(Beritadaerah – Nasional) Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK), salah satu unit lembaga penelitian dan pengembangan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian di Jakarta, telah melakukan riset pengolahan sampah plastik jenis polietilena (kantong plastik) sejak tahun 2009.
Caranya adalah dengan mengubah limbah plastik menjadi senyawa lainnya yang lebih bermanfaat melalui proses pirolisis. “Pada proses pirolisis, limbah plastik akan diubah menjadi fasa cair dan fasa gas serta residu berupa padatan. Gas yang tidak terkondensasi juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar,” kata Kepala BPPI Kemenperin Ngakan Timur Antara di Jakarta.
Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah dalam penanggulangan masalah sampah plastik. Berdasarkan laporan Bank Dunia What a Waste 2.0 yang diterbitkan tahun 2018, Indonesia adalah negara penghasil sampah cukup besar di dunia dengan volume mencapai 3,22 juta metrik ton per tahun. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan untuk mengurangi sampah plastik hingga 70% pada tahun 2025.
Untuk menyelesaikan permasalahan sampah plastik, bukan melalui proses pembakaran, karena sampah plastik yang dibakar mengandung gas rumah kaca bahkan zat diosksin dan furan, yang oleh World Health Organization (WHO) sudah ditetapkan sebagai gas yang memicu kanker pada manusia (karsinogenik).
Jadi, kelebihan dari metode pirolisis dalam pembakaran limbah plastik, antara lain beroperasi tanpa membutuhkan udara atau campuran hidrogen dan tidak memerlukan tekanan tinggi. Kemudian hidrokarbon yang terbentuk dapat menghasilkan sebuah produk yang dapat dimanfaatkan, polutan-polutan dan pengotor menjadi terkonsentrasi sebagai residu padatan. Selain itu, pirolisis dilakukan pada sistem tertutup maka tidak ada polutan yang keluar.
Produk yang dihasilkan oleh alat pirolisis hasil rekayasa BBKK ini memiliki karakteristik setara solar dan setara pelarut yang merupakan hasil uji dari Lemigas.
Berdasarkan uji laboratorium yang telah dilakukan, didapatkan spesifikasi pelarut mendekati jenis pelarut produksi PT. Pertamina. Jenis pelarut tersebut, yaitu Pertasol (10%), Minasol (10%), dan Low Aromatic White Spirites (30%) serta solar (40%) dengan cetane number sebesar ± 60 sesuai spesifikasi Euro4.
Selain keempat pelarut itu, hasil samping yang potensial juga bisa dimanfaatkan adalah gas yang jika diproses lebih lanjut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar gas. Gas yang dihasilkan melalui proses pirolisis, yaitu gas hidrogen 9,1%, metana 4,7%, etana 4,6% dan propana 12,2% dengan nilai kalor 1209,25 BTU/ft3.
Jika dibandingkan dengan nilai kalor gas alam yang sudah diolah (924 BTU/ft3 sampai 1027 BTU/ft3) dan nilai kalor gas pipa (950 BTU/ft3 sampai 1250 BTU/ft3) dengan pengotor H2S maksimum16 ppm, gas hasil proses pirolisis memiliki kandungan nilai kalor lebih tinggi sehingga mutunya lebih bagus sebagai bahan bakar serta tidak mengandung zat yang bersifat korosif.
Gas yang sudah dipurifikasi dapat dimasukkan ke dalam tabung. Pengemasan dalam tabung akan memudahkan dalam penyimpanan dan aplikasi di lapangan. Gas hasil pirolisis juga telah terbukti dapat diaplikasikan pada kompor gas, burner proses pirolisis serta genset.
Emy T/Journalist/BD
Editor: Emy Trimahanani