jembatan, bandara, serta mesin dan peralatan. Menurut teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, semakin banyak melakukan investasi dan menabung maka laju pertumbuhan ekonomi juga semakin cepat.

Investasi merupakan indikator penyusunan PMTB. PMTB mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan PDB di Indonesia. Kontribusi PMTB terhadap PBD nasional atas dasar harga berlaku selama tahun 2016-2021 lebih dari 30 persen.

Pada tahun 2021 kontribusi PMTB terhadap PDB sebesar 30,81 persen, urutan kedua setelah pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan kontribusi sebesar 54,42 persen.

Pemerintahan umum juga melakukan berbagai pengeluaran terkait belanja modal, seperti belanja modal bangunan, mesin, peralatan, dan lain-lain yang nantinya untuk menyusun PMTB pemerintahan umum. Pertumbuhan PMTB pemerintahan umum tahun 2016- 2021 bervariasi.