(Beritadaerah-Jakarta) Inflasi pada bulan September 2024 berhasil dipertahankan dalam kisaran yang terkendali di angka 1,84 persen secara tahunan (yoy), turun dari 2,12 persen pada bulan sebelumnya. Penurunan ini terutama dipicu oleh stabilnya harga beras dan melimpahnya hasil panen hortikultura yang memicu deflasi untuk bulan kelima berturut-turut.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, inflasi yang terkendali ini memberikan sinyal positif terhadap daya beli masyarakat serta stabilitas harga di tengah berbagai tantangan. Ia juga menekankan pentingnya kesiapan pemerintah untuk menghadapi potensi ancaman perubahan cuaca ekstrem yang dapat berdampak pada harga pangan.
Di sisi lain, inflasi inti justru meningkat tipis menjadi 2,09 persen (yoy), terutama disebabkan oleh kenaikan di sektor perawatan pribadi, pendidikan, perumahan, dan rekreasi. Sementara itu, inflasi di sektor volatile food terus melambat menjadi 1,43 persen, didorong oleh melimpahnya pasokan cabai merah dan rawit. Harga BBM nonsubsidi yang turun juga berkontribusi pada perlambatan inflasi harga yang diatur pemerintah, menjadi 1,40 persen (yoy).
Pada sektor manufaktur, aktivitas bulan September masih berada dalam zona kontraksi dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) di level 49,2, meskipun menunjukkan sedikit perbaikan dari bulan Agustus (48,9). Pelemahan manufaktur global dan ketidakpastian ekonomi dunia, termasuk kekhawatiran atas perlambatan ekonomi Tiongkok, turut menekan kinerja manufaktur Indonesia.
Namun, ada secercah harapan dari kenaikan harga beberapa komoditas ekspor Indonesia seperti nikel, minyak sawit mentah (CPO), dan batubara. Hal ini menunjukkan potensi kuat bagi ekspor hasil hilirisasi Indonesia di tengah tantangan global.
Febrio Kacaribu tetap optimis terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, meskipun diakui bahwa pemerintah harus terus waspada dan melakukan evaluasi kebijakan secara berkala agar mampu menghadapi tantangan global dengan lebih baik.