(Beritadaerah-Kolom) Menurut data International Trade Center, pada tahun 2018 ekspor rumput laut Indonesia dalam bentuk bahan mentah menduduki peringkat pertama dunia, yakni mencapai 205,76 ribu ton. Oleh karena itu diperlukan langkah penguatan produksi dan industri dari hulu hingga hilir.
Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah 8.300.000 km2 yang meliputi 1.900.000 km2 (22,89%) daratan dan 6.400.000 km2 (77,11%) perairan laut, serta panjang garis pantai mencapai 108.000 km (BIG, 2017). Jumlah penduduk Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa (Hasil Sensus Penduduk 2020) sehingga memerlukan pemenuhan bahan pangan protein, karbohidrat, dan serat dalam jumlah yang besar.
Salah satu alternatif bahan pangan dari perairan yang kaya gizi dan patut untuk dikembangkan adalah rumput laut. Rumput laut Indonesia memiliki andil besar dalam pasar rumput laut dunia.
Produksi rumput laut di Indonesia tersebar di 23 provinsi. Total produksi rumput laut nasional Tahun 2020 adalah 5,01 juta ton basah yang terdiri dari produksi rumput laut di Laut sebanyak 4,66 juta ton basah dan rumput laut di tambak sebesar 351 ribu ton basah. Peringkat lima besar provinsi penghasil rumput laut adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Provinsi tersebut mempunyai wilayah perairan yang cukup luas dengan kualitas perairan yang baik. Hal ini sangat mendukung budidaya rumput laut di kawasan tersebut. Oleh karena itu, program pengembangan terkait produksi dan industri rumput laut dapat di fokuskan di wilayahwilayah potensi. Dari produksi rumput laut total, produksi rumput laut di tambak hanya sebesar 7 persen, sementara 93 persen sisanya adalah produksi rumput laut di laut.
Baca juga : Dukung Ekspor, Pembudidaya Rumput Laut di Jailolo Meningkatkan Produktivitasnya
Pada tahun 2020, tren produksi rumput laut di laut dan tambak cenderung fluktuatif, dimana terjadi penurunan dan kenaikan pada setiap bulannya. Dari Januari hingga Desember, bulan pemanenan yang memiliki jumlah produksi rumput laut tertinggi adalah bulan Mei. Pada bulan Mei, dihasilkan produksi rumput laut sebesar 505.488 ton basah. Meski jumlah rumah tangga yang melakukan pemanenan terbanyak terjadi di bulan Juli, jumlah produksi tertinggi tetap terjadi di bulan Mei. Hal ini mengindikasikan cukup tingginya produktivitas rumah tangga usaha yang membudidayakn rumput laut di laut dan di tambak pada bulan Mei.
Karakteristik Budidaya Rumput Laut
Perairan Indonesia merupakan daerah dengan potensi penghasil rumput laut yang besar. Ada beberapa jenis rumput laut yang bisa tumbuh dengan baik di perairan Indonesia antara lain Gelidium, Eucheuma Spinosum, Eucheuma Cottoni, Caulerpa sp, dan Gracilaria sp. Jenis rumput laut yang tumbuh di laut antara lain Gelidium, Eucheuma Spinosum, Eucheuma Cottoni, Caulerpa sp., sedangkan jenis rumput laut yang tumbuh di tambak adalah Glacilaria sp. Eucheuma Cottoni merupakan jenis rumput laut yang paling banyak dibudidayakan di laut Indonesia yaitu sebesar 78,63 persen.
Budidaya rumput laut di laut umumnya menggunakan metode longline/tali rentang, rakit dan patok. Metode tali rentang (longline) adalah metode yang paling diminati oleh para pembudidaya rumput laut di laut. Hal ini terlihat dari jumlah rumah tangga usaha budidaya yang menggunakan metode tali rentang sebesar 78,80 persen, disusul metode patok dasar dengan proporsi 18,15 persen, sisanya menggunakan metode rakit dengan proporsi 3,05 persen.
Berdasarkan Modul Teknik Budidaya Air Laut terdapat 5 tahapan budidaya rumput laut yaitu: persiapan media budidaya rumput laut, penyiapan bibit rumput laut, pengelolaan kualitas air, pemeliharaan rumput laut mencakup pemberian nutrisi dan pengendalian hama penyakit, dan pemanenan rumput laut. Berdasarkan tahapan tersebut, budidaya rumput laut di laut maupun di tambak memerlukan modal yang cukup besar.
Jika dilihat dari sumber bibit, pembudidaya rumput laut di Indonesia sebagian besar menggunakan bibit dari produksi sendiri (74,66%), dan dari pembudidaya lain (22,62%). Bibit rumput laut dari produksi sendiri dari bagian hasil panen yang mempunyai kualitas bagus sedangkan bibit dari pembudidaya lain bisa diperoleh secara gratis maupun dengan membeli. Selain itu terdapat bibit yang berasal dari balai benih, namun sangat jarang pembudidaya yang membeli bibit langsung dari balai benih.
Baca juga : Kurangi Sampah Plastik di Bali, KKP Dorong Penggunaan Kemasan dan Sedotan Rumput Laut
Rumput laut akan tumbuh subur apabila perairan yang menjadi media tumbuh masih bersih. Budidaya rumput laut sistem tradisional tidak memerlukan manajemen kualitas air yang berarti, hal ini karena budidaya dilakukan di area luas dan terbuka (teluk atau pantai) sehingga kontrol kualitas air sulit dilakukan.
Faktor pemilihan lokasi merupakan hal yang paling utama di analisa karena keberhasilan tergantung pada hal ini. Manajemen kualitas air pada sistem budidaya rumput laut ditambak hal yang perlu diperhatikan yaitu salinitas dan serta kecerahan air. Karena salinitas akan menghambat pertumbuhan atau kematian sedangkan kecerahan air akan berakibat dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh rumput laut.
Dalam pemeliharaan rumput laut diperlukan pemberian nutrisi yang baik dan langkah pengendalian hama/penyakit yang tepat. Pencegahan dan penanggulangan hama dapat dilakukan dengan mengusir dengan tidak mematikan, mengontrol setiap saat atau pada saat jam-jam tertentu ketika penyu akan datang, meletakkan benda yang menghasilkan bunyi. Pencegahan pada binatang kecil yang bergerak lambat dapat dengan mudah ditangkap dimusnahkan atau di pindahkan ke area yang jauh dari tempat budidaya.
Penyakit yang terdapat pada rumput laut diantaranya lumut dan epifit lainnya seperti ulva, padina, chaetomorpha, enteromorpha diduga akan menghambat atau mempengaruhi laju pertumbuhan rumput laut.
Selain itu penyakit bercak kuning atau putih pada area talus atau yang disebut ice-ice juga mempengaruhi pertumbuhan bahkan kematian.
Pada tahun 2020, terdapat beberapa musim/iklim/hama/penyakit yang dinilai paling memengaruhi usaha budidaya rumput laut yaitu musim hujan, musim kemarau, musim gulma dan musim ice-ice.
Proses pemanenan rumput laut menurut WWF, yaitu (1) pemanenan rumput laut dilakukan ketika sudah mencapai umur 45 hari sampai 50 hari; (2) Panen dilakukan pada pagi hari; (3) Digoyang-goyang pada rumput laut agar kotorannya jatuh; (4) Di lepaskan ikat tali pada tongkat pengait; (5) Dilepaskan ikat tali pada long line; (6) Di simpan pada perahu atau karung; dan (7) Hindari pemanenan pada saat turun hujan.
Setelah tahapan tersebut pembudidaya melakukan proses pasca panen dengan melakukan pengeringan karena sebagian besar pembudidaya menjual hasil panen dalam bentuk kering. Distribusi terbesar penjualan hasil produksi rumput laut kepada pedagang/pengepul yaitu sebesar 95,32 persen, sisanya sebesar 4,68 persen mendistribusikan hasil panennya ke pembudidaya lain, eksportir, industri pengolahan, restoran, koperasi, langsung ke konsumen, dan lainnya. Sementara untuk rumah tangga usaha budidaya rumput laut di tambak, sebesar 92,51% rumah tangga mendistribusikan hasil produksinya kepada pedagang/pengepul dan sisanya 7,49% mendistribusikan hasil panennya ke pembudidaya lain, eksportir, industri pengolahan, restoran, koperasi, langsung ke konsumen, dan lainnya.