(Beritadaerah – Nasional) Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro menyampaikan arahannya agar Indonesia mempunyai inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat, dan bisa menembus pasar.
Talenta dibidang penelitian yang ada di berbagai organisasi di Indonesia, baik itu di Perguruan Tinggi, lembaga penelitian, seperti BPPT, LIPI, maupun yang ada di litbang Kementerian maupun di swasta cukup banyak dan kompeten, namun harus disinergikan.
“Jadi talenta-talenta yang banyak bertebaran itu, dengan adanya organisasi baru yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sekaligus juga Kemenristek, kita ingin melakukan sinergi dan harmonisasi di antara para peneliti, baik secara individu maupun secara organisasi, sehingga nanti produk yang dilahirkan benar-benar produk unggul, tidak lagi produk versi si A, versi si B, yang kelihatannya sama, tapi pasti ada perbedaannya. Nah kita ingin bukan versi si A, maupun versi si B yang keluar, tapi benar-benar produk baik dari sinergi si A dan si B tersebut,” kata Menristek/Kepala BRIN di sela-sela acara Penganugerahan BPPT Innovator Award 2019 di Auditorium BJ Habibie Gedung BPPT, Jakarta, Senin (9/12).
“Jadi beda antara produk A dan produk B, dengan satu produk unggulan yang dihasilkan dari sinergi si A dan si B tersebut. Itu yang kita maksudkan sebagai perlunya sinergi dan harmonisasi di bidang penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan di Indonesia,” tuturnya.
Tugas kita adalah memastikan tidak ada lagi, apalagi APBN yang terpakai untuk dua hal yang sebenarnya ujungnya sama. Lebih baik fokus ke satu hal tapi dikerjakan oleh yang terbaik yang ada di tanah air. Itu bisa dari lembaga, juga bisa dari Kementerian maupun dari perguruan tinggi.
“Terkait dengan dana riset, pasti akan dikendalikan oleh BRIN, supaya tidak terjadi duplikasi ataupun tidak efisien. Kita benar-benar ingin dana riset yang jumlahnya belum besar ini, benar-benar terpakai sesuai dengan kebutuhan. Dana riset masih kita hitung, masih perkiraan kasar awal sekitar 30-an triliun rupiah,” jelas Bambang Brojo.
Terkait nomenklatur perekayasa, akan dibahas secara teknis, termasuk dengan Menpan. Akan dicari istilah lain yang lebih tepat, karena sekarang sudah zamannya inovasi, perekayasa itu adalah proses untuk menuju inovasi. Peneliti itu, juga proses untuk menuju inovasi.
“Karena itu, kita ingin mendorong lebih banyak inovator, karena apa yang dilakukan oleh perekayasa itu, sebenarnya sudah dihilir semua. Jadi mereka itu, selangkah lagi menuju inovasi, tapi itu bukan hal yang mudah. Kita harap orang itu, makin bangga dengan profesi sebagai inovator,” imbuhnya.
Bambang menambahkan, tugas awal BRIN adalah membuat data base, mengenai kegiatan litbangjirap di Indonesia, supaya terhindar yang namanya duplikasi, bahkan dengan data base tersebut bisa dorong sinergi . Selama ini, seperti BPPT mungkin belum tahu apa yang bisa dikembangkan di universitas, dan universitas juga kadang-kadang tidak tahu, bahwa BPPT sudah mengembangkan sesuatu, demikian juga, BPPT kadang-kadang tidak tahu bahwa LIPI sudah mengerjakan sesuatu.
“Jadi di sini untuk mendorong komunikasi paling penting ada data base nya dulu,“ pungkasnya.
Emy T/Journalist/BD
Editor: Emy Trimahanani