(Beritadaerah – Kolom) Persoalan stunting memang sebenarnya bukan ancaman baru di negeri ini. Itulah sebabnya, sebanyak 54 persen tenaga kerja Indonesia sekarang, menurut informasi Bank Dunia, dulunya terkena stunting.
Untuk itu dalam lima tahun terakhir, pemerintah meningkatkan perhatian dan anggaran untuk mempercepat penurunan angka bayi pendek (stunting) melalui penerbitan peraturan presiden dan menetapkan 160 kabupaten dan kota prioritas penanggulangan stunting.
Masalahnya, prevalensi bayi stunting di Indonesia pada 2018 masih tinggi 30,8% atau secara perbandingan sekitar 1 dari 3 anak balita Indonesia merupakan bayi stunting.
Pada 2017, World Bank melaporkan bahwa Indonesia adalah negara ke-4 di dunia dengan jumlah balita stunting tertinggi. Stunting atau kondisi gagal tumbuh anak balita ini disebabkan oleh malnutrisi kronis. Hingga 2017, WHO masih menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia dengan angka mencapai 36,4 persen.
Namun, pada 2018, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan angka stunting pada balita di Indonesia turun menjadi 30,8 persen, setelah pada rilis Riskesdas 2013 tercatat stunting balita mencapai 37,2 persen.
Menurut WHO, angka stunting yang masih di atas standar WHO akan memberikan implikasi buruk terhadap pembangunan dan kemajuan di Indonesia. Karena akan menghambat produktivitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia, sebab rentan diserang pelbagai penyakit. World Bank juga memaparkan, kerugian ekonomi yang harus ditanggung akibat beban stunting sangat signifikan. Bisa mencapai 2 hingga 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun dari suatu negara.
Upaya Pemerintah
Itu sebabnya, Presiden Joko Widodo memberikan perhatian terhadap masalah kesehatan anak tersebut dan meminta agar dilakukan percepatan penyelesaian masalah stunting. Dalam acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Nasional Rancangan RPJMN 2020-2024, Desember 2019, diinstruksikan agar Pemerintah Daerah turun tangan. Khususnya daerah-daerah yang ada pada posisi zona merah untuk mapping stunting-nya.
Dalam rangka mempercepat pencegahan stunting, pemerintah menetapkan tiga prioritas. Pertama, prioritas wilayah pada 2018 ditetapkan 100 wilayah prioritas. Kemudian pada 2019 menjadi 160 wilayah prioritas, 2020 menjadi 260 wilayah prioritas, dan hingga 2024 akan diperluas cakupannya hingga ke seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Kedua, sasaran prioritas yang terdiri atas ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia 0-23 bulan (rumah tangga 1.000 HPK). Dan ketiga, intervensi prioritas yang terdiri atas intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.
Menteri Kesehatan Dr. Terawan Putranto juga menekankan bahwa stunting merupakan masalah multidimensional yang butuh penyelesaian secara multisektoral, mengingat banyak hal yang menjadi determinan dari stunting, bukan hanya sekedar kurang makan atau kurang gizi semata.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menekankan bahwa pemerintah pusat dan daerah akan bersama-sama mencari solusi untuk membantu 160 kabupaten keluar dari zona merah.
Dari pengamatan penulis, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah sekitar lima tahun terakhir menangani kondisi stunting dengan cukup serius, mulai mengerucut dan makin efektif. Penanganan melalui kerjasama multisektoral memang menajadi salah satu kunci penting.
Kita optimis, kerjasama lintas kementerian antara Kemenko PMK, Kementerian PPN/Bappenas, Kemenristekdikti, Kementerian Kesehatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Badan POM, dan Badan Standardisasi Nasional akan berdampak signifikan mengentaskan kabupaten-kabupaten dari zona merah stunting.