(Beritadaerah – Desa Tersono, Batang) Desa Tersono di Kecamatan Tersono, Kabupaten Batang, kini menjadi contoh desa yang mandiri dalam mengelola sampah. Hal ini ditandai dengan peresmian Tempat Pengolahan Sampah Terpadu dan Terintegrasi (TPSTT) “Bumi Hijau” oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, pada Senin (6/10).
TPSTT “Bumi Hijau” dibangun di atas lahan seluas 7.000 meter persegi dan melayani tujuh desa di Kecamatan Tersono serta tiga pasar utama: Pasar Tersono, Limpung, dan Bawang.
Di tempat ini, sampah organik diolah menjadi pakan maggot dan pupuk kompos dalam waktu 12–15 hari. Sementara sampah plastik dihancurkan menggunakan alat khusus (incinerator mini) yang berbasis teknologi hidrogen, sehingga lebih hemat energi.
Kepala Desa Tersono, Abdul Mukti, menjelaskan bahwa program pengelolaan sampah ini telah berjalan selama dua hingga tiga bulan. Warga turut dilibatkan sejak awal, terutama dalam proses pemilahan dan pengumpulan sampah dari rumah masing-masing.
“Warga dikenakan iuran Rp15.000 per bulan. Petugas mengambil sampah dua kali seminggu. Sosialisasinya dibantu mahasiswa KKN, jadi warga mulai terbiasa memilah antara sampah organik dan anorganik,” ujar Mukti.
Sampah organik selanjutnya diolah menjadi pakan maggot dan pupuk, sementara sampah plastik didaur ulang atau dikirim ke pengolahan lanjutan.
Menurut Mukti, keberhasilan program ini tidak lepas dari kesadaran dan partisipasi aktif warga.
Salah satu warga, Tin, mengaku senang dengan adanya TPSTT. Menurutnya, permasalahan sampah kini bisa ditangani dengan baik.
“Sekarang kami jadi lebih sadar pentingnya memilah sampah. Iurannya murah, cuma Rp15 ribu, tapi manfaatnya besar. Lingkungan jadi bersih, udara lebih segar,” katanya.
Tin menambahkan, ke depan, sampah organik akan diolah menjadi pelet atau pupuk, sedangkan sampah plastik bisa dimanfaatkan untuk produk kreatif seperti vas bunga atau sandal.
Bupati Batang, Faiz Kurniawan, menyebut TPSTT “Bumi Hijau” sebagai model pengelolaan sampah tingkat desa yang bisa ditiru daerah lain. Ia mengapresiasi inisiatif masyarakat yang tidak menunggu program dari pemerintah pusat atau kabupaten.
“Kami dorong desa-desa lain untuk mulai mengalokasikan anggaran bagi pengelolaan sampah di wilayahnya masing-masing,” ujarnya.
Ia menjelaskan, pengelolaan sampah menjadi semakin penting karena pertumbuhan industri di Batang terus meningkat.
“Pada 2027–2028, akan ada sekitar 32 pabrik beroperasi penuh di Batang Industrial Park. Diperkirakan menyerap 100–125 ribu tenaga kerja. Ini tentu memicu peningkatan jumlah penduduk dan volume sampah. Kalau tidak disiapkan dari sekarang, kita bisa kewalahan,” jelasnya.
Sebagai langkah lanjutan, pemerintah juga merencanakan pembangunan TPST regional di Gringsing dengan kapasitas 100 ton per hari.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, mengapresiasi semangat warga Desa Tersono yang mampu mengubah persoalan sampah menjadi peluang ekonomi. Menurutnya, langkah ini bisa menjadi contoh pengelolaan sampah di tingkat desa yang efektif.
“Kalau semua desa bergerak seperti Tersono, sampah tidak akan menjadi beban besar bagi tempat pembuangan akhir. Anggaran kita terbatas, jadi desa harus kreatif dan mandiri,” kata Luthfi.
Ia juga meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah untuk menjadikan Tersono sebagai model percontohan, dan mengajak desa serta kecamatan lain untuk belajar langsung dari pengalaman mereka.
“Target nasional tahun 2029 adalah bebas dari TPA sistem open dumping. Jawa Tengah juga harus bergerak cepat,” tegasnya.
Gubernur menambahkan, TPSTT “Bumi Hijau” bukan hanya menjaga kebersihan lingkungan, tapi juga menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar.
“UMKM di sekitar sini bisa tumbuh. Ini bukti bahwa program lingkungan bisa membawa manfaat ekonomi yang nyata. Semoga ke depan, Batang semakin bersih, maju, dan profesional dalam pengelolaan lingkungan,” tutupnya.