Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri acara Silaturahmi Nasional Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) yang digelar di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Minggu (26 Mei) malam. (Foto: Setpres)

Pembangunan SDM : Cara Jokowi Membawa Indonesia Maju 2045

Selama Januari hingga Juni pada tahun  2019 saya mencatat Presiden Joko Widodo setidaknya mengirimkan pesan hingga empat kali melalui twiternya untuk menekankan pentingnya bagi Indonesia dalam pembangunan SDM ke depan.  Cuitan pertama Jokowi ditulis pada tanggal 14 Januari 2019:

Diskusi melalui video call dengan Pak Habibie di Jerman, kemarin, mengenai fokus pengembangan SDM yang kita lakukan setelah pembangunan infrastruktur 4 tahun ini.

Pak Habibie menekankan perlunya pendidikan vokasi, budaya produktivitas, kedisiplinan, dan kerja keras.”

Meskipun diuraikan dalam satu kalimat, namun apa yang dibicarakan dalam cuitan Presiden ini memerlukan pemikiran lagi agar bisa terwujud dalam tindakan-tindakan praktis sehingga pendidikan vokasi, budaya produktivitas, kedisiplinan, dan kerja keras bisa mencapai tujuan mulia kita mencerdaskan bangsa, yaitu memiliki anak bangsa yang berkualitas mampu bersaing dengan bangsa-bangsa di dunia. Banyak ulasan mendefinisikan kualitas sebagai terpenuhinya pengetahuan, ketrampilan, perilaku manusia Indonesia sesuai kebutuhan dunia usaha. Untuk pendidikan vokasi berkaitan langsung dengan hal tersebut, dan budaya produktivitas, kedisiplian, kerja keras menjadi dasar yang sangat diperlukan bagi tatanan bangsa sebesar Indonesia yang memerlukan perubahan sejak dini baik melalui mekanisme pendidikan hingga institusi dalam masyarakat sampai bagian yang paling kecil dalam masyarakat yaitu keluarga.

Cuitan yang kedua tercatat dilakukan Jokowi pada tanggal 9 Mei 2019, kembali presiden menuliskan pesannya tentang pembangunan SDM:

“Tahun 2045, satu abad setelah kemerdekaan, Indonesia diperkirakan masuk dalam empat atau lima besar ekonomi terkuat dunia.

Itu bisa terwujud jika kita bersiap sejak dini dengan infrastruktur yang merata, reformasi struktural untuk peningkatan daya saing, dan pembangunan SDM. “

Pada cuitan ini Jokowi menyebutkan tentang tahun 2045, satu abad dari kemerdekaan Indonesia yang menjadi harapan kemajuan Indonesia hingga menjadi negeri dengan kekuatan ekonomi terkuat ke empat atau ke lima di dunia. Jokowi menyebutkan tiga persiapan yang perlu dilakukan, infrastruktur yang merata, reformasi struktural dan pembangunan SDM. Nampaknya tidak pernah terlepas dari pemikiran presiden Jokowi untuk melakukan pembangunan SDM bahkan sekarang telah dikaitkan dengan sebuah visi jauh ke depan hingga 2045. Salah satu alasan Indonesia akan mengalami kemajuan besar pada tahun 2045 adalah karena menjelang 100 tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia akan memiliki SDM usia produktif lebih besar dari usia yang tidak produktif. Hal ini adalah keuntungan bagi bangsa Indonesia, yang terpenting adalah bagaimana penduduk usia produktif ini memiliki kualitas yang mampu bersaing dengan bangsa di dunia. Karena itu menuju kesana pembangunan SDM memang mutlak diperlukan.

Pada tanggal 10 Mei 2019 melalui twiternya Jokowi kembali menyampaikan tantangan pembangunan SDM Indonesia, membacanya saya baru menyadari bahwa tantangannya tidak mudah:

Sekarang saatnya fokus pada pembangunan SDM. Sebanyak 51 % tenaga kerja kita lulusan SD. Ini harus kita selesaikan besar-besaran dengan pelatihan-pelatihan. Lalu, pendidikan kejuruan dihubungkan dengan industri agar lulusannya sesuai dengan kebutuhan, siap untuk hal-hal baru.”

Cuitan Jokowi ini menyatakan kembali keseriusannya dalam membangun manusia Indonesia yang berkualitas, dan sekarang lebih teknis lagi mengingat Jokowi menyebutkan dari tenaga kerja yang ada terdapat 51 persen lulusan SD. Terobosan yang perlu dilakukan adalah pelatihan-pelatihan secara besar-besaran.

Dari sekitar 129,3 juta tenaga kerja Indonesia data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2019 maka didapati sebanyak 41 persen adalah lulusan SD dan 18 persen lulusan SMP, 18 persen lulusan SMA, 11 persen lulusan SMK, 2 persen Diploma dan 10 persen Universitas.

Menghadapi hal ini pemerintah sudah bersiap untuk mulai melakukan peningkatan kualitas SDM.  Kementerian Perindustrian telah memfasilitasi lebih dari 400 ribu siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk mengikuti program pendidikan vokasi yang link and match dengan industri. Program yang digulirkan sejak tahun 2017 ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia sekaligus dapat mengurangi angka pengangguran. Namun memang masih perlu terus dilakukan agar bisa merata pada jumlah sumber daya manusia Indonesia yang sangat besar ini.

Presiden Jokowi menyadari bahwa pembangunan SDM sangat perlu melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menanganinya. Cuitan Jokowi pada tanggal 27 Mei 2019 menunjukan akan hal ini:

“Berbuka puasa bersama para pengusaha muda HIPMI semalam. Saya mengajak mereka terlibat dalam dua fokus pembangunan pemerintah: infrastruktur pada lima tahun terakhir, dan pembangunan SDM lima tahun mendatang. Terima kasih, HIPMI.”

 

Himbauan dan ajakan Jokowi merupakan salah satu  usaha yang dilakukannya untuk menyadarkan bangsa Indonesia akan tantangan sekaligus bisa menjadi ancaman yang kan dihadapi dalam pembangunan SDM pada masa yang akan datang.

Selain empat cuitan tentang pembangunan SDM, Jokowi mengingatkan pentingnya pendidikan manusia Indonesia menghadapi tantangan dan ancaman ini. Pada tanggal 20 Februari 2019, melalui twiter Jokowi menyampaikan:

Bonus demografi di Indonesia tahun 2025-2030, bisa jadi keuntungan, tapi bisa juga jadi masalah. Menghadapi era itu, pemerintah antara lain telah membangun 125 Balai Latihan Kerja di pondok-pondok pesantren. Tahun 2019, target saya 1.000 BLK komunitas.”

Bisa jadi keuntungan tapi bisa jadi masalah demikian Jokowi terus menggugah hati masyarakat Indonesia. Jokowi menargetkan tahun 2019 akan dibangun 1.000 Balai Latihan Kerja komunitas seperti yang sudah dilakukan di pondok-pondok pesantren. Ini adalah bentuk terobosan pendidikan vokasi yang akan mempercepat kualitas tenaga kerja Indonesia.

Komitmen Jokowi untuk dalam pembangunan SDM ini juga terlihat dari alokasi anggaran dalam APBN, alokasi anggaran pendidikan tahun 2019 adalah 20% dari APBN, yaitu sebesar Rp 492,5 triliun, yang mengalami peningkatan besar dibandingkan APBN sebelumnya tahun 2018, yaitu sebesar Rp147,56 triliun.

Rangkaian apa yang akan dilakukan Presiden Jokowi ini merupakan impian setiap keluarga yang ada di Indonesia dan cita-cita anak bangsa Indonesia, menjadi manusia yang berkualitas. Jokowi telah menuliskan impiannya ini untuk dilanjutkan kepada pemimpin-pemimpin bangsa, ia menuliskan impiannya di Merauke pada tahun 2015, “sumber daya manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia.” Juga dalam program-program yang diunggulkan semasa kampanye pemilihan presiden, Jokowi terus menekankan usaha untuk melakukan pembangunan SDM.

Namun memang tidak cukup Jokowi sendiri untuk mewujudkannya, perlu secara bersama-sama seluruh komponen bangsa bersatu mengerjakan pembangunan SDM bangsa Indonesia. Dan memang yang melandasi akan hal ini adalah adanya budaya produktivitas, kedisiplinan, dan kerja keras.

Saya ingat pengalaman dengan Profesor Yohanes Surya yang mendidik seorang anak Papua untuk bisa mahir mengerjakan soal-soal pelajaran sekolah. Usaha pertama yang dilakukan bukan memberikan soal-soal untuk dikerjakan, namun keyakinan diri bahwa dia bisa, dan kedisiplinan untuk duduk belajar, hingga anak Papua yang sempat tidak naik kelas beberapa kali justru menjadi juara setelah budayanya berubah.

Kita optimis Indonesia maju akan dapat diraih dengan kedisplinan dan kerja keras.