PLN

Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang Intermittent

(Beritadaerah-Kolom) Pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) khususnya pembangkit yang bersifat intermittent atau Variable Renewable Energy (VRE) baik utility scale maupun terdistribusi, memiliki karakter yang berbeda dengan pembangkit jenis lainnya, sehingga dalam integrasinya ke sistem harus memperhatikan dan memenuhi hal-hal di bawah ini:

  1. Produksi energi dari PLTS dan PLTB harus terprediksi dengan proyeksi perubahan cuaca (weather forecast) karena sifatnya yang intermittent. Dalam rangka menjaga kestabilan sistem, produksi PLTS dan PLTB harus dapat diprediksi dengan akurat, sehingga pengembangan pembangkit PLTS dan PLTB harus dilengkapi dengan peralatan sensor cuaca (contoh: pyranometer untuk PLTS dan anemometer untuk PLTB, serta peralatan sensor lainnya) yang harus terintegrasi dengan sistem komunikasi di Control Center PLN sehingga dapat dimonitor dan memiliki resolusi dalam satuan waktu tertentu.
  2. Produksi PLTS dan PLTB tidak mengganggu kestabilan sistem. Karakter intermittent dari PLTS dan PLTB agar tidak mengganggu kestabilan sistem agar diantisipasi oleh satu atau lebih solusi, antara lain:
    • Instalasi dan operasi untuk peralatan-peralatan pengaturan frekuensi 
otomatis dan pengatur tegangan otomatis pada seluruh pembangkit konvensional baik pembangkit existing maupun pembangkit baru harus menaati aturan jaringan yang berlaku.
    • Perubahan pola operasi pembangkit dengan kemampuan high ramping rate yang disesuaikan dengan operasi dari PLTS dan PLTB.
    • Instalasi battery energy system storage (BESS) sebagai buffering.
    • PLTA Pumped Storage dengan teknologi variable speed drive pada motor pompa.
    • Solusi-solusi buffering 
lainnya
  3. Diperlukan antisipasi untuk pembangkit VRE yang terkoneksi ke sistem dengan menggunakan power electronic karena tidak memiliki inersia sehingga diperlukan beberapa solusi, antara lain:
    • Perubahan pola operasi pembangkit termal konvensional skala besar 
yang dioperasikan untuk menjaga inersia sistem tetapi pembebanannya 
tidak pada kondisi paling optimal.
    • Teknologi inverter yang mampu merespon layaknya governor pembangkit 
termal (virtual inertia).
    • Instalasi synchronous condenser (prioritas untuk pembangkit 
eksisting yang tidak di dispatch).
  4. Diperlukan antisipasi duck curve sebagai akibat produksi PLTS dan rooftop PV yang masif di jaringan distribusi pada siang hari, antara lain:
    • Pemanfaatan pembangkit yang mempunyai ramping rate yang tinggi 
seperti PLTA, pumped storage, PLTG/MG dan BESS.
    • Penentuan technical minimum load dari pembangkit-pembangkit yang 
bersifat base seperti PLTU Batubara dan PLTP, baik secara teknis 
maupun kontraktual.
    • Penentuan kontrak gas yang dapat menyesuaikan dengan pola operasi 
PLTS dan rooftop PV.
    • Pemanfaatan PLTU batubara di Jerman dan Denmark telah dimodifikasi 
(retrofit) untuk dapat beroperasi dengan technical minimum load yang rendah serta ramping rate yang lebih tinggi dan berfungsi sebagai load follower untuk mengimbangi intermiten dari PLTS yang sangat besar. Perlu kajian lanjutan antara penerapan retrofit yang memiliki biaya cukup besar dibandingkan dengan membangun pembangkit load follower berbahan bakar gas yang investasinya lebih murah namun biaya operasinya lebih tinggi.
  5. Setiap peralatan power electronic pada PLTS dan PLTB yang terkoneksi ke sistem paling tidak memiliki fitur:
    • Kemampuan Low Voltage Ride Through, sehingga saat terjadi gangguan di sistem yang menyebabkan penurunan tegangan, tidak menyebabkan PLTS/PLTB ikut trip.
    • Kemampuan support tegangan seperti jenis pembangkit konvensional lainnya yang tercantum pada Aturan Jaringan yang berlaku. Kemampuan Low Frequency Ride Through, sehingga saat terjadi gangguan di sistem yang menyebabkan penurunan frekuensi, tidak menyebabkan PLTS/PLTB ikut trip.
    • Kemampuan “half” frequency control, yaitu pada saat frekuensi sistem naik namun keluaran daya dari PLTS/PLTB turun dan saat frekuensi sistem turun namun keluaran daya dari PLTS/PLTB tidak boleh turun (tetap).

Seluruh solusi di atas harus dikoordinasikan dan dipenuhi sejak awal pengembangan pembangkit EBT dengan sifat intermiten (VRE) sehingga dapat memenuhi aspek teknis, aspek ekonomis, serta sudah memenuhi aturan jaringan (grid code) dan standar yang berlaku di PLN. Dukungan pemerintah dalam hal ini diperlukan untuk menetapkan dan menekankan pelaksanaan grid code yang mengakomodir isu keandalan sistem akibat injeksi VRE.

Solusi-solusi untuk mempertahankan keandalan sistem akibat adanya injeksi VRE akan berdampak pada penambahan biaya yang menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan VRE di sistem ketenagalistrikan. Selain itu, penetapan pihak yang seharusnya menanggung penambahan biaya juga menjadi isu yang perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Rencana pengembangan VRE khususnya PLTS sudah termasuk PLTS Lisdes, PLTS Dedieselisasi dan PLTS Grid (terkoneksi ke sistem). Sedangkan PLTS Atap tidak di pertimbangkan menjadi bagian dari tambahan kapasitas PLTS dengan catatan:

  • Kapasitas dari PLTS Atap dibatasi sesuai dengan kemampuan Sistem PLN.
  • Dampak PLTS Atap terhadap BPP PLN akan meningkatkan beban Subsidi/Kompensasi.
  •  Tidak ada transaksi dalam skema bisnis PLTS Atap.

Strategi Pengembangan VRE dengan Battery Energy Storage System (BESS)

Pembangkit variable renewable energy (VRE) dicirikan oleh sifat ketidakpastian dan variabilitas akibat fluktuasi daya dari matahari karena pergerakan awan dan fluktuasi kecepatan angin pada pembangkit tenaga angin. Dengan menggabungkan antara battery energy storage system (BESS) dan pembangkit VRE akan mengurangi sifat intermiten pembangkit tersebut.

Fungsi BESS yang di hybrid dengan pembangkit VRE ada bermacam-macam seperti : blackstart, peak shaving, frequency regulated (frequency smoothing) dan sebagai firming capacity. Berikut adalah jenis storage dan aplikasinya pada sistem tenaga listrik seperti ditunjukkan pada tabel berikut :

Jenis Storage dan Aplikasinya pada Sistem Tenaga Listrik

Sumber : IRENA 2019

Dalam mencapai target bauran energi dari EBT sebesar 23% pada tahun 2025 maka pemanfaatan pembangkit VRE pada sistem kelistrikan di Indonesia menjadi masif terutama solar PV, baik yang terkoneksi pada level tegangan tinggi maupun pada distribusi. Penggunaan BESS yang di-hybrid dengan pembangkit VRE untuk mengurangi fluktuasi output daya, mengurangi sifat variability dan kecukupan daya sesuai dengan demand sehingga dapat difungsikan untuk dapat bersaing dengan pembangkit konvensional pemikul beban dasar. Aplikasi BESS yang di-hybrid dengan pembangkit VRE antara lain:

  • Penggunaan BESS sebagai frequency regulation yang mengurangi sifat variability dan fluktuasi daya output dari pembangkit VRE sehingga output daya nya menjadi lebih halus dan tidak menyebabkan fluktuasi tegangan dan frekuensi pada sistem kelistrikan (fungsi smoothing).
  • Penggunaan BESS sebagai firming capacity pada pembangkit VRE dapat memberikan output yang lebih pasti dengan kecukupan daya sesuai dengan demand, sehingga dapat memberikan nilai lebih pada pembangkit VRE untuk dapat bersaing dengan pembangkit konvensional pemikul beban dasar. Namun dari sisi keekonomian, akan diperlukan biaya yang tinggi karena konsep BESS sebagai firming capacity akan membutuhkan kapasitas yang besar.

Pada dasarnya, dalam pengembangan VRE perlu diperhatikan kebutuhan sistem akan tambahan pembangkit dan kesiapan sistem, agar keandalan tetap terjaga. Umumnya penggunaan VRE sedikit banyak akan berpengaruh pada keandalan sistem, sehingga di beberapa sistem dibutuhkan VRE yang dilengkapi baterai baik untuk smoothing, maupun untuk firming.

Penggunaan baterai untuk kebutuhan smoothing biasanya digunakan agar tegangan dan frekuensi sistem tetap dalam batas aman. Demikian pula untuk kebutuhan firming, namun untuk yang kedua biasanya dipersyaratkan untuk sistem yang kuota penambahan pembangkit VRE nya sudah terlewati. Untuk firming, biasanya kebutuhan baterai yang dipersyaratkan relatif besar. Dengan harga baterai yang masih mahal, VRE dengan persyaratan baterai firming akan menghadapi tantangan yang besar karena secara teknis harus bersaing dengan pembangkit base loader yang handal (seperti PLTU dan PLTA) dan secara finansial setidaknya harus setara dengan biaya operasi di beban dasar atau tidak lebih tinggi dari marginal cost sistem.

PLN dan konsultan (LAPI ITB) telah melakukan kajian terkait kuota VRE yang dapat diserap oleh sistem-sistem kelistrikan besar PLN. Setiap sistem mempunyai kuota yang berbeda-beda sesuai dengan kekuatan sistem tersebut menerima VRE dan kebutuhan sistem terhadap jenis pembangkit tertentu.