Ekonomi Indonesia

Optimis Ekonomi Indonesia 2022 Semakin Membaik

(Beritadaerah-Kolom) Mengenang kembali sembilan bulan yang lalu bagaimana prediksi dilakukan oleh para pakar ekonomi mengenai Ekonomi Indonesia tahun 2022.

Perekonomian Indonesia akan pulih dan semakin membaik. Pada tahun 2022, perekonomian Indonesia diprakirakan akan mencapai 4,7-5,5%, dari 3,2-4,0% pada tahun 2021, terutama didukung oleh konsumsi swasta yang meningkat dan kinerja ekspor serta belanja fiskal Pemerintah yang tetap terjaga.

Hal ini sejalan dengan mobilitas yang terus meningkat, pembukaan sektor ekonomi yang luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut. Demikian mengemuka dalam Webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI),  (23 Desember 2021) dengan mengusung tema “Outlook Perekonomian Jakarta 2022: Herd Immunity dan Pemulihan Ekonomi”.

Ketua Umum Pengurus Pusat ISEI, Dr. Perry Warjiyo, menyampaikan 3 pesan utama. Pertama optimis bahwa pemulihan ekonomi di tahun 2022 akan semakin membaik, baik di tingkat nasional maupun di DKI Jakarta.

Kedua, terus memperkuat sinergi, memperkuat peran ISEI untuk membangun sinergi yang kuat antara berbagai pihak baik akademisi, pebisnis, dan Pemerintah dalam mendorong sumber pertumbuhan ekonomi baru, mendorong digitalisasi, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau.

Ketiga, terus membangun landasan bagi perekonomian Indonesia menuju Indonesia maju, dengan ciri-ciri pemanfaatan teknologi digital, inklusif, dan hijau.“Penyelenggaran kegiatan webinar ini diharapkan dapat membangun optimisme untuk tahun 2022 yang lebih baik, khususnya untuk terus mendorong perekonomian Jakarta sebagai pusat episentrum yang turut mendorong perekonomian nasional, serta sebagai wujud nyata komitmen ISEI, baik pusat maupun seluruh cabang untuk terus bersinergi membangun negeri,” ungkap Dr. Perry.

Turut hadir sebagai moderator, Kepala Humas Perpajakan Ditjen Pajak RI, Ani Natalia, serta narasumber webinar, yaitu Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi DKI Jakarta, Mochammad Abbas, Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta, Onny Widjanarko, dan Chief Economist Bank BTN, Winang Budoyo.

Mochammad Abbas, Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi DKI Jakarta, menyampaikan perekonomian DKI Jakarta di tahun 2022 diproyeksikan akan lebih membaik dibandingkan dengan periode sebelumnya.

Untuk terus mendorong pemulihan ekonomi di DKI Jakarta terdapat beberapa strategi antara lain dengan memastikan kebutuhan pangan, mengembangkan UMKM dan ekonomi kreatif, menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja sekaligus mengurangi tingkat pengangguran, dan menjaga iklim investasi.

Onny Widjanarko, Kepala Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta, menyampaikan terdapat dua sektor yang menarik dan terus meningkat pertumbuhannya serta berpeluang untuk terus mendorong perekonomian DKI Jakarta, yaitu transportasi dan perdagangan, serta informasi dan komunikasi. Kenaikan sektor usaha ini sejalan dengan kenaikan bisnis e-commerce di tengah meningkatnya digitalisasi, termasuk digitalisasi UMKM.

Senada dengan hal itu, Winang Budoyo, Chief Economist Bank BTN, menyampaikan perlunya upaya untuk menciptakan UMKM-UMKM baru. Upaya ini dilakukan antara lain dengan kerja sama dengan perguruan tinggi dan organisasi masyarakat dalam program penciptaan UMKM , pendampaingan bagi UMKM baru, dan dukungan pembiayaan UMKM.

Melalui kegiatan webinar ini, seluruh peserta yang hadir diharapkan bisa mendapatkan insight positif, mencermati peluang dan tantangan perekonomian tahun 2022, serta mempersiapkan strategi terbaik menyambut tahun 2022 guna mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Kondisi Akhir Ekonomi Indonesia 

Jalur ekonomi Indonesia sedang ditransformasikan oleh serangkaian guncangan global (global shock). Indonesia tidak memiliki ketidakseimbangan (overheating demand) yang sama dengan ekonomi G7. Scarring effect of the Pandemic (bekas luka akibat pandemi) masih terasa di rumah tangga dan korporasi. Sebaliknya, risiko bagi Indonesia berasal dari implikasi guncangan terhadap G7 dan efektivitas respons kebijakan Indonesia, khususnya kebijakan fiskal dan moneter, terhadap guncangan tersebut.

Indonesia telah meningkatkan defisit anggaran di atas 3 persen namun dengan adanya permintaan barang dan jasa yang melonjak akibat terjadinya stimulus maka harga-harga komoditas telah mengalami kenaikan yang sangat tinggi. Mulai dari 2021 satu pada semester II. Saat ini harga-harga komoditas masih dalam posisi yang sangat tinggi, menguntungkan bagi Indonesia namun sekaligus beban atapun resiko tersendiri.

Indonesia memiliki respons kebijakan yang supportive dan commodity boom sehingga memiliki pertembuhan ekonomi yang cukup baik. Dimulai kuartal I 2021 dan terus terjadi hingga kuartal II 2022. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,44 persen pada kuartal II tahun 2022. Ini adalah pertumbuhan yang tinggi di saat seluruh dunia menghadapi inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga yang mengancam resesi. IMF telah merevisi outlook dari pertumbuhan ekonomi dunia. Hampir semua negara mengalami koreksi yang sangat dalam dari proyeksi tahun 2022 hingga tahun 2023.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah hasil dari kebijakan yang tepat antara fiskal, moneter maupun sektor keuangan. Ini adalah bekal bagi Indonesia menghadapi ketidakpastian.

Peningkatan harga komoditas yang cukup ekstrem dapat juga menimbulkan ekses yang harus diwaspadai. Harga komoditas yang tinggi membuat Indonesia menikmati dari sisi APBN windfall revenue hingga 420 triliun rupiah. Dari sisi neraca pembayaran terjadi surplus di current account yang menimbulkan daya tahan terhadap perekonomian kita. Transaksi berjalan mencatat surplus sebesar 3,9 miliar dolar AS (1,1% dari PDB). Hal ini disebabkan karena neraca perdagangan kita yang mencatatkan surplus sebesar mencapai 29,17 miliar dolar AS pada Januari-Juli 2022. Terjadi kenaikan 83 persen dari tahun lalu pada periode yang sama. Ekspor naik 36% sementara impor tumbuh 29%. Semua ini menggambar ekonomi Indonesia meningkat terutama dari sektor manufaktur.

Foreign Direct Investment (FDI) meningkat pada semester I 2022 mencapai sebesar 310 triliun rupiah, yang tumbuh sebesar 35,8 persen dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi ini cukup merata disumbangkan oleh kontribusi ekspor yang melonjak tinggi. Namun juga konsumsi dan investasi mengalami kenaikan yang cukup sehat. Dengan demikian tingkat penggangguran dan kemiskinan mulai dapat diturunkan kembali.

Baca juga : Indonesia Optimis Hadapi Ketidakpastian Global

Kondisi ekonomi Indonesia yang positif tidak berarti bahwa Indonesia tidak mengalami tekanan. Harga-harga energi dan pangan yang tinggi, seperti harga minyak goreng yang meningkat imbas dari produksi minyak goreng dari Sun Flower terdisrupsi karena perang Ukraina. Gandum, pupuk mengalami hal yang sama.

Situasi inilah yang menimbulkan kompleksitas, APBN sebagai instrumen keuangan negara terus menjadi instrumen yang diandalkan. Pada masa pandemi karena kebijakan counter cyclical terjadi defisit di atas 6 persen pada APBN. Namun tahun 2021 telah turun dibawah 5 persen, dan diharapkan tahun 2022 kembali turun karena adanya commodity boom.

Ekonomi Indonesia

APBN juga adalah instrumen untuk menyerap tekanan dari eksternal, misalnya dari harga-harga minyak, harga-harga pangan, maka APBN perlu menjadi shock absorber.

Tahun ini Indonesia dihadapkan pada situasi yang dilematis kenaikan harga minyak hingga 100 dolar AS per barel. Kondisi ini telah dicoba diatasi dengan menaikan subsidi BBM hingga lebih dari tiga kali lipat. Dari 152 triliun rupiah menjadi 502,4 triliun rupiah.

Namun lonjakan subsidi ini ternyata belum mencukupi. Konsumsi energi melonjka tinggi dan harga minyak tetap tinggi. Selain itu kurs rupiah kita mengalami tekanan akibat kenaikan suku bunga di Amerika Serikat yang menyebabkan capital outflow.

 Inilah sebabnya pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM, yang memiliki dimensi politik dan sosial. Ada trade off atau opportunity cost, apabila tetap dilakukan subsidi BBM dengan kehilangan kesempatan membangun banyaknya fasilitas produktif, pendidikan, kesehatan yang sedemikian dibutuhkan oleh masyarakat.