(Foto : Sikidang.com)
(Foto : Sikidang.com)

Daya Upaya Pemerintah Untuk Ekonomi Hijau

)Beritadaerah – Nasional) Krisis pandemi COVID-19 tidak membuat pemerintah menjadi mati atau kurang ide, namun justru ini  momentum bagi  pemerintah untuk menata ulang bangunan ekonomi secara lebih baik, dalam pelestarian lingkungan atau pro lingkungan. Dengan ini akan dapat mengatasi perubahan iklim secara global.

Beraneka potensi kekayaan alam tropis yang dimiliki Indonesia seperti hutan tropis serta mangrove tanah air yang sangat  luas akan dapat  menyegarkan paru-paru dunia, juga menguatkan komitmen terhadap energi terbarukan.

Dengan dikembangkannya teknologi hijau serta produk ramah lingkungan  , dapat  meningkatkan daya saing nasional.

Semua ini sudah tertuang  dalam prioritas nasional keenam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yakni, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim, serta pembangunan rendah karbon.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutananan (Menteri LHK), Siti Nurbaya, menegaskan bahwa pemerintah Republik Indonesia telah berkewajiban dan memiliki kebijakan untuk pemulihan ekosistem hingga 2030.

“Pemerintah Indonesia  sudah membuat  kebijakan pemulihan ekosistem hingga 2030,” kata Menteri LHK.

Anggaran Perubahan Iklim

Laporan ini menjelaskan, perubahan iklim membutuhkan support  dan komitmen kuat untuk mitigasi sampai  adaptasi, yang telah  diatur oleh  pemerintah untuk rencana jangka panjang sampai 2024.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diharapkan  dapat berperan sebagai alat keuangan yang membuat  transformasi ekonomi hijau.

“Pemerintah Indonesia juga menarik  partisipasi aktif para pemegang kepentingan dalam pelaksanaan  skema perhutanan sosial dan kemitraan yang beraneka ragam.

Kawal Perubahan Iklim

Laporan ini  menyatakan pemerintah terus bergerak mendahului  bahaya perubahan iklim, sebagai pemilik cadangan karbon terbesar.

Sumber kekayaan karbon dapat didapatkan  dari hutan, gambut,  padang lamun sampai mangrove. Kontribusi dari mangrove adalah tiga persen, Hutan tropis 30 persen dan yang terbesar adalah  lahan gambut 67 persen.

Kurangi Emisi

Indonesia harus bekerja keras  untuk mencapai target emisi nol karbon sebagaimana tuntutan dunia .

Pemerintah harus mendorong banyak sektor, karena masing-masing memiliki kontribusi yang berbeda-beda.

Sektor energi adalah yang paling banyak menyumbang emisi gas rumah kaca dibandingkan sektor lainnya.

Oleh karena itu pemerintah melaksanakan  dua strategi utama mengurangi emisi karbon di sektor energi, yakni menambah  produksi Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan memaksimalkan  sumber daya dalam negeri.

Selain itu, pemerintah juga meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi dengan menurunkan  emisi seperti penghentian penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap

Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK), Alue Dohong, menjelaskan strategi ini adalah komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), untuk menjamin dan menahan kenaikan suhu global.

Semua ini dilakukan oleh pemerintah  sesuai  dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28H  yang menyatakan bahwa negara harus menjamin kehidupan dan lingkungan yang layak bagi warga negaranya, dimana ini juga yang  menjadi dasar  komitmen Indonesia untuk perubahan iklim.