(Beritadaerha – Jakarta) Kementerian Pertanian (Kementan) sedang menerapkan strategi untuk menghadapi krisis pangan global. Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, strategi baru ini sangat perlu disusun karena pembangunan pertanian saat ini sedang dihadapkan pada berbagai masalah.
Masalah dunia dimana pandemi covid-19 yang belum kunjung usai, climate change, serta kondisi geopolitik dengan adanya perang antara Rusia dan Ukraina,” tutur Syahrul ketika hadir pada rapat Kerja Komisi IV DPR RI bersama Menteri Pertanian, di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Selatan, pada Rabu, 31 Agustus 2022.
Diantaranya , terdapat tiga strategi utama yang akan dijalankan oleh Kementan. Pertama, Peningkatan kapasitas produksi untuk komoditas yang mengendalikan inflasi, seperti cabai dan bawang. Kemudian peningkatan kapasitas produksi juga akan dilakukan untuk menekan impor.
Untuk menekan impor ini maka akan ditingkatkan kapasitas produksi kedelai, gula tebu, dan daging sapi,
Strategi kedua, Kementan akan mengembangkan komoditas-komoditas yang dijadikan sebagai subtitusi impor. Untuk substitusi gandum, Kementan akan mendorong dan mengembangkan budidaya ubikayu, sorgum, dan sagu. Sedangkan untuk gula tebu, akan difokuskan untuk mengembangkan gula non tebu, seperti stevia, aren, dan lontar.
“Untuk pengganti daging sapi, kita akan mengembangkan daging kambing, domba, itik, dan ayam lokal,” sebutnya.
Sementara strategi ketiga yang akan dilaksanakan adalah peningkatan ekspor. Komoditas-komoditas yang akan diprioritaskan adalah sarang burung walet, porang, ayam, dan telur.
Diakui oleh Syahrul, bahwa tantangan yang dihadapi saat ini memang tidak mudah sehingga sangat dibutuhkan koordinasi atau kerja sama semua pihak.
“Tantangan pertanian ke depan tidak mudah . Hal ini sudah dijelaskan sebelumnya , bahwa menurut IMF (International Monetary Fund) dan Bapak Presiden (Joko Widodo) bahwa yang akan dihadapi di tahun 2023 nanti adalah bukan sesuatu yang biasa-biasa saja,” imbuh Syahrul.
Indonesia, baru saja mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) karena telah menunjukkan dalam ketangguhan sistem pangan dan pertanian dalam menghadapi tantangan yang tidak biasa. Indonesia juga mendapatkan apresiasi atas keberhasilannya mencapai swasembada beras selama tiga tahun terakhir.
“Penghargaan itu merupakan pengakuan terhadap pencapaian kinerja selama ini dan sekaligus menjadi penyemangat kita dalam hadapi krisis pangan global,” pungkas Syahrul. (*)