tutupan lahan
Siwang Paradise memiliki tempat berolahraga jalan sehat dan bersepeda membelah hutan (Foto: Febriana Tangkilisan/ Beritadaerah)

Berkurangnya Tutupan Lahan Indonesia

(Beritadaerah-Kolom) Lahan merupakan salah satu unsur yang penting bagi kehidupan karena lahan menjadi tempat berlangsungnya sebagian besar aktivitas makhluk hidup. Data terkait lahan di Indonesia tersedia dalam bentuk data tutupan lahan (land cover) dan data penggunaan lahan (land use). Neraca lahan pada publikasi ini menggunakan data tutupan lahan yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Penyusunan neraca lahan 2017-2021 tidak menggunakan data tutupan lahan dari KLHK karena data belum tersedia. Seperti penggunaan data BIG tahun lalu, penyusunan neraca lahan tahun ini sudah menggunakan klasifikasi tutupan lahan SEEA.

Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2017-2021 institusional, yang diberlakukan pada area tertentu untuk kepentingan produksi / ekonomi atau pemeliharaan dan pemulihan fungsifungsi lingkungan. Data-data terkait tutupan lahan dan penggunaan lahan dapat dimanfaatkan untuk menyusun suatu neraca yang disebut sebagai neraca lahan. Neraca lahan adalah neraca yang menggambarkan luasan lahan dan perubahan luasan lahan tersebut lebih dari satu periode waktu di mana pengukurannya menggunakan satuan hektar atau meter persegi.

Penyusunan neraca lahan merupakan rekomendasi dari komisi statistik Perserikatan BangsaBangsa (PBB), sebagai salah satu bagian dari implementasi SEEA-CF 2012. SEEA-CF 2012 merupakan standar statistik internasional dalam penyusunan neraca lahan, khususnya berupa neraca aset fisik. Neraca lahan penting untuk dihitung karena neraca lahan dapat melacak dinamika perubahan tutupan dan penggunaan lahan. Manfaat dari penyusunan neraca lahan diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemangku kebijakan tentang kondisi lahan di Indonesia dalam rentang waktu tertentu.

Penyusunan neraca lahan menampilkan neraca tutupan lahan Indonesia untuk periode waktu 2017-2021 dan disajikan berdasarkan kelompok pulau di Indonesia.

Klasifikasi Tutupan Lahan dan Penggunaan Lahan

 

Klasifikasi tutupan lahan yang direkomendasikan oleh SEEACF 2012 diadopsi berdasarkan pada Food and Agriculture Organization (FAO) Land Cover Classification System (LCCS). Neraca fisik tutupan lahan tersebut menunjukkan luas tutupan lahan saat dalam kondisi stok awal dan stok akhir untuk masing masing klasifikasi tutupan lahan. Perubahan antara stok awal dan stok akhir terlihat dalam baris penambahan stok dan pengurangan stok. Penambahan dan pengurangan stok tersebut dijelaskan sebagai berikut. Penambahan terkelola mewakili penambahan area pada jenis klasifikasi tutupan lahan tertentu akibat adanya aktivitas manusia. Penambahan alami adalah penambahan area tutupan lahan dikarenakan terjadinya proses alam, seperti pembenihan, penyemaian, dan pertumbuhan tunas alami. Pengurangan terkelola mewakili pengurangan area pada jenis klasifikasi tutupan lahan tertentu akibat adanya aktivitas manusia.

Pengurangan alami dicatat sebagai pengurangan area tutupan lahan terkait adanya peristiwa alam. Penilaian kembali, dapat berupa revisi ke atas atau ke bawah, di mana hal ini merefleksikan perubahan akibat adanya informasi terkini yang membuat adanya penilaian kembali terhadap luas area suatu klasifikasi tutupan lahan, contohnya terdapat citra satelit baru atau interpretasi baru terhadap citra satelit.

Matriks perubahan tutupan lahan menunjukkan tutupan lahan pada dua titik waktu. Matriks tersebut menunjukkan perubahan jenis menurut klasifikasi tutupan lahan pada awal periode referensi, penambahan dan pengurangan luasan menjadi jenis klasifikasi tutupan lahan lainnya.

Neraca Tutupan Lahan Indonesia dan 7 Kelompok Pulau di Indonesia Tahun 2017-2021

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki total pulau sebanyak 16.056 pulau dan luas daerah 191.690.677 hektar. Klasifikasi tutupan lahan terluas di Indonesia adalah Area Tertutup Pohon yang luasnya mencapai 52,19 persen di tahun 2017 dan 51,69 persen di tahun 2021 terhadap luas Indonesia, luasnya berkurang sekitar 0,96 persen dalam jangka waktu tersebut.

Luas daerah Pulau Sumatra adalah 48.079.328 hektar. Klasifikasi tutupan lahan terluas di Pulau Sumatra adalah Area tertutup pohon yang luasnya mencapai 32,88 persen di tahun 2017 dan 32,32 persen di tahun 2021 terhadap luas Pulau Sumatra, luasnya berkurang sekitar 1,70 persen dalam jangka waktu tersebut.

Luas daerah Pulau Jawa adalah 12.944.202 hektar. Klasifikasi tutupan lahan terluas di Pulau Jawa adalah Tanaman Berdaun yang luasnya mencapai 55,94 persen di tahun 2017 dan 57,45 persen di tahun 2021 terhadap luas Pulau Jawa, luasnya bertambah sekitar 2,70 persen dalam jangka waktu tersebut.

Luas daerah Pulau Kalimantan adalah 54.415.007 hektar. Klasifikasi tutupan lahan terluas di Pulau Kalimantan adalah Area Tertutup Pohon yang luasnya mencapai 52,75 persen di tahun 2017 dan 51,58 persen di tahun 2021 terhadap luas Pulau Kalimantan, luasnya berkurang sekitar 2,21 persen dalam jangka waktu tersebut.

Luas daerah Pulau Sulawesi adalah 18.856.319 hektar. Klasifikasi tutupan lahan terluas di Pulau Sulawesi adalah Area Tertutup Pohon yang luasnya mencapai 60,45 persen di tahun 2017 dan 61,52 persen di tahun 2021 terhadap luas Pulau Sulawesi, luasnya bertambah sekitar 1,77 persen dalam jangka waktu tersebut.

Luas daerah Pulau Bali dan Nusa Tenggara (meliputi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur) adalah 7.307.048 hektar. Klasifikasi tutupan lahan terluas di Pulau Bali dan Nusa Tenggara adalah Area Tertutup Pohon yang luasnya mencapai 34,31 persen di tahun 2017 dan 37,40 persen di tahun 2021 terhadap luas Pulau Bali dan Nusa Tenggara, luasnya bertambah sekitar 8,99 persen dalam jangka waktu tersebut.

Luas daerah Pulau Maluku (Maluku dan Maluku Utara) adalah 7.889.653 hektar. Klasifikasi tutupan lahan terluas di Pulau Maluku adalah area Tertutup Pohon yang luasnya mencapai 82,41 persen di tahun 2017 dan 83,40 persen di tahun 2021 terhadap luas Pulau Maluku, luasnya bertambah sekitar 1,20 persen dalam jangka waktu tersebut.

Luas daerah Pulau Papua adalah 42.199.120 hektar. Klasifikasi tutupan lahan terluas di Pulau Papua adalah Area Tertutup Pohon yang luasnya mencapai 77,36 persen di tahun 2017 dan 75,76 persen di tahun 2021 terhadap luas Pulau Papua, luasnya berkurang sekitar 2,07 persen dalam jangka waktu tersebut.

Luas Tutupan Hutan di Indonesia beserta Perubahannya

Terdapat dua klasifikasi hutan dalam klasifikasi tutupan lahan, yaitu area tertutup pohon dan tanaman bakau. Hal tersebut terlihat dari kesesuaian definisi dan karakteristik penutup lahan klasifikasi SEEA dengan klasifikasi pada SNI Penutup Lahan. Pada tahun 2017 total luas tutupan hutan di Indonesia mencapai 53,30 persen dan berkurang menjadi 52,80 persen di tahun 2021, dimana luas tutupan hutan Indonesia pada posisi tahun 2021 adalah seluas 101.215.183 hektar.

Terjadi pengurangan luas tutupan hutan di pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua. Pengurangan luas tutupan hutan ini dapat diakibatkan karena ada pengurangan area tutupan hutan terkait adanya persitiwa alam, penebangan hutan, atau adanya reklasifikasi. Diketahui bahwa hutan Indonesia berkurang sekitar 0,50 persen atau sebesar 956.258 hektar dalam kurun waktu lima tahun. Di mana didapatkan informasi bahwa luas hutan paling banyak berkurang adalah di pulau Kalimantan, Papua, dan Sumatra. Luas hutan yang berkurang di kedua pulau tersebut masing-masing 654.663 hektar, 610.405 hektar, dan 310.374 hektar.

Pada periode waktu dari tahun 2017 hingga 2021, hutan di Indonesia mengalami perubahan menjadi area tertutup semak belukar, tanaman dengan beberapa lapisan, vegetasi bersemak dan/atau vegetasi herba, akuatik atau rawa-rawa, tanaman berkayu, area vegetasi yang jarang, padang rumput, dan lainnya.

Informasi mengenai luas tutupan hutan dan luas tutupan yang hilang ini merupakan indikator yang mendukung salah satu Sustainable Development Goal (SDG), yaitu tujuan nomor 15 tentang “melindungi, memulihkan, dan meningkatkan pemanfaatan secara berkelanjutan terhadap ekosistem darat, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi, dan menghentikan dan memulihkan degradasi lahan dan menghentikan hilangnya keaneragaman hayati.”