Pasar Pagi di Kaimana, Papua Barat (Foto Eby Kontributor BD)

Membangun Sumber Daya Manusia Papua Barat

(Beritadaerah-Kolom) Penduduk Provinsi Papua Barat hasil Sensus Penduduk 2020 mencapai 1.134.068 jiwa, yang terbagi atas jumlah penduduk laki-laki sebanyak 597.128 jiwa, dan penduduk perempuan sebanyak 536.940 jiwa. Dengan komposisi jumlah penduduk tersebut maka angka rasio jenis kelamin di Provinsi Papua Barat adalah sebesar 111,21 yang bermakna bahwa pada setiap 100 orang penduduk perempuan di Papua Barat, terdapat 111-112 orang penduduk laki-laki. Pada umumnya, domisili penduduk Papua Barat terkonsentrasi pada wilayah perkotaan seperti Kota Sorong, Manokwari, dan Kabupaten Sorong. Lebih dari seperempat total penduduk di Papua Barat mendiami Kota Sorong sebesar 284.410 jiwa. Sementara itu, Kabupaten Tambrauw menjadi wilayah dengan populasi tersedikit dan hanya menyumbang 2,50 persen dari total penduduk Papua Barat. Dari sisi kependudukan, masih terjadi ketidakmerataan persebaran penduduk di Papua Barat.

Sebaran penduduk yang tidak merata ini akan berdampak pada ketidakmerataan kepadatan penduduk. Kota Sorong dengan luas wilayah hanya 0,64 persen dari luas Papua Barat dihuni oleh 25,08 persen penduduk Papua Barat dengan kepadatan sebesar 433 penduduk per km2 . Sebaliknya, Kabupaten Tambrauw dengan luas 11,20 persen dari luas Papua Barat justru hanya dihuni oleh 2,50 persen penduduk Papua Barat dengan kepadatan hanya 2 hingga 3 jiwa per km2 . Statistik ini menunjukkan perubahan pada wilayah perkotaan yang semakin padat sementara perdesaan semakin berkurang, ini sebagai indikasi terjadinya migrasi dari perdesaan ke perkotaan. Jika dilihat strukturnya lebih dalam, maka dapat dilihat bahwa angka ketergantungan (dependency ratio) di Papua Barat pada tahun 2020 sebesar 39,92. Artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif di Papua Barat harus menanggung 39 hingga 40 orang penduduk usia tidak produktif. Penduduk usia produktif yang dimaksud adalah penduduk yang berada di kelompok umur 15-64 tahun, sementara penduduk usia tidak produktif adalah mereka yang berada di luar kelompok umur 15-64 tahun, yang terbagi menjadi kelompok belum produktif (0-14 tahun) dan kelompok tidak produktif lagi (>65 tahun). Konsekuensi dari tingginya angka ketergantungan (dependency ratio) ini adalah bahwa pendapatan yang diperoleh oleh penduduk usia produktif akan terserap sepenuhnya pada pemenuhan kebutuhan dasar penduduk usia belum produktif berusia 0-14 tahun, utamanya dalam hal pendidikan dan kesehatan anak-anak.

Sebagai kesimpulan penduduk Provinsi Papua Barat hasil Sensus Penduduk 2020 sebesar 1.134.058 jiwa. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk selama tahun 2010 sampai dengan 2020 sebesar 3,94 persen. Sebaran penduduk Papua Barat tidak merata dengan kepadatan penduduk pada tahun 2020 sebesar 11-12 Jiwa/km2 . Setiap 100 penduduk produktif harus menanggung 39-40 orang penduduk tidak produktif.

Usia Harapan Hidup (UHH) Papua Barat pada tahun 2021 adalah 66 hingga 67 tahun. Usia Harapan Hidup (UHH) Provinsi Papua Barat dalam satu dekade terakhir terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012, UHH Papua Barat berada pada level 64,88, sementara pada tahun 2021 telah meningkat menjadi 66,14. Peningkatan ini meski tidak ekstrim, tapi patut untuk diapresiasi. UHH Papua Barat tahun 2021 sebesar 66,14 bermakna bahwa rata-rata usia seorang bayi yang lahir dapat hidup hingga mencapai 66 hingga 67 tahun dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya kini. Indikator UHH menjadi alat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya dan meningkatkan derajat kesehatan khususnya. Melihat lebih dalam ke level kabupaten/kota, indikator UHH antar kabupaten/kota di Papua Barat menunjukkan perbedaan harapan hidup yang cukup signifikan. Kota Sorong menjadi wilayah dengan UHH tertinggi dengan capaian sebesar 70,93 tahun, sementara Kabupaten Tambrauw menjadi wilayah dengan capaian UHH terendah, yakni hanya sebesar 60,20 tahun. Kesenjangan antara Kota Sorong dan Kabupaten Tambrauw ini cukup memprihatinkan, mengingat nilai UHH antara keduanya terpaut lebih dari 10 tahun. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi kabupaten-kabupaten yang masih memiliki UHH yang rendah untuk dapat meningkatkan kualitas kesehatan di daerahnya. Penambahan fasilitas kesehatan dan peningkatan kualitas tenaga medis menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan.

Usia Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, 2021

Sumber: BPS, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua Barat Tahun 2021

Persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan selama sebulan terakhir di Papua Barat tahun 2021 mencapai 20,74 persen, artinya dari seluruh jumlah penduduk Papua Barat, setidaknya terdapat 1 dari 5 orang penduduk yang mengalami keluhan kesehatan. Semakin tinggi angka ini maka menunjukkan semakin buruknya tingkat kesehatan masyarakat. Tahun 2021, Kabupaten Sorong menjadi kabupaten dengan keluhan kesehatan yang tertinggi di Papua Barat, yakni mencapai 29,91 persen, sementara keluhan kesehatan terendah berada di Kabupaten Maybrat yang hanya sebesar 11,60 persen. Selain disebabkan karena faktor sulitnya akses daerah terpencil, jika diperhatikan lebih dalam, maka pada tahun 2021 ini justru wilayah yang memiliki jumlah penduduk besar lah yang memiliki kecenderungan mengalami keluhan kesehatan yang jauh lebih tinggi. Hal ini dapat mengindikasikan derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut cukup rendah dan perlunya upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang mudah, murah, dan merata untuk semua penduduk.

Setidaknya 4 dari 5 persalinan kelahiran terakhir Perempuan Pernah Kawin (PPK) usia 15-49 tahun di Papua Barat dibantu oleh tenaga kesehatan. Sebanyak 11,47 persen penduduk mengeluh mengalami sakit selama sebulan terakhir. Hanya 4 dari 10 balita yang pernah mendapat imunisasi lengkap di Provinsi Papua Barat pada tahun 2019. Di sisi lain, Kabupaten Pegunungan Arfak menjadi satu-satunya kabupaten di Provinsi Papua Barat yang persentase penolong persalinan terakhirnya oleh tenaga kesehatan di bawah 20 persen atau hanya sebesar 19,09 persen saja. Penolong persalinan terakhir di Kabupaten Pegunungan Arfak utamanya dilakukan bukan oleh tenaga kesehatan, yang persentasenya mencapai hingga 80,13 persen. Tingginya angka persalinan tanpa ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Pegunungan Arfak ini dikarenakan setidaknya dua hal yaitu: pertama, masih kurangnya fasilitas kesehatan yang memadai dan mencakup seluruh desa; kedua, masih adanya budaya melahirkan masyarakat Arfak yang masih tradisional, baik dilakukan sendiri maupun dibantu oleh anggota keluarga saja. Persalinan pun biasanya dilakukan di luar rumah atau di hutan, sehingga memungkinkan risiko yang lebih besar untuk melahirkan anak lahir mati.

Harapan Lama Sekolah (HLS) Papua Barat mencapai 13,13 tahun atau setidaknya telah lulus D1 atau D2. Pada kenyataannya, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Papua Barat hanya mampu mencapai 7,69 tahun atau setara SMP kelas 1.Angka Partisipasi Sekolah (APS) SD formal mencapai 98,05 persen, sementara yang sekolah tepat waktu sesuai jenjangnya sebesar 94,05 persen.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus 2021 Papua Barat mencapai 70,34 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2021 Papua Barat mencapai 5,84 persen. Jumlah angkatan kerja Agustus 2021 Papua Barat adalah 513.666 orang. Jumlah pengangguran pada Agustus 2021 Papua Barat sebanyak 29.985 orang.

Garis kemiskinan Papua Barat tahun 2021 sebesar Rp.631.418,- dan tersebar tidak merata menurut kabupaten/kota. Setidaknya 1 dari 5 orang penduduk Papua Barat pada 2021 terkategori miskin. Persentase konsumsi makanan di Papua Barat sebesar 48,24 persen. Persentase konsumsi nonmakanan masih mendominasi jenis konsumsi di Papua Barat dengan proporsi sebesar 51,76 persen. Sekitar 99,51 persen atap terluas rumah tangga di Papua Barat tergolong layak karena terbuat dari bahan non ijuk. Dinding terluas rumah tangga di Papua Barat didominasi oleh dinding non bambu, yakni mencapai 99,56 persen. 98,10 persen lantai terluas rumah tangga di Papua Barat merupakan lantai non tanah. Hanya 73,89 persen rumah tangga di Papua Barat yang memiliki akses air minum layak.

Dari gambaran data-data ini secara keseluruhan kesejahteraan di Papua Barat secara keseluruhan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Beberapa daerah masih membutuhkan perlu ditingkatkan agar kesejahteraan masyarakat bertambah kembali untuk kemajuan Papua Barat.