(Beritadaerah-Jakarta) Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan bahwa inflasi selama tahun 2023 berhasil dijaga pada tingkat yang rendah, sehingga daya beli masyarakat tetap kuat. Kondisi ini mendukung pertumbuhan ekonomi yang tetap berada di atas 5% meskipun Amerika Serikat menaikkan suku bunganya sebesar 500 basis poin.
Dalam Rapat Paripurna DPR yang membahas Tanggapan Pemerintah terhadap Pandangan Fraksi mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (RUU P2APBN) Tahun Anggaran 2023, Sri Mulyani menekankan pentingnya stabilitas harga dalam mendukung kinerja ekonomi. Ia mencatat bahwa laju inflasi di tahun 2023 sebesar 2,6% (yoy), jauh lebih rendah dari tahun 2022 yang mencapai 5,05% (yoy).
Sri Mulyani juga menyoroti bahwa inflasi di Indonesia lebih stabil dibandingkan negara-negara G20 lainnya, di mana Rusia mengalami inflasi sebesar 7,4%, Turki 64,8%, dan Argentina yang berada dalam krisis mencapai 211,4% (yoy). Inflasi 2023 sebesar 2,61% juga disebut sebagai yang terendah dalam 20 tahun terakhir, di luar periode pandemi.
Keberhasilan pemerintah dalam menjaga inflasi tersebut dikaitkan dengan strategi pengendalian harga yang meliputi empat aspek, yaitu Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif (4K). Langkah-langkah stabilisasi harga pangan juga diambil melalui operasi pasar, pasar murah, dan kebijakan impor yang terukur.
Menkeu menambahkan bahwa pencapaian ini merupakan hasil dari sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter. Pemerintah dan Bank Indonesia secara rutin berkoordinasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk memantau dan menjaga inflasi inti agar terus menurun, serta menjaga daya beli masyarakat tetap terjaga.
Dengan langkah-langkah komprehensif tersebut, Sri Mulyani optimistis bahwa daya beli masyarakat dapat terus bertahan kuat, meskipun menghadapi tantangan global yang tidak ringan.