Bendung Baliase di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Foto: Kementerian PUPR)

Pengembangan Pembangkit Listrik di Provinsi Sulawesi Selatan

(Beritadaerah-Kolom) Kebutuhan listrik di Provinsi Sulawesi Selatan sebagian besar berada di area bagian selatan yaitu di Kota Makassar dan sekitarnya. Sedangkan potensi energi primer (hidro dan gas) berada di bagian utara dan tengah Provinsi ini. Kondisi ini menjadi persoalan tersendiri terkait dengan kestabilan sistem karena transmisi yang menghubungkan pusat pembangkit ke pusat beban sangat panjang. PLTA baru yang direncanakan akan dibangun adalah PLTA Bakaru-II, PLTA Poko dan PLTA Malea.

Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan listrik yang tumbuh cepat, direncanakan akan dibangun pembangkit non BBM dengan lokasi mendekati pusat beban yaitu PLTU batubara di Jeneponto. Beban di Sulsel juga akan dipenuhi dari beberapa pembangkit PLTA antara lain PLTA Poso, PLTA Poko, PLTA Seko, PLTA Tumbuan. Terdapat PLTA lain juga yang potensial untuk dibangun namun masih terkendala belum adanya FS, masalah perijinan dan lainnya. Disamping itu akan dikembangkan pembangkit EBT lain seperti PLTB di Sulawesi Selatan. Mengingat besarnya potensi angin di area-area tersebut dan kebutuhan listrik yang cukup besar, pengembangan lebih lanjut dari PLTB sebesar 60 MW masih dimungkinkan. Namun, dengan dikembangkannya pembangkit yang bersifat intermittent, maka dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada stabilitas sistem kelistrikan di Sulawesi Bagian Selatan. Oleh karena itu, kesiapan pembangkit follower sangat dibutuhkan. Opsi lain adalah dengan menyediakan Battery Energy Storage System (BESS) sehingga dampak intermittency terhadap sistem dapat dieliminasi.

Rencana Pengembangan VRE di Sistem Sulbagsel

Penggunaan baterai untuk kebutuhan smoothing biasanya digunakan agar tegangan dan frekuensi sistem tetap dalam batas aman. Demikian pula untuk kebutuhan firming, namun untuk yang kedua biasanya dipersyaratkan untuk sistem yang kuota penambahan pembangkit VRE nya sudah terlewati. Untuk firming, biasanya kebutuhan baterai yang dipersyaratkan relatif besar. Dengan harga baterai yang masih mahal, VRE dengan persyaratan baterai firming akan menghadapi tantangan yg besar karena secara teknis harus bersaing dengan pembangkit base loader yang handal (seperti PLTU dan PLTA) dan secara finansial setidaknya harus setara dengan biaya operasi di beban dasar atau tidak lebih tinggi dari marginal cost sistem.

PLN dan LAPI ITB telah melakukan kajian terkait kuota VRE yang dapat diserap oleh sistem-sistem kelistrikan besar PLN. Untuk Sistem kelistrikan Sulbagsel contohnya. Sistem ini hingga tahun 2030, mempunyai kuota VRE sebesar 190 MW, dengan catatan terdapatnya beban-beban pelanggan smelter. Kuota ini sudah diisi oleh 130 MW PLTB eksisting dan 60 PLTB tersebar (PLTB Sulbagsel kuota tersebar). Namun, terdapat usulan ESDM untuk menambahkan 70 MW PLTB (COD 2026) mempertimbangkan potensi angin yang cukup besar di Sulawesi Selatan, sehingga karena kuota VRE sudah penuh dan secara teknis tidak dapat ditambahkan lagi VRE ke Sistem Sulbagsel, maka penambahan PLTB dipersyaratkan dengan skema baterai firming dan secara finansial tidak lebih dari 7 cent/kWh dan dilengkapi dengan fasilitas weather forecast untuk kepastiaan wind profile.

Tiga Skenario Simulasi Kuota VRE Sistem Sulbagsel

Sumber : LAPI ITB

Untuk skenario 1 (Tanpa smelter), diasumsikan tidak ada fluktuasi beban smelter. Pada skenario ini sistem mampu mengatasi fluktuasi 160 MW VRE pada tahun 2025, dan 210 MW pada tahun 2030. Skenario 2 dengan 388 MVA smelter dengan tambahan static watt compensator (SWC). Pada skenario ini smelter diasumsikan masuk hanya sebesar 388 MVA dengan tambahan 20% SWC sesuai persyaratan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik dengan PLN (SPJBTL). Kuota tambahan VRE yang masuk pada tahun 2025 sebesar 80 MW dan pada tahun 2030 sebesar 130 MW. Pada skenario 3, skenario yang dianggap paling realistis / most likely to happen, smelter diasumsikan masuk sebesar 865 MW (sesuai SPJBTL) dengan tambahan 20% SWC. Hasil kajian memperlihatkan tidak ada tambahan kuota VRE yang bisa ditambahkan lagi di Sistem Sulbagsel.

Untuk perhitungan PLTB firming ini harus dilakukan secara detail dan mendalam sehingga tidak terjadi risiko yang berakibat pada keandalan Sistem Sulbagsel, mengingat dari sisi demand pada sistem ini juga terdapat potensi volatilitas yang besar dari smelter. Jika PLTB firming tersebut secara kajian teknis dan finansial tidak layak maka perlu dicari alternatif pembangkit lain yang lebih sesuai. Di Sistem Sulbagsel sendiri sudah banyak potensi PLTA yang siap dikembangkan. PLTA juga dapat menjawab tantangan sistem untuk mem-buffer VRE sekaligus volatilitas smelter.

Untuk sistem tenaga listrik isolated di Kabupaten Selayar, akan dibangun pembangkit dual fuel engine (PLTMG) guna memenuhi kebutuhan jangka panjang. Khusus untuk sistem tenaga listrik di daerah-daerah dengan beban kecil yang memiliki jalur transportasi BBM, yang tidak memungkinkan untuk disambungkan ke grid dan pengembangan pembangkit gas tidak ekonomis serta pengembangan EBT belum akan dibangun dalam waktu dekat, maka akan dibangun PLTD sesuai kebutuhan pengembangan sistem tenaga listrik di daerah-daerah tersebut.

Beberapa pembangkit PLTGU yang belum dalam tahap konstruksi akan menggunakan mesin PLTGU relokasi dari Sistem Jawa. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan utilisasi pembangkit PLTGU eksisting di Jawa. Rencana relokasi ini masuk dalam list pembangunan pembangkit di atas namun tidak diperhitungkan sebagai penambahan kapasitas pembangkit karena sifatnya hanya berupa relokasi pembangkit.

Potensi EBT di Provinsi Sulawesi Selatan

Di Provinsi Sulawesi Selatan terdapat potensi pembangkit yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengembangan EBT, direncanakan kuota kapasitas pembangkit yang dapat masuk ke sistem. Kuota ini nantinya dapat dipenuhi dengan pengembangan pembangkit PLN maupun rencana pembangkit IPP yang belum memasuki tahap PPA. Rencana pembangkit ini dinyatakan sebagai kuota kapasitas yang tersebar dalam suatu sistem. Kuota kapasitas tersebar tersebut dapat diisi oleh potensi baik yang sudah tercantum dalam daftar potensi maupun yang belum apabila telah menyelesaikan studi kelayakan dan studi penyambungan yang diverifikasi PLN serta mempunyai kemampuan pendanaan untuk pembangunan, dan harga listrik sesuai ketentuan yang berlaku.Untuk menjamin kehandalan daya pasok pembangkit, PLN merencanakan pemeliharaan yang baik dan terjadwal untuk seluruh pembangkit eksisting, dalam tahap konstruksi serta yang masih dalam tahap rencana.