– Wawancara eksklusif dengan Menristek/ Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Prof. Bambang Permadi Soemantri Brojonegoro –
(Beritadaerah – Nasional) Masih dalam rangka peringatan HUT ke-75 Republik Indonesia, Vibizmedia. Com mendapat kesempatan wawancara eksklusif dengan Menristek/ Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Prof. Bambang Permadi Soemantri Brojonegoro.
Topik menarik yang menjadi pembahasan hangat kali ini adalah terkait vaksin Merah Putih.
Pertanyaan:
Di masyarakat sudah banyak diperbicangkan tentang vaksin merah putih untuk mengatasi Covid-19, yang tentu saja membanggakan kita bersama atas karya anak bangsa ini. Pak Bambang, apa sebenarnya vaksin Merah Putih ini, mengapa diberi nama Merah Putih, dan apa keistimewaannya dibandingkan dengan vaksin yang lain?
Menristek/ Kepala BRIN – Bambang Brojonegoro:
Indonesia adalah bangsa yang besar dengan jumlah penduduk lebih 270 juta orang. Kondisi ini membuat pemerintah Indonesia dalam rangka menghadapi pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan selesainya ini, harus mampu secara mandiri melakukan pengembangan vaksin untuk mengatasinya. Mengapa? Karena ingin memastikan masyarakat kita sehat dimulai dari para balita, karena masa balita adalah masa keemasan untuk bertumbuh. Jadi untuk Indonesia, kebutuhan vaksin adalah sangat besar.
Terkait pandemi Covid-19, maka solusi pamungkas dari pandemi ini mau tidak mau akan ada di vaksin. Ini adalah solusi pamungkas dari sisi kesehatan maupun ekonomi sekaligus. Maksudnya kalau semua orang sudah mendapatkan vaksinasi maka tidak ada kekuatiran mengenai penyebaran karena orang sudah punya daya tahan tubuh yang diperkuat dengan vaksin. Dengan demikian kegiatan ekonomi dapat mulai kembali dalam jalur yang normal. Masyarakat bisa melakukan kegiatan ekonomi secara intensif dibanding ketika masa pandemi.
Mengenai penamaan Merah Putih, kita lihat lebih dahulu perkembangan ‘pertandingan’ di bidang vaksin Covid-19 antar negara. Ada vaksin yang dikembangkan oleh negara ada yang oleh perusahaan farmasi swasta. Sebagai contoh vaksin yang sedang dikembangkan di Bandung saat ini adalah dilakukan perusahaan swasta, atau yang dari luar negeri seperti vaksin Moderna dari Amerika Serikat. Sedangkan satu lagi adalah yang dikembangkan oleh negara, contohnya antara lain dari Turki dan Rusia. Nah, vaksin kita ini dikembangkan oleh negara melalui Lembaga Biologi Molekuler Eikjman yang berada di bawah Kemenristek/ BRIN, yang beroperasi dengan dana APBN.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman memang adalah lembaga yang melakukan penelitian vaksin ini, namun kurang tepat jika vaksin Covid-19 yang ditemukan ini diberi nama Eijkman, karena nama orang Belanda. Sehingga diputuskan diberi nama Merah Putih, karena vaksin ini milik negara. Sekaligus Pemerintah Indonesia ingin menunjukkan bahwa Indonesia punya kemampuan dan kemandirian di dalam pengembangan vaksin.
Secara sequence, pembuatan vaksin Covid-19 ini dilakukan melalui beberapa proses utama seperti:
- Pengembangan bibit (seed) vaksin sampai uji coba terhadap hewan mamalia, inilah yang dilakukan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
- Lembaga Biologi Molekuler Eijkman kemudian menyerahkan bibit vaksin tersebut ke Biofarma. Biofarma ini fungsinya lebih kepada manufacturing, memformulasi vaksin dalam bentuk cairan yang siap disuntikkan kepada pemakai. Tentunya setelah Biofarma lakukan uji klinis. Lalu hasilnya dilaporkan kepada BPOM dan BPOM inilah yang menentukan vaksin dapat dipakai atau tidak untuk Covid-19.
- Tahap vaksinasi yang akan makan waktu panjang. Katakan akan lakukan 30 juta vaksinasi dalam tempo setahun. Jika tenaga medis yang mampu melakukan penyuntikan ada 1000 orang maka 1 orang petugas akan menyuntik vaksin ke 1.000 orang perhari. Ini tidak memungkinkan.
Dalam pembuatan vaksin unsur yang sangat dipentingkan adalah keamanan/ safety dimana pengguna tidak mengalami gangguan ketika divaksin. Berikutnya adalah kehandalan atau akurasinya, yang memang sulit distandarisasi karena sangat kompleks.
Nah, nama Merah Putih ini melekat karena negara yang melakukan penelitian dengan anggaran negara, dan menunjukkan kita tidak bergantung penuh pada negara penghasil vaksin. Juga bahwa kita memiliki pengalaman yang bagus dalam pembuatan vaksin. Biofarma itu untuk vaksin folio sudah pada tahap ekspor ke lebih dari 100 negara.
Kelebihan vaksin Merah Putih adalah menggunakan isolate virus yang beredar di Indonesia, sehingga diharapkan cocok untuk orang Indonesia. Platform yang digunakan adalah Protein Rekombinan Sub-Unit Virus SARS-CoV-2, yang paling aman dibandingkan dengan platform lainnya. Jika satu orang perlu disuntik vaksin satu kali, dan beberapa orang perlu dua kali, katakan sebagai gambaran kita perlu 300 juta vaksin.
Pertanyaan:
Bapak Presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa vaksin Merah Putih akan selesai pada pertengahan 2021. Boleh bapak jelaskan alur atau proses pengembangan Vaksin Merah Putih ini dan sampai dimana perkembangannya sekarang?
Menristek/ Kepala BRIN – Bambang Brojonegoro:
Karena kita memilih platform Protein Rekombinan, maka tahapannya adalah:
– melakukan isolasi dan perbanyakan virus
– menganalisa karakter virus
– amplifikasi gen S dan gen N lalu dicloning ke Vektor entry
– menghasilkan antigen (kandidat vaksin)
– uji imunogenitas dan efikasi
– scale up seed vaccine
– uji klinis pada manusia
– skala produksi
Pertanyaan:
Vaksin Merah-Putih adalah simbol kemandirian bangsa yang saat ini dikembangkan oleh peneliti-peneliti domestik dengan isolat virus COVID-19 yang beredar di Indonesia. Apakah bisa diterangkan siapa sajakah peneliti-peneliti ini, dan bagaimana profil mereka?
Menristek/ Kepala BRIN – Bambang Brojonegoro:
Kemenristek telah menyiapkan tim yang tidak hanya fokus pada sisi penelitian, tetapi juga fokus pada sisi regulasi, dan juga fokus pada penyiapan produksi termasuk perijinan.
Tim Pengembangan Vaksin Merah Putih terdiri dari: Ketua atau Koordinator – Prof. Ali Gufron Mukti, Kemenristek BRIN, Guru Besar di Bidang Kedokteran. Ketua Harian – Prof. Amin Subandrio, Ketua Lembaga Eijkman. Dibantu Kepala Litbangkes dan Dirut Biofarma. Peneliti:Universitas Indonesia, ITB, UGM, Universitas Andalas, Universitas Airlangga, Universitas Pajajaran dan IPB.
Melibatkan juga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang berada di bawah Kemenristek, juga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan MUI.
Diharapkan tim yang terbiasa melakukan penelitian di bidang mikrobiologi, pengembangan vaksin bahkan vaksin corona, khususnya dengan platform protein recombinant ini berhasil mengatasi kebutuhan vaksin untuk Covid-19.
Emy T/Journalist/BD
Editor: Emy Trimahanani