(Beritadaerah – Jakarta) Dalam rangka mempercepat pembangunan energi baru terbarukan (EBT), Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang mendorong pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), baik PLTS Atap skala kecil, PLTS Terapung, maupun PLTS dengan skala besar yang tersebar di seluruh Indonesia. Upaya ini dilakukan dengan mempertimbangkan waktu pembangunan yang cepat dan kompetitif dari segi harga,
Seperti diketahui, bahwa Indonesia memiliki potensi dan peluang besar untuk dapat memproduksi energi baru terbarukan (EBT), terlebih lagi sumber energi bersih yang dimiliki sangat beragam dan melimpah, di antaranya potensi energi air, panas bumi, dan biogas.
“EBT adalah sebuah keniscayaan, daripada menunggu, lebih bagus kita inisiasi. Jika harus berdampingan dengan energi baru terbarukan, kita sudah siap, paling tidak kita harus persiapkan dari sekarang,” kata Said.
Sementara itu, hal senada juga disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, EBT dapat menjadi modal besar untuk pengembangan ekonomi dengan segala potensi yang dimiliki Indonesia. Pemerintah sudah memulainya penggunaan EBT dari penggunaan biodiesel. Dimana dari satu liter biodiesel, 30 persennya sudah gunakan minyak yang bersumber dari sawit.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif juga meminta pemerintah daerah dapat membuat kebijakan yang mengarah pada pengembangan EBT. Langkah itu didorong untuk mendukung pemerintah pusat dalam mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025.
Dalam lima tahun ke depan, Pemerintah Pusat menargetkan penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik mencapai 27,28 GW. Ini berarti total kapasitas pembangkit listrik Indonesia hingga 2024 mencapai 96,98 GW terdiri dari pembangkit fosil sebesar 18,28 GW (67,0%) dan pembangkit EBT sebesar 9,05 GW (33,0%).
Diproyeksikan kebutuhan investasi untuk penambahan kapasitas pembangkit listrik mencapai USD 36 miliar atau sekitar Rp 504 triliun (asumsi Rp14 ribu per dolar AS), yang terdiri dari pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) dan non-EBT.
Handi Fu/Journalist/BD
Editor: Handi Fu