(Photo: Kemenkeu)

Negara-Negara G-20 Banyak Beri Stimulus Non Konvensional

(Beritadaerah – Nasional) Hasil pertemuan virtual antara Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Sentral negara anggota G-20 pada video conference di Jakarta hari Selasa (24/03) menyampaikan bahwa kondisi negara-negara G-20 kurang lebih sama dalam mengatasi dampak pelemahan ekonomi akibat pandemi COVID-19 yaitu dengan memberikan stimulus tidak konvensional untuk kesehatan dan ekonomi untuk meningkatkan produksi pada industri.

“Semua negara sekarang melakukan tindakan- tindakan yang tidak konvensional dan menggunakan seluruh instrumennya dan resourcesnya untuk menjaga keamanan masyarakatnya. Masalah kesehatan adalah prioritas. Sama seperti Indonesia. Presiden menegaskan semua instrumen, terutama fiskal baik pusat dan daerah sekarang fokusnya adalah masalah kesehatan untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan,” dijelaskan Menkeu.

Contohnya Jepang yang kebijakan fiskalnya menaikkan unemployment benefit dan kredit untuk menormalkan industrinya. “Akibat corona, resesi kemungkinan negatif sampai double digit. Artinya resesinya dalam sekali. Mereka konsolidasi untuk memperbaiki respon mereka dari sisi kesehatan dan ekonomi. Dari sisi fiskal, mereka melakukan kenaikan unemployment benefit dan kredit untuk bisa mengembalikan sektor produksinya,” dijelaskan oleh Menkeu.

Hal yang kedua Menkeu sampaikan bahwa semua negara menggunakan semua instrumen konvensional dan non konvensionalnya baik fiskal maupun moneter untuk meningkatkan social safety net / Jaring Pengaman Sosial. Saat ini JPS tidak hanya untuk kelompok miskin tetapi juga kelompok yang terancam PHK dan menolong dunia usahanya agar tidak terhenti.

Menkeu memberi contoh Inggris yang memberikan bantuan tunai, relaksasi pajak dan subsidi upah bagi warga negaranya yang di-PHK atau dikurangi jam kerjanya. “UK mengeluarkan 4% GDP fiscal stimulus termasuk memberikan cash grant, tax relief dan subsidi upah bagi mereka yang mengalami PHK atau pengurangan jam kerja,” dia tambahkan.

Kemudian Eropa (European Central Bank / ECB) juga akan menambahkan respon expenditure 1,5% dari GDP dan 10% dari GDP dalam bentuk liquidity support (dana cair). Menurut ECB, jika di Eropa dilakukan lockdown, tiap 4 minggu, mereka akan turun pertumbuhannya 2% atau pasti terjadi resesi.

Hal ketiga yang dilakukan adalah unconventional intervention di sektor riil seperti Amerika bail out pada sektor airline, di Indonesia memberi relaksasi perpajakan, di negara lain ada yang extension memberi credit facility perusahaan, ada yang membeli surat berharga, surat utangnya perusahaan sektor-sektor tertentu. Semua dilakukan dengan kombinasi kebijakan dan negara-negara G-20 saling membandingkan apa yang telah dilakukan mereka sesuai catatan mereka.

Negara-negara G-20 juga berkomitmen untuk bekerjasama menanggulangi krisis pandemi COVID-19 untuk riset bersama mencari antivirus COVID-19 dengan cepat.