Gernas Padang

Festival Siti Nurbaya Padang 2025

(Beritadaerah-Padang) Langit malam di Kota Padang tampak lebih meriah dari biasanya. Lampion-lampion merah berayun pelan tertiup angin, sementara di sepanjang kawasan Kota Tua, riuh suara tawa dan tepuk tangan terdengar mengiringi pertunjukan seni yang sedang berlangsung. Malam itu, Jumat, 7 Februari 2025, Festival Siti Nurbaya dan Cap Go Meh kembali digelar, membawa semangat kebersamaan yang telah menjadi denyut nadi kota ini selama bertahun-tahun.

Tradisi yang Kian Bersemi

Festival Siti Nurbaya pertama kali digelar pada tahun 2016 dengan tujuan memperkenalkan kembali kisah legendaris Siti Nurbaya kepada generasi muda dan wisatawan. Namun, seiring waktu, festival ini berkembang menjadi perayaan akulturasi budaya yang lebih luas. Kini, dengan bergabungnya Cap Go Meh, festival ini semakin menegaskan bahwa Padang adalah rumah bagi keberagaman yang harmonis.

Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, dengan bangga menyampaikan bahwa festival ini adalah contoh nyata dari kota yang menghargai sejarah, budaya, dan persatuan. “Di Padang, keberagaman bukan sekadar kata-kata, melainkan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Festival ini adalah bukti bagaimana kita bisa hidup berdampingan dan merayakan perbedaan sebagai kekuatan,” ujarnya.

Geliat Wisatawan dan Animo yang Tak Surut

Sejak pertama kali diadakan, jumlah pengunjung Festival Siti Nurbaya terus meningkat. Ribuan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, berbondong-bondong datang untuk menyaksikan perayaan ini. Pada tahun 2024 saja, tercatat sekitar 19,14 juta pergerakan wisatawan di Sumatera Barat, dengan lebih dari 76.000 di antaranya berasal dari luar negeri. Festival ini menjadi salah satu daya tarik utama, memperkenalkan Kota Padang sebagai destinasi wisata budaya yang tak boleh dilewatkan.

Di sepanjang Kota Tua, pedagang kaki lima dan pelaku UMKM sibuk melayani pelanggan yang datang dari berbagai penjuru. “Sejak festival ini diadakan, omzet kami bisa meningkat dua kali lipat,” ujar Rina, seorang penjual kuliner khas Minang. Tak hanya para pedagang, penginapan dan hotel di sekitar kota juga merasakan dampaknya. Hampir semua kamar terisi penuh, membuktikan bahwa festival ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga penggerak roda ekonomi daerah.

Dari Teater ke Teknologi: Ragam Hiburan yang Memukau

Malam itu, para penonton terpukau oleh Teater Musikal Siti Nurbaya yang dipentaskan di panggung utama. Alunan musik gamad mengiringi drama penuh emosi yang membawa kisah klasik ini ke dalam era modern. Tak jauh dari sana, teknologi hologram 3D dan visual mapping menciptakan pertunjukan cahaya yang memukau, menghidupkan kembali suasana Padang tempo dulu.

Selain itu, parade seni budaya yang menampilkan barongsai, drumband, serta arak-arakan sipasan menambah kemeriahan. “Festival ini seperti mesin waktu, membawa kami dari masa lalu ke masa depan dalam satu malam,” kata seorang pengunjung dengan mata berbinar.

Masa Depan Festival: Menuju Kelas Dunia

Dengan masuknya festival ini dalam daftar Karisma Event Nusantara (KEN), Pemerintah Kota Padang semakin optimis untuk membawa acara ini ke tingkat yang lebih tinggi. Pj Wali Kota Padang, Andree Harmadi Algamar, menegaskan bahwa festival ini tidak hanya memperkenalkan budaya lokal, tetapi juga membuka peluang investasi dan kerja sama dengan pihak internasional.

“Ini baru permulaan. Kami ingin Festival Siti Nurbaya dan Cap Go Meh menjadi salah satu festival budaya terbesar di Indonesia, bahkan Asia. Dengan dukungan semua pihak, saya yakin kita bisa mencapainya,” ujarnya penuh semangat.

Ketika malam semakin larut, gemerlap lampion dan riuh tepuk tangan masih mengisi udara Kota Padang. Festival ini bukan hanya tentang perayaan, tetapi juga tentang harapan: harapan untuk terus menjaga budaya, merangkul keberagaman, dan membawa Kota Padang ke panggung dunia. Dengan semangat itu, Festival Siti Nurbaya dan Cap Go Meh 2025 pun menorehkan kisahnya—sebuah cerita tentang kota yang tak hanya hidup dalam sejarah, tetapi juga terus menulis masa depannya.