Menkeu, Sri Mulyani (Foto: Dokumentasi Humas Setkab)

BPK, KPK, BPKP Jaga Akuntabilitas Keuangan Negara dalam Penanganan Covid-19

(Beritadaerah -Nasional) Dalam penanganan pandemi Covid-19, Pemerintah tetap menjaga akuntabilitas keuangan negara. Sejumlah instansi, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kini diikutsertakan dalam penyusunan kebijakan penanganan pandemi Covid-19.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa keterlibatan lintas pemangku kepentingan ini seiring dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), untuk tetap memperhatikan akuntabilitas dalam tiap pengambilan kebijakan penanganan pandemi Covid-19.

“Penyusunan kebijakan penanganan pandemi selalu memperhatikan aspek akuntabilitas karena nantinya semua uang negara yang digunakan akan diaudit BPK. Pemerintah juga selalu transparan dengan merekam semua kegiatan rapat penanganan pandemi, termasuk yang digelar secara virtual. Dengan demikian, BPK bisa menilai tidak ada niat jahat untuk menyelewengkan uang negara,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Sabtu (27/6/2020).

Kebijakan harus dirumuskan dengan ditata secara hukum sebagai landasan yang kuat, karenanya kebijakan yang disusun dan dilaksanakan pemerintah untuk melakukan penanganan terhadap pandemi Covid-19 merupakan hasil pemikiran bersama. Tidak hanya aparat penegak hukum, lembaga seperti BPK dan KPK juga diikutsertakan. “BPKP juga mulai masuk, sehingga ini kerja keroyokan bersama,” ujarnya.

Menkeu berharap, keputusan untuk membuat kebijakan secara cepat tidak berdampak negatif pada akuntabilitas pemerintah di mata BPK. “Ketika diaudit BPK, mudah-mudahan nggak ditanya, mana naskah akademiknya. Kami nggak ada, karena situasinya luar biasa cepat, meskipun kita tetap coba berhati-hati,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua BPK, Agus Joko Pramono, mengatakan telah menyiapkan skenario khusus untuk mengaudit dana yang digelontorkan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.

BPK memahami posisi pemerintah, dimana harus membuat kebijakan yang bernilai Rp695,2 triliun itu dalam waktu singkat. “Kami menyusun risiko strategis dan operasional, integritas berdasarkan track record, model keuangan, model kepatuhan, yang ini cukup untuk kondisi force majeure,” ujarnya.

Agus memaparkan, BPK menilai ada lima risiko yang perlu diidentifikasi dari program penanganan pandemi Covid-19. Pada sisi strategis, BPK akan mengaudit risiko dalam pencapaian tujuan dan implementasi kebijakan secara efektif, baik dalam hal kesehatan, sosial, maupun ekonomi dan keuangan.

Pada sisi operasional, BPK bakal mengaudit kendala-kendala dalam implementasi kebijakan di lapangan. Misalnya, dalam hal validitas dan keandalan data, koordinasi antara kementerian/lembaga, keselarasan program, keselarasan regulasi, hingga ketepatan sasaran, jumlah, kualitas, dan waktu penyalurannya.

Sisi integritas juga diaudit. Hal ini mencakup risiko yang dialami pemerintah karena adanya tindakan kecurangan, penyalahgunaan wewenang, dan moral hazard. Pasalnya, sepanjang masa pandemi ini, ada banyak pengadaan barang dan jasa, serta pemberian stimulus dan bantuan sosial untuk masyarakat.

Pada sisi keuangan, BPK akan mengaudit sejauh mana pemerintah memenuhi kebutuhan dana penanganan Covid-19, dan menjaga kesinambungan fiskal, termasuk ketergantungan pada sumber pembiayaan eksternal.

Sedangkan pada sisi kepatuhan, BPK akan mengaudit kepatuhan pemerintah terhadap ketentuan perundang-undangan meskipun pandemi Covid-19 merupakan kondisi force majeure.

Emy T/Journalist/BD
Editor: Emy Trimahanani