Pendaratan Ikan Tradisional

Profil Pendaratan Ikan Tradisional (PIT)

(Beritadaerah-Kolom) Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi dan gizi masyarakat di Indonesia. Untuk mengetahui potensi dan peranan subsektor perikanan, diperlukan data yang lengkap dan akurat. Namun sampai saat ini data statistik perikanan yang tersedia masih terbatas, baik jenis maupun ruang lingkupnya.

Pendaratan Ikan Tradisional (PIT) adalah tempat/lokasi yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk pendaratan ikan yang belum termasuk dalam salah satu kategori Pelabuhan Perikanan atau belum dikelola oleh dinas setempat yang bercirikan masih tradisional (umumnya belum ada dermaga yang permanen, skala pendaratan masih kecil, dikelola masyarakat setempat, bisa milik umum atau perseorangan). Sedangkan pendaratan ikan yang berkategori “Pelabuhan Perikanan” dan sekaligus juga mendata Tempat Pelelangan ikan (TPI) yang ada dalam pelabuhan tersebut (jika di dalam pelabuhan tersebut terdapat juga TPI) datanya dicakup/dicatat pada Statistik Pelabuhan Perikanan. Produksi adalah jumlah ikan yang didaratkan di PIT pada bulan yang bersangkutan selama triwulan laporan. Nilai Produksi adalah nilai seluruh ikan yang didaratkan di PIT pada bulan yang bersangkutan selama triwulan laporan.

Jumlah Pendarat Ikan Tradisional (PIT)

Jumlah Pendarat Ikan Tradisional (PIT) di Indonesia tahun 2021 sebesar 689 PIT. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terdapat kenaikan jumlah PIT 5,84 persen. Sifatnya yang masih tradisional menyebabkan PIT lebih fleksibel dibanding Pelabuhan Perikanan, sehingga PIT dapat aktif dan tutup atau tutup sementara lebih mudah dibanding tempat yang berkategori pelabuhan.

Pendaratan Ikan Tradisional (PIT) tersebar di 26 provinsi di Indonesia. Empat Provinsi dengan jumlah PIT terbesar berturut-turut adalah Sulawesi Tengah (173 PIT), Sulawesi Tenggara (164 PIT), Kalimantan Barat (39 PIT), dan Bali (36 PIT).

Sementara itu, terdapat 8 provinsi yang tidak memiliki PIT. Kedelapan pronvisi tersebut antara lain Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara. Provinsi yang tidak memiliki PIT bukan berarti tidak ada pendaratan ikan di provinsi tersebut. Pendaratan ikan di provinsi tersebut dapat dilakukan di pelabuhan perikanan.

Pengelola Pendaratan Ikan Tradisional (PIT)

Berdasarkan pengelolanya, PIT dibagi menjadi 3 yaitu PIT yang dikelola Dinas Perikanan, kelompok/ perorangan, dan tidak ada pengelolaan. Sesuai dengan cirinya yang tradisional, mayoritas PIT di Indonesia digunakan untuk pendaratan ikan oleh masyarakat setempat tanpa ada yang mengelola. Tahun 2021, lima persen PIT di Indonesia (35 PIT) dikelola oleh dinas perikanan, 39 persen (271 PIT) dikelola oleh kelompok/perorangan, dan 56 persen (383 PIT) tidak ada pengelolanya.

Dinas Perikanan merupakan pengelola PIT yang paling sedikit mengelola PIT. Tahun 2021, Dinas Perikanan mengelola 35 PIT di 14 Provinsi di Indonesia. Jumlah ini turun 7,89 persen dari tahun 2020. Kelompok / perorangan mengelola 271 PIT di 24 Provinsi di Indonesia. Terdapat peningkatan sebesar 22,62 persen terhadap jumlah PIT yang dikelola dibanding tahun sebelumnya. Sebagian besar PIT di Indonesia tidak memiliki pengelola. Tahun 2021, jumlah PIT tanpa pengelola turun 2,30 persen dari tahun 2020.

Retribusi PIT

Tidak semua PIT di Indonesia dipungut retribusi. Mayoritas (93,76 persen) PIT tersebut bebas retribusi. Dibandingkan dengan tahun 2020, jumlahnya naik 7,13 persen.

Di Indonesia, terdapat 5 pihak pemungut retribusi pada PIT yaitu Pemda, Dinas Perikanan, Swasta, KUB (Kelompok Usaha Bersama), dan pihak Lainnya. Sebagian besar retribusi di PIT dipungut oleh Dinas Perikanan (41,86 persen) dan Pemerintah Daerah (37,21 persen). Sebagian kecilnya dipungut oleh KUB (4,65 persen) dan pihak lain (11,63 persen)

Besaran pungutan retribusi berbeda-beda tergantung daerah dan pihak pemungutnya. Rata-rata retribusi tertinggi dipungut oleh Pemda sebesar 3,94 persen. Provinsi dengan nilai ratarata retribusi terbesar adalah provinsi Kepulauan Riau, Banten dan Sulawesi Tengah, sebesar 5 persen.

Cara dan Tujuan Utama Penjualan

 

Berdasarkan cara penjualannya, PIT dibagi menjadi 4 yakni dengan dijual sendiri, berkelompok dan dikoordinir, lainnya, dan tidak dijual. Namun tidak semua ikan yang didaratkan di PIT untuk dijual. Tahun 2021 terdapat 3 PIT yang tidak menjual hasil tangkapannya, mereka berasal dari provinsi Sulawesi Tenggara (1 PIT), Papua Barat (1 PIT) dan Papua (1 PIT).

Cara penjualan yang paling diminati oleh nelayan adalah dijual sendiri. Tahun 2021, terdapat 88,97 persen PIT di Indonesia dimana nelayannya menjual sendiri hasil tangkapan ikan mereka, sisanya dijual dengan berkelompok dan dikoordinir (9,29 persen) dan dengan cara lainnya (1,31 persen).

Berdasarkan tujuan utama penjualan, penjualan di PIT dibagi menjadi lima tujuan yaitu dijual ke perusahaan, tengkulak/pengumpul, TPI terdekat, pasar dan lainnya. Namun tujuan yang paling diminati nelayan adalah tengkulak/pengumpul. Sebesar 67,06 persen PIT di Indonesia menjadikan tengkulak/pengumpul sebagai tujuan utama penjualan ikan hasil tangkapan nelayan. Banyak faktor yang menjadikan tengkulak/pengumpul sebagi tujuan favorit para nelayan, salah satunya adanya ketergantungan modal antara nelayan dengan tengkulak/pengumpul. Sebaliknya, tujuan yang kurang diminati oleh nelayan adalah TPI terdekat. Salah satu penyebabnya adalah waktu lelang di TPI yang tidak sama dengan waktu pendaratan ikan nelayan di PIT.

Produksi Perikanan Laut

Produksi perikanan laut yang dimaksud adalah hasil tangkapan ikan yang didaratkan pada tempat pendaratan ikan tradisional yang tersebar di 26 Provinsi di Indonesia. Pencatatan data produksi di 686 PIT dilakukan pada 28 jenis ikan. Jika terdapat produksi ikan diluar jenis tersebut maka dimasukkan kedalam jenis “ikan lainnya”

Total volume produksi perikanan laut yang didaratkan di PIT pada 2021 sebesar 546,50 ribu ton dengan nilai 11,13 triliun rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun 2020, volume produksi mengalami peningkatan 0,74 persen. Tahun 2021, produksi tertinggi terjadi pada triwulan III sebesar 156,62 ribu ton atau senilai 3,14 triliun rupiah.

Berdasarkan provinsi, produksi ikan terbesar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Papua Barat dan Sulawesi Tenggara sebesar masing-masing 299,66 ribu ton, 41,86 ribu ton dan 39,34 ribu ton. Produksi ikan pada provinsi NTB selalu meningkat setiap tahun, dari 141 ribu ton di tahun 2017 menjadi 299,66 ribu ton di tahun 2021. Produksi tertinggi tahun 2021 di NTB terjadi pada triwulan III sebesar 89,39 ribu ton dengan nilai dengan 1,86 triliun rupiah. Berdasarkan jenis ikannya, produksi perikanan laut terbesar yang didaratkan di PIT adalah Ikan Tongkol dengan volume produksi 87,71 ribu ton dan nilai produksi 1,23 triliun rupiah. Produksi terbesar ikan ini terjadi pada triwulan II sebesar 26,35 ribu ton dengan nilai produksi sebesar 305 miliar rupiah.

Sementara itu, produksi ikan terendah yang didaratkan di PIT adalah Ikan Siro dengan volume produksi 214,60 ton dan nilai produksi 3,30 miliar rupiah. Volume tertinggi dari ikan Siro yang didaratkan terjadi pada triwulan I sebesar 71,97 ton dengan nilai produksi sebesar 1,04 miliar rupiah.