Panas Bumi Berpotensi dalam Pengembangan EBT di Indonesia

(Beritadaerah – Nasional) Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat dapat memanfaatkan potensi tersebut dengan maksimal. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23,7 GW. Dengan kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 2.276 MW, pemanfaatan panas bumi di Indonesia juga menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat.

Dengan menggunakan panas bumi sebagai sumber daya alam prioritas dapat mengejar target bauran energi baru terbarukan (EBT), karena mempunyai  cadangan yang besar. Hal ini disampaikan oleh  Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, melalui keterangan tertulisnya, Senin (13/6).

“Panas bumi dapat menjadi baseload (beban dasar) karena tidak menghadapi masalah intermitensi (tidak stabil). Selain itu, kita punya cadangan panas bumi cukup besar, sekitar 23,7 giga watt (GW),” kata Komaidi Notonegoro yang merupakan pakar ekonomi energi dari Universitas Trisakti Jakarta ini.

Ditambahkan oleh Komaidi, pengembangan energi primer dari energi fosil ke EBT dengan menempatkan panas bumi sebagai skala prioritas tidaklah berlebihan. Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 23,965 GW. Potensi terbesarnya ada di Pulau Sumatera, yakni sebesar 9,679 GW.
Meski punya potensi terbesar, kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terpasang di Sumatera baru 562 Megawatt (MW) atau 5,8 persen dari total potensinya. Artinya, masih ada sekitar 94 persen potensi yang belum digarap. Sedangkan di Pulau Jawa, potensi panas bumi sebesar 8,107 GW.
Untuk PLTP yang terpasang baru berkapasitas 1.254 MW atau 15,5 persen dari potensinya. Sedangkan Sulawesi dengan potensi panas bumi 3,068 GW. Namun, PLTP yang terpasang baru 120 MW atau 3,9 persen dari potensinya. Adapun di Nusa Tenggara, potensi panas bumi 1,363 GW dan kapasitas terpasang 12,5 MW. Kawasan Timur seperti Maluku memiliki potensi 1,156 GW, Bali 335 MW, Kalimantan 182 MW, dan Papua 75 MW. Belum ada kapasitas terpasang PLTP di keempat pulau tersebut.

Dalam RUPTL PLN 2021-2030, pembangkit EBT mencapai 20,9 GW (51 persen), lebih tinggi dari energi fosil sebesar 19,7 GW. Dari 20,9 GW itu, 10,4 GW dari PLTA dan 3,4 GW dari panas bumi.

Terakhir, Komaidi menuturkan kunci utama dalam pengembangan semua jenis EBT termasuk panas bumi ada di PLN karena Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor ketenagalistrikan itu adalah pembeli tunggal atau monopsoni. Jika PLN tidak bersedia membeli dengan berbagai justifikasi, pengembang EBT tidak punya pilihan atau opsi lain untuk menjualnya.

Sementara itu Direktur Mega Proyek dan EBT PLN, Wiluyo Kusdwiharto mengatakan pembangunan pembangkit EBT sangat menantang bagi PLN. Hal itu disebabkan oleh kondisi kelebihan pasokan yang dialami PLN. Dia optimistis dengan kerjasama para pemangku kepentingan dan para pihak, nantinya tumbuh permintaan. Apalagi saat ini permintaan mulai tumbuh 8 persen.