Program Listrik Pedesaan Papua

(Beritadaerah) – Papua) Listrik telah menjadi kebutuhan pokok bagi seluruh masyarakat tak terkecuali masyarakat terpencil di pedesaan. Sesuai dengan program Pemerintah yakni Rasio Desa Berlistrik (RDB) 100% pada tahun 2021 dan Rasio Elektrifikasi (RE) 100% pada tahun 2022, maka diperlukan pembangunan infrastruktur kelistrikan baik berupa perluasan jaringan distribusi serta pembangunan pembangkit listrik isolated pada daerah-daerah yang masih belum berlistrik. Untuk peningkatan RE dan RDB, PT PLN (Persero) juga didukung oleh Kementerian ESDM melalui program Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE), yang sudah dimulai sejak tahun 2017. Program LTSHE memiliki masa garansi selama 3 (tiga) tahun, diharapkan PT PLN telah dapat melistriki lokasi- lokasi desa LTSHE yang akan habis masa garansinya.

Oleh karena itu PT PLN mempunyai beberapa program pembangunan infrastruktur kelistrikan untuk meningkatkan RE dan RDB serta menggantikan Program LTSHE yang telah habis garansinya. Saat ini, sesuai data TW IV tahun 2020 RE Provinsi Papua sudah mencapai 94,44%. Sementara itu pencapaian RDB per TW IV 2020 sudah mencapai 94,71% dari 5.521 desa di Provinsi Papua yang meliputi 1.255 desa berlistrik PLN, 1.578 desa berlistrik non PLN dan 2.396 desa berlistrik LTSHE. Pencapaian rasio desa berlistrik tersebut diperoleh melalui program listrik pedesaan oleh PLN, yang juga didukung dengan program LTSHE oleh Kementerian ESDM, selain itu ditambah dengan program listrik Non PLN baik melalui swadaya masyarakat maupun oleh Pemerintah Daerah setempat.

Ekspedisi Papua Terang (EPT) – 1.000 Renewable Energy for Papua

Salah satu kendala dalam melistriki desa khususnya untuk Wilayah Operasi Maluku dan Papua adalah akurasi data desa mengingat sulitnya geografis di daerah tersebut. Selain masih banyaknya desa di Provinsi Papua yang belum memiliki data desa tersebut, terdapat juga desa yang datanya sudah tidak akurat akibat adanya desa-desa baru hasil pemekaran desa yang belum tervalidiasi. Tingginya keterikatan budaya lokal menyebabkan jumlah lokasi pemukiman (desa/kampung) umumnya berada pada lokasi dengan kondisi geografis yang relatif lebih ekstrim dan variatif seperti pada puncak gunung, rawa dan pesisir laut atau sungai yang besar. Hal tersebut menyebabkan akses ke lokasi suatu desa sangat sulit dilakukan dengan cara biasa.

Melalui program Ekspedisi Papua Terang (EPT) kebutuhan data survei untuk mempercepat peningkatan rasio elektrifikasi melalui program listrik perdesaan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat seperti detail desa antara lain lokasi desa (koordinat), kondisi geografi, data demografi (jumlah penduduk, sosial ekonomi, budaya), serta potensi desa untuk dapat direncanakan skema pembangunan sistem kelistrikan yang paling efektif.

Dari data-data yang sudah diperoleh tersebut kemudian dicanangkanlah program 1.000 Renewable Energy for Papua. Program ini fokus mengunakan energi baru dan terbarukan untuk memasok listrik di daerah-daerah pedesaaan dan terpencil, mengingat banyaknya potensi energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan di bumi Papua, seperti surya, air, angin dan juga biomassa.

Metode Penyediaan Listrik Desa dengan “Tabung Listrik”

Dengan rasio elektrifikasi yang lebih rendah dibanding provinsi lainnya di Indonesia, pembangunan sarana sistem tenaga listrik bagi provinsi-provinsi di Wilayah Operasi Maluku Papua (Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat) harus dipercepat. Kondisi geografis dan sebaran penduduk menjadi faktor utama lambatnya pembangunan sarana tenaga listrik yang dilakukan dengan cara dan teknik yang sudah ada, diantaranya melalui ekspansi jaringan. Untuk mengatasi kendala tersebut, alternatif solusi penggunaan battery energy storage system (BESS) yang disebut “APDAL” sebagai alat penyimpanan energi listrik yang diproduksi dari pembangkit energi baru dan terbarukan akan dikembangkan dan diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan listrik di area terpencil.

Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi baterai sekunder (isi ulang) yang memiliki kapasitas penyimpanan lebih besar, ukuran fisik yang lebih kecil, umur pakai yang lebih panjang, maka kebutuhan energi listrik untuk penggunaan rumah tinggal dapat dikemas dalam satu kemasan yang mudah dimobilisasi oleh perorangan dalam penggunaan dan pemeliharaannya. Salah satu jenis baterai yang dapat digunakan adalah jenis Lithium Ion (Li-Ion). APDAL merupakan suatu BESS yang berisi sejumlah sel baterai Lithium-Ion sebagai penyimpan sementara energi listrik (energy storage) yang didalamnya dilengkapi dengan alat pengatur energi (EMS: Energy Management System). Terminal keluaran pada Baterai Pintar PLN ini memiliki fasilitas penyediaan listrik tegangan DC 24 Vdc atau 48 Vdc juga tegangan AC 220 Volt dengan varian kapasitas energi 300Wh, 600 Wh dan 1.000 Wh yang cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat selama 3-7 hari per rumah tangga.

Pengisian ulang APDAL dilakukan di stasiun pengisian yang disebut SPEL (Stasiun Pengisian Energi Listrik). Energi listrik di SPEL dipasok melalui PLTS, PLT Bayu, PLTMH/Pikohidro atau dengan pembangkit biomassa yang tersedia sebagai energi lokal setempat yang dibangun mendekat pelanggan di desa atau

memanfaatkan energi ekses dari sub sistem tenaga listrik terdekat atau bahkan dilakukan pada suatu sistem tenaga listrik besar di lokasi lain tergantung kondisi mana yang paling efektif dan efisien.
Dengan APDAL ini, maka instalasi dan peralatan listrik rumah juga diharapkan menggunakan tegangan DC. Kontinuitas suplai listrik dapat dilakukan dengan cara penyediaan APDAL cadangan, sehingga saat pengisian ulang, APDAL cadangan telah terisi penuh. Pola pelayanan ini dapat dioptimalkan dengan pola swap agar tidak terjadi antrian pengisian. Dengan APDAL, pelanggan di daerah pedalaman dan terisolir dapat menikmati suplai listrik dengan baik tanpa adanya gangguan yang berasal dari jaringan listrik.