Bauran Energi

Rencana Penambahan Kapasitas Pembangkit Listrik Kalimantan

(Beritadaerah- Kolom) Selama periode tahun 2021-2030 di Sistem Khatulistiwa direncanakan memiliki tambahan pasokan dengan kapasitas total sebesar 847 MW. Tambahan kapasitas pembangkit tahun 2021-2030 adalah 2,8 GW atau penambahan kapasitas rata-rata sekitar 280 MW per tahun. Porsi terbesar penambahan pembangkit adalah PLTA/PLTM 1,18 GW (42,1%) berupa PLTA 1,15 GW dan PLTM 28 MW, kemudian PLTU Batubara yang mencapai 550 MW (19,6%), disusul PLTG/MG/GU 513 MW (18,3%), pembangkit EBT lainnya 459 MW (16,4%) berupa PLT biomasa 85,7 MW, PLTS 303,7 MW dan PLTB 70 MW serta PLT EBT base 100 MW (3,6%).

Skema impor dari Sistem Serawak dilakukan sebagai antisipasi keterlambatan proyek PLTU di Kalbar. Setelah ketersediaan energi di Kalbar sudah dapat dipenuhi secara mandiri, skema impor dapat diganti dengan energy exchange yang memanfaatkan perbedaan waktu beban puncak antara Sistem Khatulistiwa di Kalbar dengan sistem kelistrikan Serawak. Skema ini memungkinkan sistem kelistrikan Kalbar untuk mengimpor listrik pada waktu beban puncak dan mengekspor listrik di luar waktu beban puncak. Saat Sistem Khatulistiwa memiliki cadangan pembangkit yang cukup guna memasok listrik untuk kebutuhan sendiri dan dengan memanfaatkan perbedaan waktu beban puncak di Sistem Kalbar dan Sistem Serawak, maka skema energy exchange dapat dilaksanakan. Skema ini dapat mengoptimalkan operasi di kedua sistem. Untuk Sistem Khatulistiwa sendiri, skema ini dapat membantu peningkatan indeks kekuatan sistem dan keandalan sistem.

Beberapa proyek strategis di Sistem Khatulistiwa antara lain: Proyek pembangkit FTP1 yaitu PLTU Parit Baru (2×50 MW) dan PLTU Pantai Kura-Kura (2×27,5 MW) yang berfungsi untuk memasok kebutuhan listrik 
pada beban dasar Sistem Kalbar. 


Pembangkit follower yaitu PLTG/GU Kalbar/Pontianak yang akan memasok kebutuhan listrik langsung ke pusat beban di Pontianak. Proyek pembangkit PLTU yang dibangun oleh IPP antara lain PLTU Kalbar 1. Proyek-proyek strategis tersebut diupayakan untuk tidak mundur dari COD yang ditargetkan. Kemunduran dari jadwal dapat menyebabkan dampak yang signifikan terhadap kemampuan sistem untuk memasok pelanggan dan keandalan sistem. Dalam rangka penambahan pembangkit, dapat dilakukan juga relokasi mesin pembangkit dari sistem yang surplus, dengan demikian waktu COD pembangkit tambahan memiliki risiko keterlambatan yang lebih kecil. PLN telah mempertimbangkan dan mengevaluasi rencana pasokan untuk Sistem Khatulistiwa sehingga tidak akan terjadi defisit daya. Telah dilakukan upaya penyelesaian proyek-proyek pembangkit terkendala di Kalimantan Barat. COD pembangkit FTP 1 (PLTU Pantai Kura-kura 2×27,5 MW dan Parit Baru 2x 50 MW) sudah mempertimbangkan workability penyelesaian proyek. Selain itu, untuk kecukupan pasokan di Sistem Khatulistiwa juga direncanakan relokasi PLTG/GU dari Sistem Jawa-Bali dengan waktu penyelesaian yang wajar.

Interkoneksi antara Sistem Khatulistiwa dan Sistem Kalseltengtimra juga dilakukan untuk meningkatkan pasokan dan keandalan di Sistem Khatulistiwa.Rencana pembangkit maupun interkoneksi untuk pasokan dan keandalan di Sistem Khatulistiwa sudah cukup sehingga belum membutuhkan penggantian dengan alternatif pembangkit EBT. Selain itu, implementasi EBT PLTN Small Modular Reactor (SMR) masih memerlukan kajian yang lebih mendalam baik dari sisi fuel-sustainability, sosial, keekonomian maupun regulasi. Selama periode tahun 2021-2030, Sistem Kalseltengtimra direncanakan memiliki tambahan pasokan dengan kapasitas total mencapai 2.151 MW.

Interkoneksi dengan Kalimantan Utara direncanakan akan tersambung pada tahun 2022 setelah transmisi Sangatta-Tanjung Redep selesai. Interkoneksi dengan sistem tenaga listrik Tarakan direncanakan pada tahun 2023.Beberapa proyek pembangkit strategis pada Sistem Kalseltengtimra antara lain: Proyek pembangkit FTP2 yaitu PLTG/MG Bangkanai 140 MW. Proyek pembangkit reguler yaitu PLTU Kalselteng 2 (2×100 MW). Proyek pembangkit yang berbahan bakar gas/LNG antara yaitu PLTG/MG/GU/MGU Kalsel (200 MW), PLTG/MG/GU/MGU Kalteng (100 MW), PLTG Kaltim Peaker 2 (100 MW), PLTGU Kaltim Add on Blok 2 (80 MW) serta PLTGU Kalsel 1 (100 MW).

Pembangunan PLTMG berbahan bakar dual fuel di sistem isolated di Kalimantan Utara untuk memenuhi kebutuhan beban di daerah tersebut yang tumbuh pesat setelah terbentuk Provinsi Kalimantan Utara. Pembangunan PLTA untuk memanfaatkan potensi energi setempat antara lain PLTA Tabang (90 MW), PLTA Kelai (55 MW) dan Sesayap (90 MW) yang direncanakan memanfaatkan potensi dari Sungai Kayan. Selain proyek di atas, dikembangkan juga PLTA Kaltimra tersebar sebesar 800 MW untuk mendukung pengembangan ibu kota negara (IKN) baru yang berbasis energi baru dan terbarukan. Dalam rangka penambahan pembangkit untuk kecukupan pasokan di Sistem Kalseltengtimra juga direncanakan relokasi PLTG/GU dari Sistem Jawa-Bali dengan waktu penyelesaian yang wajar.

Kalimantan Utara memiliki sumber energi baru terbarukan hidro yang berpotensi untuk dikembangkan. Potensi PLTA yang cukup besar ini dapat dikembangkan sendiri oleh PLN atau oleh swasta dengan tetap memperhatikan kriteria pengembangan pembangkit yaitu keseimbangan supply-demand, kesiapan sistem dan keekonomian. Mempertimbangkan kriteria pengembangan tersebut, maka pembangkit yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan listrik, kesiapan sistem dan memperhatikan biaya sehingga tidak merugikan PLN. Namun, tantangan terbesar pengembangan pembangkit adalah ketidakpastian demand. Risiko ketidakpastian ini dapat berakibat overestimated ataupun underestimated infrastruktur ketengalistrikan, khususnya pembangkit.

Di Kalimantan Utara sendiri terdapat potensi PLTA hingga 9 GW. Rencana pengembangan PLTA di daerah tersebut juga dilakukan untuk mendukung pengembangan kawasan industri REBID (renewable energy based on industrial development). Pengembangan PLTA akan dilakukan berbasis demand. Jika PLTA di Kaltara dikembangkan oleh swasta, maka risiko ketidakpastian demand dapat berakibat pada kerugian PLN sebagai off taker. Oleh karena itu, maka opsi jual beli dengan skema take-and-pay adalah opsi yang tepat agar beban dan risiko dari ketidakpastian tidak dibebankan ke PLN.