Mortalitas Indonesia Dalam Dinamika Penduduk

(Beritadaerah – Kolom) Mortalitas merupakan salah satu komponen penting dalam dinamika penduduk. Mortalitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang seperti demografi, kesehatan, sosial, ekonomi dan budaya. Dari sudut demografi, kematian bukan hanya sebagai faktor yang mengurangi jumlah penduduk, tetapi juga dibutuhkan sebagai salah satu komponen untuk keperluan estimasi penduduk dimasa datang. Tingkat mortalitas di Indonesia terus mengalami penurunan selama beberapa dekade terakhir.

Kematian menurut Utomo (1985), didefinisikan sebagai peristiwa menghilangnya seluruh tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup . Indikator kematian yang dihasilkan dari Long Form SP2020 antara lain Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Anak (AKABA), Angka Kematian Balita (AKBa), Angka Kematian Kasar, Angka Kematian Menurut Umur, dan Angka Kematian Ibu (AKI).

Angka kematian kasar di Indonesia dari tahun 2005 hingga 2020 menggambarkan tren penurunan, dengan angka kematian per 1000 penduduk turun dari 6,4 pada tahun 2005 menjadi 4,74 pada tahun 2020. Penurunan ini sejalan dengan peningkatan persentase penduduk berumur 65 tahun ke atas dan penurunan angka kematian bayi.

Kontribusi utama penurunan angka kematian kasar adalah menurunnya tingkat kematian pada usia anak, khususnya bayi, dan peningkatan umur harapan hidup. Namun, dari hasil proyeksi penduduk SP2020, hingga tahun 2025 diperkirakan terdapat peningkatan angka kematian kasar yang mencapai 10,31 kematian per 1.000 penduduk. Hal tersebut dikaitkan dengan fenomena ageing population, di mana persentase penduduk lanjut usia terus meningkat.

Kematian menurut kelompok umur menunjukkan penurunan signifikan dalam angka kematian pada kelompok usia 0-14 tahun dan kelompok dewasa (15-59 tahun). Namun, kelompok lanjut usia (60 tahun ke atas) tetap memiliki angka kematian yang tinggi, mencapai 26,10 per 1.000 penduduk umur 60 tahun ke atas pada tahun 2020, sekitar 10 kali lipat angka kematian dewasa.

Penyebab kematian tertinggi untuk kematian lanjut usia adalah penyakit tidak menular. Akan tetapi berdasarkan hasil Long Form SP2020, penyebab kematian karena penyakit tidak menular ini tidak dapat di detailkan.

Oleh karena itu, untuk survei kependudukan berikutnya, perlu memasukkan pilihan atau sub pilihan untuk penyebab kematian terutama untuk penyakit tidak menular seperti jantung, hipertensi, stroke, diabetes, kanker, gagal ginjal, dan lain sebagainya.

Hal ini sangat penting untuk memberi masukan secara spesifik sistem pelayanan kesehatan yang harus diprioritaskan terkait dengan penduduk lanjut usia.

Pencatatan kematian di sensus/survei masih underreported karena ada kecenderungan masyarakat atau responden tidak melaporkan kejadian kematian mantan anggota keluarganya/rumah tangganya karena dianggap tabu atau kejadian yang tidak mau dibicarakan.

Pada beberapa wilayah bahkan terdapat kepercayaan bahwa ketika seseorang membicarakan kejadian kematian, maka orang tersebut akan mengalami kesialan. Oleh karena itu, perlu adanya strategi lanjutan dan inovasi metode sensus/survei untuk memperkuat pengukuran angka kematian dewasa, seperti memperpanjang periode referensi informasi kematian, penyempurnaan metode sampling agar dapat menjaring kejadian yang jarang seperti kematian, dan sebagainya.

Kematian Bayi, Anak, Balita, dan Neonatal

Angka kematian bayi di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dari 26 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010 menjadi 16,85 pada tahun 2020. Penurunan ini mencapai 35 persen dalam satu dekade dan bahkan 90 persen selama lima puluh tahun (1971 – 2020).

Terdapat disparitas tingkat kematian bayi antar wilayah di Indonesia. Beberapa provinsi terutama di wilayah timur seperti Provinsi Papua, masih memiliki tingkat kematian bayi yang tinggi. Tantangan khusus di wilayah–wilayah tersebut perlu mendapatkan perhatian yang lebih intensif dan program kesehatan yang disesuaikan dengan mempertimbangkan konteks lokal.

Angka kematian neonatal perlu menjadi fokus terkait dengan penanganan dan pencegahan pada angka kematian bayi, karena mayoritas kejadian kematian bayi terjadi pada periode 28 hari pertama kehidupan (neonatal). Angka kematian neonatal Indonesia berdasarkan hasil LF SP2020 adalah 9,28 per 1000 kelahiran hidup. Perlu penguatan program pencegahan kematian neonatal dengan mengidentifikasi dan mengatasi faktor risiko yang menyebabkan kematian pada bayi pada 28 hari pertama kehidupan.

Selain penurunan angka kematian bayi, tantangan masih ada pada angka kematian anak di bawah lima tahun, yang membutuhkan upaya lanjutan untuk memastikan kelangsungan hidup anak tersebut. Angka kematian balita di Indonesia berdasarkan hasil Long Form SP2020 adalah sebesar 19,83 per 1000 kelahiran hidup, yang mana 2,98 per 1000 kelahiran hidup diantaranya adalah kematian anak.

Angka Kematian Bayi Indonesia menurut Jenis Kelamin Hasil Long Form SP2020

Monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan masih perlu dilakukan untuk memastikan keberlanjutan penurunan angka kematian bayi dan anak, serta untuk mengidentifikasi dan menangani tantangan baru yang mungkin muncul. Peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat tentang pentingnya perawatan kesehatan neonatal dan praktik kesehatan anak kepada masyarakat juga menjadi penting guna meningkatkan kesadaran dan partisipasi orang tua dalam menjaga kesehatan anak-anak mereka.

Seiring dengan penurunan angka kematian penduduk usia dini di Indonesia, Umur Harapan hidup (UHH) penduduk Indonesia juga turut mengalami peningkatan. Umur Harapan Hidup perempuan Indonesia hasil Long Form SP2020 menunjukkan usia yang lebih tinggi dibandingkan dengan Umur Harapan Hidup laki-laki. Umur Harapan Hidup menurut jenis kelamin berturutturut berdasarkan hasil Long Form SP2020 adalah 71.25 tahun untuk laki-laki dan 75.60 tahun untuk perempuan.

Kematian Ibu

Secara global, angka kematian ibu (AKI) mengalami penurunan yang stagnan selama 5 tahun pertama era SDGs (2016 – 2020). Rata-rata penurunan angka kematian ibu dunia per tahun mencapai 2,1 persen dari tahun 2000 hingga 2020, namun mengalami penurunan signifikan dalam periode SDGs.

Secara regional, Indonesia menempati urutan ketiga dengan angka kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara, di bawah Kamboja dan Myanmar. Disparitas angka kematian ibu di Indonesia dengan negara tetangga seperti Singapura menunjukkan adanya kebutuhan terkait perbaikan dalam sistem kesehatan. Angka kematian ibu menjadi parameter yang sensitif terkait derajat kesehatan perempuan dan dipengaruhi oleh kualitas layanan kesehatan, infrasktrutur, dan kesehatan ibu remaja.

Meskipun angka kematian ibu masih tinggi yaitu 189 per 100.000 kelahiran hidup, terdapat tren penurunan yang signifikan selama satu dekade sehingga memberikan optimism untuk mencapai target RPJMN pada tahun 2024 yaitu sebesar 183. Disparitas tinggi antar pulau dan provinsi menunjukkan perlunya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan khususnya di wilayah Indonesia Timur.

Pemerintah perlu memfokuskan upaya peningkatan pelayanan kesehatan ibu, terutama di daerah dengan angka kematian ibu tertinggi seperti Papua. Kolaborasi lintas sektor dan perbaikan infrastruktur kesehatan di daerah terpencil menjadi kunci dalam mengatasi disparitas regional dan provinsi.

Pola risiko kematian ibu berbanding terbalik dengan pola fertilitas. Meskipun tingkat fertilitas di usia 15-19 tahun dan 40 tahun ke atas lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok umur lainnya namun risiko kematian ibu pada kelompok umur tersebut adalah yang tertinggi.

Pendidikan dan layanan kesehatan remaja perlu diperkuat guna mencegah masalah kesehatan ibu di masa mendatang. Investasi dalam program kesehatan ibu untuk menurunkan angka kematian ibu. Langkah konkret melibatkan penguatan layanan kesehatan pranatal dan postnatal, serta pelatihan tenaga medis agar mampu memberikan perawatan yang berkualitas.

Melalui edukasi kepada ibu hamil tentang perawatan diri dan bayi, serta pencegahan komplikasi melalui perawatan rutin, diharapkan dapat memberikan dampak positif jangka panjang terhadap kesehatan ibu, keluarga, dan masyarakat.

Kesimpulan

Dengan adanya indikator kematian maka dapat dievaluasi capaian suatu wilayah dalam menurunkan tingkat kematian serta keterbandingan antar daerah. Bahkan beberapa indikator kematian menjadi ukuran dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Selain itu, angka kematian juga penting untuk memberikan gambaran dalam permasalahan masyarakat, seperti keadaan sosial dan ekonomi penduduk, penyebab kematian, serta hubungan dengan peristiwa kependudukan lainnya (seperti kelahiran, perpindahan, dan pertumbuhan penduduk).

Indonesia telah memasuki masa penduduk menua (ageing population) yang sangat rentan terjadi kesakitan bahkan kematian, sehingga berbagai pengambilan kebijakan perlu mempertimbangkan akan mortalitas penduduk.