(Beritadaerah-Kolom) Dalam dokumen RPJMN 2020-2024, telah diamanatkan bahwa pembangunan kewilayahan perlu memperhatikan isu ketimpangan antar wilayah yang diwujudkan dalam Prioritas Nasional (PN) 2 Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan, khususnya pada kegiatan prioritas 4, yaitu percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, perdesaan dan transmigrasi. Dalam rangka mewujudkan PN tersebut, maka perlu memperhatikan capaian utama pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, perdesaan, dan transmigrasi yang dapat ditinjau dari beberapa indikator ketercapaian.
Berdasarkan PP No. 78/2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Terdapat 62 kabupaten yang termasuk sebagai daerah tertinggal sebagaimana amanat Perpres No. 63/2020 tentang Penetapan 62 Daerah Tertinggal 2020-2024, dengan jumlah terbanyak berada di Wilayah Papua, yaitu 30 kabupaten.
Adapun capaian tahun 2021 untuk indikator percepatan pembangunan daerah tertinggal yaitu rata-rata indeks pembangunan manusia (IPM) di daerah tertinggal sebesar 59,33 dan persentase penduduk miskin (PPM) di daerah tertinggal sebesar 25,50 persen. Capaian pada tahun 2021 untuk bidang pembangunan infrastruktur dan konektivitas di daerah tertinggal meliputi pembangunan dan peningkatan jalan desa strategis sepanjang 197,43 km, pengadaan sarana transportasi darat sebanyak 182 unit, pengadaan sarana transportasi perairan sebesar 89 unit, pembangunan 22 dermaga rakyat, penggantian dan renovasi 13 unit jembatan gantung, pembangunan sarana air bersih di perbatasan dan pulau kecil terluar masing-masing sebanyak 1 unit, serta rehabilitasi kawasan eksosistem mangrove di daerah tertinggal seluas 500 hektare.
Sementara itu, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di daerah tertinggal dilakukan melalui fasilitasi dan pembinaan. Capaian hingga triwulan I-2022 untuk peningkatan kapasitas SDM di daerah tertinggal di antaranya adalah telah dilakukan peningkatan kapasitas tenaga kerja bidang pendidikan sebanyak 2.825 orang; peningkatan kapasitas kader puskesmas/puskesmas pembantu dalam pencegahan stunting di daerah tertinggal sebanyak 1.930 orang; peningkatan kapasitas pengelola BUM Desa di daerah tertinggal sebanyak 770 orang; dan peningkatan kapasitas tenaga kerja desa wisata sebanyak 813 orang. Selain itu, juga telah dilaksanakan vokasi pembibitan mangrove sebanyak 1.600 orang, bimbingan teknis kader digital untuk mendukung desa cerdas (smart village) sebanyak 235 orang, pendampingan tenaga kerja bidang pendidikan sebanyak 175 orang, pemberian paket bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terhadap tenaga kerja bidang pendidikan, pelatihan pencegahan stunting untuk 950 tenaga kerja bidang kesehatan, serta pelatihan untuk 450 orang pelaku pariwisata di desa wisata.
Adapun capaian untuk pengembangan ekonomi lokal di daerah tertinggal hingga triwulan I-2022 di antaranya adalah telah dilaksanakan pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sumber daya ekonomi di daerah tertinggal melalui BUM Desa dan BUM Desa Bersama serta pelatihan mengenai optimalisasi rencana bisnis dalam pengembangan BUM Desa yang berkelanjutan di daerah tertinggal yang diikuti oleh 130 orang. Pada tahun 2021 juga telah ditetapkan Perpres No. 105/2021 tentang Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024 sebagai dokumen perencanaan pembangunan daerah tertinggal untuk periode lima tahun dan merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Dalam rangka pembangunan kawasan perbatasan, pada tahun 2021 telah dilaksanakan berbagai upaya pemerataan pembangunan dan peningkatan tata kelola di 222 kecamatan lokasi prioritas (lokpri) yang difokuskan pada 56 kecamatan. Kegiatan yang dilakukan di antaranya berupa peningkatan pelayanan sarana prasarana dasar (pendidikan, kesehatan, dan penyediaan listrik), peningkatan konektivitas (pembangunan jalan paralel, pembangunan pelabuhan, penyediaan akses internet, dan pembangunan Base Transceiver Station (BTS)), serta peningkatan kemandirian masyarakat di kawasan perbatasan melalui penyediaan sarana prasarana perdagangan dan fasilitasi kewirausahaan. Selanjutnya untuk mendukung pertumbuhan wilayah, dilaksanakan kegiatan pembangunan di 18 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang diarahkan untuk dapat menjadi epicentrum pengembangan kawasan ekonomi di perbatasan negara. Berdasarkan hasil pengukuran Indeks Pengelolaan Kawasan Perbatasan (IPKP), nilai rata-rata IPKP di 18 PKSN pada tahun 2021 sebesar 0,45. Angka tersebut meningkat dari tahun 2020 sebesar 0,43. Peningkatan ini dikontribusikan oleh berbagai kegiatan pembangunan antara lain pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN), penyediaan transportasi darat, laut, dan udara, serta pembangunan sarana prasarana perekonomian. Selain itu, percepatan pembangunan kawasan ekonomi di perbatasan juga didorong dengan adanya Inpres No. 1/2021 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Perbatasan Aruk, Motaain, dan Skouw dengan beberapa kegiatan di antaranya (1) pengembangan sentra industri dan pengolahan komoditas unggulan lokal, seperti jeruk, lada, kelapa, jagung, beras; (2) pengembangan bidang peternakan melalui pengembangan kawasan peternakan terpadu, penyediaan bibit sapi, pembangunan rumah potong hewan standar ekspor; dan (3) dukungan infrastruktur pemasaran berupa penyiapan terminal barang internasional dan showcase di kawasan PLBN Skouw, termasuk pembangunan jalan terminal dan pengembangan jaringan telekomunikasi. Untuk semester I-2022, pembangunan kawasan perbatasan negara akan melanjutkan penanganan pada 56 kecamatan lokpri lainnya, sehingga target penanganan tahun 2022 menjadi 112 kecamatan lokpri dan 18 PKSN. Beberapa kegiatan pembangunan lanjutan yang dilakukan di antaranya pemenuhan sarana prasarana layanan dasar, peningkatan potensi ekonomi dan tata kelola pemerintahan hingga penyelesaian amanat Inpres No. 1/2021 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Perbatasan Aruk, Motaain, dan Skouw.
Adapun untuk pembangunan desa dan kawasan perdesaan pada periode 2020-2024, diarahkan pada pengentasan 10.000 desa tertinggal dan peningkatan 5.000 desa mandiri serta pengembangan 62 Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN). Capaian utama pembangunan desa dan kawasan perdesaan pada tahun 2021 di antaranya adalah (1) tercapainya 2.906 desa mandiri serta menurunnya desa tertinggal dan sangat tertinggal menjadi 13.215 desa berdasarkan status pembangunan desa yang diukur melalui Indeks Desa; (2) tingkat kemiskinan perdesaan menurun menjadi 12,53 persen; (3) tercapainya peningkatan status pembangunan KPPN yang diukur melalui Indeks Desa Tahun 2021 dan tingkat pertumbuhan ekonomi sebagai proksi dari Indeks Pembangunan Kawasan Perdesaan (IPKP) menjadi 61,70; dan (4) 503 Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dan 8 BUM Desa Bersama yang dikembangkan sebagai upaya pemulihan ekonomi perdesaan.
Secara umum, di tengah pandemi COVID-19 capaian pembangunan desa dan kawasan perdesaan masih mengalami peningkatan terutama ditinjau dari aspek status pembangunan desa, status pembangunan kawasan perdesaan dan penurunan tingkat kemiskinan perdesaan yang terus mengalami penurunan setelah sempat meningkat pada masa awal pandemi. Hal ini salah satunya didorong dengan kebijakan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) sebesar Rp20,28 triliun yang telah disalurkan kepada 5,62 juta keluarga serta kegiatan Padat Karya Tunai Desa yang telah melibatkan 5,07 juta tenaga kerja dimana 50 persennya berasal dari keluarga miskin pada tahun 2021, pembangunan 126 desa wisata, pendampingan terhadap 74.961 desa, serta peningkatan kapasitas untuk 2.232 aparatur desa dan 9.352 masyarakat desa yang diselenggarakan melalui 3 balai pelatihan pemerintah desa dan 9 balai pelatihan masyarakat desa.
Adapun capaian revitalisasi kawasan transmigrasi pada tahun 2021 yaitu tercapainya rata-rata nilai indeks perkembangan 52 kawasan transmigrasi yang direvitalisasi sebesar 51,85. Terdapat 28 dari 52 kawasan transmigrasi yang memiliki nilai indeks perkembangan kawasan transmigrasi lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan pada tahun 2021. Capaian nilai IPKT tersebut didukung oleh capaian pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi yang meliputi (1) terbangunnya 572 unit rumah transmigran dan jamban keluarga; (2) terbangunnya 13 unit fasilitas umum; (3) terbangunnya jembatan dengan panjang total 185,74 meter dan jalan sepanjang 58,55 km; (4) terbangunnya jaringan drainase/irigasi sepanjang 20,48 km; (5) terbangunnya sejumlah 41 unit sarana air bersih standar; (6) terbangunnya 2 unit bangunan air/embung di satuan permukiman pada kawasan transmigrasi prioritas nasional; (7) tersedianya bantuan sarana produksi pertanian untuk 14.231 keluarga transmigran, dan (8) terfasilitasinya penerbitan sertifikat hak milik untuk 17.458 bidang tanah transmigran. Pembangunan tersebut dilanjutkan pada tahun 2022 sebagai upaya untuk mencapai target rata-rata nilai IPKT di 52 kawasan transmigrasi sebesar 53,12. Kegiatan yang telah dilakukan pada triwulan I-2022 ini antara lain persiapan pembangunan 52 unit sarana perumahan, 15 unit fasilitas umum, dan jembatan sepanjang 436 meter di kawasan transmigrasi.
Adapun kegiatan yang telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Kawasan Transmigrasi Lamunti-Dadahup pada tahun 2021 di antaranya adalah (1) pembangunan 103 unit rumah transmigrasi dan jamban keluarga, serta (2) peningkatan kapasitas 1.200 transmigran untuk mengelola 2.610 hektare.
Permasalahan dan Kendala
Kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, perdesaan, dan transmigrasi tahun 2021 mengalami kendala karena masih adanya pandemi COVID-19 serta refocusing anggaran yang menyebabkan tertundanya sejumlah pelaksanaan kegiatan yang mendukung capaian target 2021. Adapun permasalahan dan kendala secara umum yang dihadapi dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, perdesaan dan transmigrasi adalah (1) belum optimalnya pengembangan komoditas unggulan dari hulu ke hilir; (2) masih rendahnya kompetensi tenaga kerja akibat terbatasnya pendidikan dan pelatihan vokasi bagi masyarakat; (3) belum meratanya ketersediaan sarana dan prasarana dasar seperti akses terhadap air bersih, layanan pendidikan dan kesehatan, bahan bakar, energi listrik, serta jaringan telekomunikasi dan informatika; (4) tingginya kesenjangan antarwilayah yang disebabkan keterbatasan aksesibilitas dan konektivitas antarwilayah, serta integrasi antarmoda; serta (5) belum optimalnya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program dan kegiatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, perdesaan, dan transmigrasi antarpemangku kepentingan.
Pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, perdesaan, serta transmigrasi merupakan kegiatan yang mendukung pencapaian PN, terutama untuk PN 2 (Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan Pembangunan Wilayah). Arah kebijakan pada kegiatan-kegiatan tersebut di tahun 2022 masih sejalan dengan rumusan tahun 2021. Secara umum, arah kebijakan untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, perdesaan, dan transmigrasi difokuskan pada (1) pemulihan ekonomi masyarakat dan kawasan, (2) perluasan akses sarana dan prasarana, (3) peningkatan kapasitas SDM, dan (4) penguatan tata kelola serta koordinasi.
Adapun strategi yang dirumuskan dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, perdesaan, dan transmigrasi dilakukan dengan (1) menguatkan BUM Desa, BUM Desa Bersama, dan pengembangan desa wisata serta penajaman prioritas penggunaan Dana Desa; (2) mengembangkan produksi dan pengolahan nilai tambah komoditas unggulan bernilai ekonomis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; (3) memperluas akses serta penyediaan prasarana dan sarana untuk pemenuhan pelayanan dasar; (4) melakukan pemanfaatan teknologi dan informasi untuk mendukung pengembangan digitalisasi ekonomi, layanan pendidikan, kesehatan (telemedicine), dan pelayanan publik lainnya; (5) melakukan penguatan dan optimalisasi tata kelola desa melalui peningkatan kapasitas sumber daya masyarakat dan pemerintah desa yang partisipatif dan kontekstual; dan (6) melaksanakan koordinasi antarsektor maupun antara pemerintah pusat-daerah melalui forum-forum, baik di tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, maupun evaluasi.