(Beritadaerah-Jakarta) Indonesia mencatatkan nilai ekspor sebesar US$20,84 miliar pada Juni 2024, seperti dilaporkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, pada Senin, 15 Juli 2024. Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar 6,65 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yaitu Mei 2024. Namun, jika dibandingkan dengan Juni 2023, terjadi peningkatan sebesar 1,17 persen.
Ekspor nonmigas pada Juni 2024 tercatat mencapai US$19,61 miliar, mengalami penurunan sebesar 6,20 persen dari Mei 2024, tetapi meningkat 1,40 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Dari sepuluh komoditas nonmigas utama, sebagian besar mengalami penurunan. Penurunan terbesar tercatat pada logam mulia dan perhiasan/permata yang turun sebesar US$440,5 juta atau 45,76 persen. Sebaliknya, kenaikan terbesar tercatat pada lemak dan minyak hewani/nabati yang naik sebesar US$1.091,5 juta atau 68,06 persen.
Secara keseluruhan, nilai ekspor Indonesia dari Januari hingga Juni 2024 mencapai US$125,09 miliar, mengalami penurunan sebesar 2,76 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023. Ekspor nonmigas selama periode ini juga turun sebesar 2,99 persen, mencapai US$117,19 miliar.
Menurut sektor, ekspor nonmigas dari hasil industri pengolahan naik 0,40 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023. Ekspor dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan meningkat sebesar 6,73 persen, sedangkan ekspor dari sektor pertambangan dan lainnya menurun sebesar 15,05 persen.
Pada Juni 2024, tujuan ekspor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok dengan nilai US$4,65 miliar, diikuti oleh Amerika Serikat sebesar US$1,97 miliar, dan India sebesar US$1,84 miliar, dengan kontribusi gabungan dari ketiga negara tersebut mencapai 43,13 persen. Ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing mencapai US$3,62 miliar dan US$1,21 miliar.
Dari sisi provinsi asal barang, ekspor terbesar pada Januari hingga Juni 2024 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$17,99 miliar (14,39 persen), diikuti oleh Kalimantan Timur sebesar US$12,57 miliar (10,04 persen) dan Jawa Timur sebesar US$12,20 miliar (9,76 persen).