(Beritadaerah – DIY) Jika kita berwisata ke Yogyakarta, maka yang terkenal disini adalah Malioboro, dimana dijual segala kerajinan tangan dan seni setempat. Jika melihat sekeliling, tak jauh dari Jalan Malioboro terdapat museum bersejarah yang dikenal dengan Museum Benteng Vredeburg, yang terletak di Jalan Jenderal A. Yani No. 6 Yogyakarta.
Museum Benteng Yogyakarta, semula bernama “Benteng Rustenburg” yang berarti “Benteng Peristirahatan” . Museum ini dibangun oleh Belanda pada tahun 1760 di atas tanah Keraton. Sekitar tahun 1765 – 1788 Sri Sultan Hamengku Buwono I, mengijinkan agar bangunan ini disempurnakan dan selanjutnya diganti namanya menjadi “Benteng Vredeburg” yang mempunyai arti Benteng Perdamaian.
Bangunan bekas Benteng Vredeburg ini kemudian dipugar dan dilestarikan. Tanpa mengubah struktur bangunan, bangunan di luar masih tetap dipertahankan, sedang pada bentuk bagian dalamnya lebih disesuaikan dengan fungsinya, yaitu sebagai ruang museum.
Pada masa penjajahan Belanda, benteng ini merupakan tangsi militer bala tentara pemerintahan Belanda, yang dibangun pada tahun 1765. benteng ini terletak tepat di depan bangunan Gedung Agung, dengan maksud untuk melindungi Residen Belanda yang bertempat tinggal di dalam gedung itu.
Benteng yang berbentuk segi empat ini memiliki menara pengawas di ke-empat sudutnya dan kubu yang memungkinkan tentara Belanda untuk berjalan berkeliling sambil berjaga-jaga dan melepaskan tembakan jika diperlukan.
Museum dengan luas kurang lebih 2100 meter persegi ini mempunyai beberapa koleksi antara lain bangunan-bangunan peninggalan Belanda, yang dipugar sesuai bentuk aslinya. Diorama-diorama yang menggambarkan perjuangan sebelum Proklamasi Kemerdekaan sampai dengan masa Orde Baru dan koleksi benda-benda bersejarah, foto-foto, dan lukisan tentang perjuangan Nasional dalam merintis, mencapai, mempertahankan, serta mengisi kemerdekaan Indonesia.
Jepang dan Kemerdekaan
Masa pendudukan Jepang di Yogyakarta berlangsung sejak tanggal 6 Maret 1942. Mereka menempati gedung-gedung pemerintah yang semula ditempati pemerintah Belanda. Pendudukan tentara Jepang atas kota Yogyakarta berjalan sangat lancar tanpa ada perlawanan.
Dengan semboyan Tiga A (Nipon Cahaya Asia, Nipon Pemimpin Asia dan Nipon Pelindung Asia), mereka melakukan pawai dengan jalan kaki dan bersepeda bergerak menuju pusat kota Yogyakarta. Hal ini dilakukan untuk menarik simpati rakyat Yogyakarta.
Tanggal 7 Maret 1942, pemerintah Jepang memberlakukan UU nomor 1 tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui tetapi berada di bawah pengawasan Kooti Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung Agung).
Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga di pusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras dan kejam.
Penguasaan Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, ketika proklamasi telah berkumandang dan nasionalisasi bangunan-bangunan yang dikuasai Jepang mulai dilaksanakan. Selama itu meskipun secara de facto dikuasai oleh Jepang tetapi secara yuridis formal status tanah tetap milik kesultanan.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 telah berkumandang di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Berita tersebut sampai ke Yogyakarta melalui Kantor Berita Domei Cabang Yogyakarta (sekarang Perpustakaan Daerah, Jl. Malioboro Yogyakarta).
Dan berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia disambut dengan perasaan lega oleh seluruh rakyat Yogyakarta. Ditambah dengan keluarnya Pernyataan Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Pernyataan 5 September 1945) yang kemudian diikuti oleh Sri Paku Alam VIII yang berisi dukungan atas berdirinya negara baru, Negara Republik Indonesia, maka semangat rakyat semakin berapi-api.
Setelah Belanda meninggalkan kota Yogyakarta, Benteng Vredeburg dikuasai oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia). Kemudian pengelolaan benteng diserahkan kepada Militer Akademi Yogyakarta. Pada waktu itu Ki Hadjar Dewantara pernah mengemukakan gagasannya agar Benteng Vredeburg dimanfaatkan sebagai ajang kebudayaan. Akan tetapi gagasan itu terhenti karena terjadi peristiwa “Tragedi Nasional” Pemberontakan G 30 S / PKI tahun 1965.
Sesuai dengan Piagam Perjanjian serta surat Sri Sultan Hamengku Buwono IX Nomor 359/HB/85 tanggal 16 April 1985 menyebutkan bahwa perubahan-perubahan tata ruang bagi gedung-gedung di dalam komplek benteng Vredeburg diijinkan sesuai dengan kebutuhan sebagai sebuah museum. Untuk selanjutnya dilakukan pemugaran bangunan bekas benteng dan kemudian dijadikan museum.
Tahun 1987 museum telah dapat dikunjungi oleh umum. Pada tanggal 23 November 1992 bangunan bekas Benteng Vredeburg secara resmi menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.
Menarik ‘kan kisahnya? Yogjakarta merupakan kota yang menyimpan banyak kisah perjuangan bangsa Indonesia.
Emy T/Journalist/BD
Editor: Emy Trimahanani