sektor energi

Rancangan Pengembangan EBT Sebagai Tanggung Jawab PLN

(Beritadaerah – Kolom) Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) bukan semata-mata pemenuhan program Pemerintah, Pengembangan EBT dilakukan sebagai tanggung jawab PLN untuk generasi mendatang. Dimana energi listrik yang bersih adalah sebuah keharusan untuk kemajuan desa-desa dan kota di Indonesia. Semua sisi kehidupan masyarakat membutuhkan dukungan energi listrik untuk membawa kemajuan bagi seluruh negeri ini.

Produksi energi nasional per hari ini 300 TWh (63 GW). Ada produksi energi yang dihasilkan dari luncuran Proyek 35 GW (didominasi oleh fossil fuel) yaitu sebesar 21 GW (120 TWh). Proyek tersebut dirancang pada tahun 2015 dan akan beroperasi sampai dengan PPA berakhir.

Baca juga :Investasi Energi Terbarukan Indonesia Belum Mencapai Target Karena Hambatan Regulasi

Proyeksi produksi energi tahun 2060 akan menjadi 1.800 TWh (± 300 GW). Sehingga ada gap dengan kondisi hari ini sebesar 1.380 TWh (± 230 GW) yang diupayakan akan diisi dengan pembangkit EBT.

Proyeksi Pertumbuhan Kebutuhan Listrik

PLN

Sumber : PLN

Strategi PLN menuju carbon neutral 2060 membuka ruang yang sangat besar untuk membangun pembangkit berbasis EBT.

Juga strategi retirement (dipensiunkan) PLTU batubara menuju carbon neutral 2060. Tahapan untuk retirement PLTU dimulai dengan target tahun 2025 sudah melakukan penggantian beberapa PLTU dan PLTMG dengan PLT EBT baseload 1,1 gw.

Retirement PLTU Batubara Menuju Carbon Neutral 2060

PLN

Sumber : PLN

Tahun 2030 dilaksanakan retirement subcritical tahap pertama (1 GW). Tahun 2035 dilaksanakan retirement subcritical tahap kedua (9 GW). Tahap selanjutnya pada tahun 2040 dilaksanakan retirement PLTU supercritical (10 GW). Kemudian dilakukan retirement ultra supercritical tahap pertama (24 gw). Retirement PLTU ultra supercritical secara bertahap dari 2045 – 2056. Di antara itu tahun 2055 dilakukan kembali retirement PLTU supercritical (5 GW).

 

Tahun 2060 Seluruh Pembangkit Di Indonesia Sudah Menggunakan Energi Bersih

PLN

Sumber : PLN

Kebijakan PLN untuk mempensiunkan PLN secara bertahap dari sekarang sampai 2060 tentunya memerlukan perencanaan yang matang, dan memiliki tantangan yang besar.

Indikator utama yang harus dipenuhi adalah tersedianya pembangkit EBT sebelum pembangkit tenaga listrik tenaga fosil dipensiunkan. Ketepatan waktu peralihan ini akan sangat mempengaruhi biaya yang dikeluarkan dan pencapaian tujuan PLN itu sendiri sebagai penyedia energi di seluruh negeri.

Market size utility di 2060 adalah 1.800 TWh, saat ini produksi listrik adalah 300 TWh ditambah luncuran 120 TWh dari program 35 GW, sehingga ada ruang 1.380 TWh untuk penambahan kapasitas pembangkit EBT.

Mulai 2020 ke depan, porsi kapasitas PLTU diturunkan (dalam grafik, terlihat dari warna hitam yang menurun). Tidak akan ada kontrak baru untuk PLTU, yang dijalankan adalah yang masih punya PPA dan telah mencapai financial close. Upaya retirement pembangkit fosil dimulai tahun 2030 dan secara signifikan turun jumlahnya pada 2040, mengikuti selesainya kontrak pembangkit tersebut.

Baca juga :Menjawab Tantangan Dalam Pengembangan EBT

Pembangkit nuklir akan masuk pada tahun 2040 untuk menjaga keandalan sistem seiring perkembangan teknologi nuklir semakin aman. Phase out seluruh pembangkit PLTU batubara pada tahun 2056, karena sudah tergantikan oleh EBT.

Strategi & Potensi Pengembangan EBT 

Potensi pengembagan EBT akan semakin melimpah di masa yang akan datang. Dalam jangka panjang akan semakin menarik dan lebih menarik lagi. EBT akan semakin menarik bila pengembangannya tidak lagi intermitten tapi based load, sehingga feasible secara teknis, keekonomian dan keuangan. Saat itu EBT akan menjadi keandalan PLN untuk membuat seluruh negeri memiliki listrik yang menyala yang handal juga kompetitif. PLN dalam pengembangan pembangkit ke depan dilakukan dengan mempertimbangkan keselarasan supply demand, potensi ketersediaan sumber energi setempat (resources based), keekonomian, keandalan, ketahanan energi nasional dan sustainability. Penyediaan listrik harus memenuhi prinsip ketahanan, keamanan pasokan, keekonomian, dan level emisi.

Akselerasi pengembangan pada daerah defisit serta daerah yang menggunakan BBM impor sebagai bahan bakar PLTD, merupakan langkah strategis baik dari sisi bisnis PLN maupun mengurangi belanja negara di sektor BBM. Implementasi melalui konversi PLTD PLN ke pembangkit berbasis EBT, yang sebagian berada di daerah isolated offgrid. Mempertimbangkan aspek keekonomian & pertumbuhan beban sulit diprediksi di daerah isolated, a.l penerapan metode autocorrective incremental development.

Sistem kelistrikan dengan reserve margin besar perlu mempertimbangkan harmonisasi supply demand

perlunya peran serta, dukungan Pemerintah, Stakeholder dalam menumbuhkan iklim investasi di bidang industri dalam rangka peningkatan demand dan pertumbuhan ekonomi. Kondisi kelistrikan existing umumnya over supply. 4 sistem besar dengan cadangan daya berlebih terdapat di sistem Jamali, Sumatera, Sulbagsel dan Kalimantan. Perlunya mendorong pertumbuhan demand, diantaranya industri yang akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

Contoh dalam meningkat demand dari listrik adalah melalui konversi dari kompor LPG ke kompor induksi atau kompor listrik sekaligus mengurangi import LPG dan mengurangi subsidi LPG. Dan juga menurunkan emisi karbon dari LPG. Konversi mobil dengan energi fosil kepada mobil dengan energi listrik. Hal ini akan mengurangi konsumsi energi fosil sekaligus mengurangi import BBM yang sangat tinggi dan meningkatkan demand ke depan, serta mengurangi emisi karbon. Potensi pengembangan EBT antara tahun 2021 ke 2030 akan mencapai 17 GW yang terdiri dari Hydro 9 GW, Geothermal 2,4, lain-lain 5.5 GW. Tentunya hal ini memerlukan dukungan investor, innovator, dan pengembangan untuk mewujudkannya dan menghadapi tantangan PLN.

PLN sedang melakukan transformasi pada EBT atau PLN Green dalam penyediaan listrik dengan program-program jangka panjang.

Saat ini PLN memilki program yang merupakan implementasi RJPP 2020-2024 (5 GW). Kapasitas pembangkit EBT saat ini 7,9 MW, energy mix 13%., diantaranya : PLTA Jatigede (110 MW), Peusangan (88 MW), Poso (200 MW), PLTP Sokoria (30 MW), Sorik Merapi (195 MW), PLTS Apung Cirata (145 MWac). PLTS Bali Barat (25 MWp), PLTS Bali Timur (25 MWp).

PLN juga melakukan program green booster dengan Co-Firing PLTU Implementasi Cofiring Biomasa PLTU PLN kapasitas 18,8 GW. Di 52 lokasi, produksi tahun 2025 sebesar 10.601 GWh (ekuivalen kapasitas biomasa 1,8 GW). Kebutuhan biomasa tahun 2025 , tanaman energi dan pelet sampah ± 9 Juta Ton /thn.

PLN akan melakukan konversi PLTD, saat ini PLN memiliki 5.200 unit PLTD tersebar di 2.130 lokasi diantaranya akan dilakukan konversi ke pembangkit berbasis EBT.Pelaksanaan konversi akan dilakukan bertahap , untuk tahap 1 pada 200 lokasi, kapasitas 225 MW, selanjutnya tahap 2 sebesar 363 MW.

PLN mememiliki program Large Scale Renewable Energy yaitu membangun pembangkit listrik berskala besar, seperti PLTA Pumped Storage Cisokan 1.040 MW, dan lainnya.

Pengembangan pembangkit akan dilakukan melalui konsep REBID (Renewable Energy based on Industry Development).

Ketiga program itu akan berjalan beriringan untuk mencapai bauran energi untuk EBT sebesar 23% pada tahun 2025. EBT merupakan sumber yang tidak dapat dielakan untuk mencapai kemandirian energi melalui proses energi transisi, dimana peran energi lainnya yang penting dalam menjaga stabilitas sistem, ketahanan serta keekonomian. PLN selama ini adalah offtaker atau yang membeli dari energi listrik. PLN berkomitment untuk menyediakan energi bersih yang ramah lingkungan dan berkelanjutan untuk masa depan yang lebih baik. Indonesia Maju optimis akan tercapai.