Penyesuaian Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Dampaknya pada Ekonomi Nasional

(Beritadaerah-Nasional) Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025 merupakan langkah strategis yang sesuai dengan amanat Undang-Undang. Kebijakan ini dirancang untuk mendukung peningkatan penerimaan negara tanpa memberikan dampak signifikan terhadap inflasi.

Rincian Kebijakan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa kebijakan ini telah mendapatkan persetujuan DPR dan bertujuan untuk memperkuat perekonomian nasional. “Pemerintah memberikan fasilitas berupa pembebasan PPN untuk sejumlah barang kebutuhan pokok agar dampaknya tidak memberatkan masyarakat,” ujar Airlangga di Jakarta, Jumat (20/12/2024).

Barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN mencakup beras, daging ayam, ikan, telur ayam, cabai, bawang merah, dan gula pasir. Selain itu, produk seperti tepung terigu dan Minyakita diberikan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1%, sehingga tarifnya tetap 11%.

Tarif PPN Indonesia dalam Perspektif Global

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa tarif PPN Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Sebagai perbandingan, tarif PPN Brasil mencapai 17%, Afrika Selatan 15%, dan India 18%. Bahkan Filipina sudah menerapkan PPN sebesar 12% lebih dulu.

“Kenaikan tarif ini dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kebutuhan pembangunan dan dampaknya terhadap ekonomi,” jelas Sri Mulyani. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak demi mendukung berbagai program strategis pemerintah.

Dampak pada Inflasi

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Aida S. Budiman, menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN ini diperkirakan hanya menambah inflasi sebesar 0,2%. Berdasarkan hitungan BI, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun 2025 akan tetap terjaga pada kisaran 2,5% ± 1% sesuai target APBN.

“Kategori barang yang dikenakan PPN 12% meliputi barang premium seperti bahan makanan mewah, jasa pendidikan dan kesehatan premium, serta listrik rumah tangga di atas 3.500 VA,” tambah Aida. Dampak kenaikan pajak ini sebagian besar diabsorpsi oleh pelaku usaha melalui penyesuaian margin keuntungan.

Komitmen untuk Pertumbuhan Ekonomi

Kebijakan PPN 12% juga diharapkan dapat mendorong optimalisasi penerimaan negara tanpa menghambat konsumsi masyarakat. Dengan alokasi yang tepat, pendapatan pajak ini akan digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur, program sosial, dan pengembangan ekonomi.

“Kami optimistis bahwa dengan kebijakan yang terukur, perekonomian nasional akan terus tumbuh inklusif dan berkelanjutan,” tutup Sri Mulyani. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi sembari meningkatkan daya saing bangsa di tingkat global.