(Beritadaerah – Kolom) Kabar baik datang dari S&P bagi Indonesia setelah pengumuman KPU lalu, bahwa Joko Widodo – Ma’ruf Amin terpilih oleh rakyat sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024. Beberapa hari kemudian tanggal 31 Mei 2019 lalu pemeringkat yang terkenal konservatif S&P menaikkan peringkat Indonesia. S&P menaikkan peringkat kredit negara (sovereign credit rating) Indonesia menjadi ‘BBB’ dari ‘BBB-‘, yang berarti prospek Indonesia stabil. S&P juga menaikkan sovereign credit rating jangka pendek ke ‘A-2’ dari ‘A-3’. Prospek yang stabil mencerminkan ekspektasi S&P bahwa ekonomi Indonesia akan terus berkinerja kuat dalam jangka menengah, dan posisi eksternal Indonesia akan stabil. Peningkatan peringkat ini sebagai cerminan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan juga dinamika kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang moderat. Faktor-faktor kebijakan ini menyeimbangkan kelemahan Indonesia di bidang ekonomi, Indonesia termasuk negara lower-middle-income economy.
Indonesia terakhir kali mendapatkan peringkat ‘BBB’ pada bulan April tahun 1995 namun dua tahun kemudian diturunkan menjadi ‘BBB-‘ pada bulan September tahun 1997. Setelah 24 tahun menunggu, barulah Indonesia kembali mendapatkan peringkat ‘BBB’ yaitu saat presiden Joko Widodo mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin kembali, sebagai indikator kepercayaan dunia terhadap Indonesia.
Sumber:S&P
Dikutip dari analisa S&P ada dua hal utama yang membuat Indonesia layak untuk mendapatkan peningkatan peringkat tersebut, yang pertama ekonomi Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan negara-negara lain dengan tingkat pendapatan yang sama. Dan yang kedua adalah terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo dalam pilpres 2019 memastikan kesinambungan kebijakan selama lima tahun ke depan.
Kesimpulan serangkaian analisa lembaga pemeringkat S&P menyatakan ekonomi Indonesia secara konsisten mengungguli negara-negara pada tingkat pendapatan yang serupa, dan S&P berharap prospek pertumbuhannya tetap kuat di tahun-tahun mendatang. Mengingat kebijakan Indonesia yang stabil dan pengaturan fiskal yang hati-hati, S&P percaya profil kredit secara keseluruhan layak ditingkatkan.
INDONESIA SELECTED INDICATORS
Sumber: S&P
Masih terus dengan analisa S&P, tercatat ekonomi Indonesia tumbuh lebih cepat dibandingkan negara-negara dunia di tingkat pendapatan yang sama. Ini mencerminkan bahwa pemerintah telah efektif dalam mempromosikan keuangan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang seimbang. Pertumbuhan PDB per kapita riil di Indonesia adalah 4,1%, berdasarkan rata-rata tertimbang 10 tahun. Pertumbuhan ini luar biasa dibandingkan dengan rata-rata 2,2% pertumbuhan global negara-negara dunia pada tingkat pendapatan yang sama. Pertumbuhan ini juga sangat impresif mengingat dinamika ekonomi Indonesia yang konstruktif meskipun lingkungan eksternal yang menantang selama beberapa tahun terakhir.
Hasil resmi menunjukkan bahwa pemilu Indonesia baru-baru ini telah memberikan Presiden Jokowi mandat baru, meskipun penantangnya, Prabowo Subianto terus membantah hasilnya dan telah mengajukan pengaduan ke Mahkamah Konstitusi, yang mungkin memerlukan peninjauan resmi atas hasilnya selama beberapa bulan mendatang. Meskipun perselisihan dan kantong-kantong kerusuhan yang terkait ini menambah ketidakpastian di lingkungan politik Indonesia dalam waktu dekat, S&P dalam ulasannya tidak berharap hal itu berdampak material pada lingkungan kebijakan jangka panjang atau prospek ekonomi.
Lembaga-lembaga politik dan kebijakan di Indonesia pada umumnya stabil dan bebas dari tantangan terhadap legitimasi mereka. Sementara pemerintah Jokowi menerapkan langkah-langkah kebijakan yang mendukung daya beli dan konsumsi menjelang pemilihan presiden 2019. S&P menilai kebijakan ini bersifat sementara, dan terus berharap momentum reformasi akan meningkat begitu pemerintah Jokowi dilantik pada Oktober 2019 mendatang.
Masyarakat Indonesia pada umumnya bersatu meskipun hamparan negara di banyak pulau. Berita dan informasi mengalir dengan bebas di Indonesia, dengan kebijakan utama dan perubahan lainnya dipublikasikan dan diperdebatkan dengan baik. Indonesia menerbitkan statistik ekonomi, fiskal, dan keuangan yang tepat waktu secara terperinci. Setelah Indonesia telah menunjukkan peningkatan bertahap dalam berbagai bidang selama lima tahun terakhir, kemajuan lebih lanjut dibutuhkan untuk menarik lebih banyak peningkatan foreign direct investment (FDI).
Ekonomi Indonesia masih dianggap berpenghasilan menengah ke bawah (lower-middle-income economy). Sebagai eksportir komoditas dan importir barang modal, ini dapat berubah tergantung kondisi eksternal yang ada. Pertumbuhan trend per kapita Indonesia yang kuat sekitar 4,1% akan membantu mengurangi kelemahan ini dari waktu ke waktu, dengan asumsi stabilitas mata uang rupiah.
Dari pantauan S&P pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tergantung pada permintaan domestik dalam beberapa tahun terakhir. Dari sudut pandang pengeluaran, konsumsi telah menjadi kontributor utama pertumbuhan PDB riil, dengan investasi juga memberikan kontribusi yang cukup besar selama lima tahun terakhir. Trend ini harus tetap ada jika Presiden Jokowi dan pemerintahnya terus menekankan pada investasi di bidang infrastruktur dan sumber daya manusia. Kontribusi dari ekspor bersih, di sisi lain, telah sedikit negatif selama periode yang sama, dan arus perdagangan bersih mengurangi 1,1 persen dari pertumbuhan PDB riil pada tahun 2018.
Menurut S&P dengan kembalinya Jokowi memenangkan pilpres 2019, maka pengaturan moneter akan relatif lebih ketat mengikuti suku bunga pada tahun 2018 dan defisit fiskal disarankan tetap sekitar 2,0 persen. Dalam pandangan S&P, beban utang pemerintah relatif ringan. S&P memperkirakan rasio hutang pemerintah akan stabil selama beberapa tahun ke depan sebagai cerminan keseimbangan fiskal yang diproyeksikan cukup stabil. Defisit fiskal pemerintah turun ke level terendah multi-tahun pada tahun 2018, dan diharapkan akan stabil di bawah 2,0% dari PDB selama empat tahun ke depan. Setelah pemilu baru-baru ini, beberapa subsidi yang tersisa dapat dibatalkan atau dikurangi, mendukung konsolidasi fiskal pemerintah. Ini harus meningkatkan alokasi anggaran untuk tujuan investasi sumber daya manusia dan infrastruktur yang dinyatakan presiden dalam masa jabatan keduanya.
S&P memproyeksikan utang pemerintah neto lebih baik di bawah 30% dari PDB, mengingat defisit fiskal yang terkendali dan pertumbuhan PDB nominal yang konsisten. Di atas beban utang yang relatif moderat ini, S&P berharap kewajiban kontinjensi yang dihadapi pemerintah tetap terbatas. Secara khusus, pemerintah menanggung paparan terbatas terhadap jaminan eksplisit, dengan kontrol yang cukup ketat.
Orientasi pemerintah yang meningkat terhadap pinjaman dalam negeri, bersama dengan suku bunga yang lebih tinggi sejak 2018, telah menaikkan biaya bunga dalam beberapa tahun terakhir. Namun, pembayaran bunga harus tetap di bawah 10% dari pendapatan pemerintah dalam tiga tahun ke depan, terutama karena pertumbuhan berkelanjutan dalam basis pendapatan pemerintah relatif terhadap PDB. Utang pemerintah tetap tunduk pada beberapa risiko valuta asing karena sekitar 40% utang berdenominasi mata uang asing. Pergeseran komposisi dalam pinjaman pemerintah dapat menurunkan rasio ini di bawah 40% dalam dua tahun ke depan.
Bank Indonesia (BI), bank sentral, adalah lembaga penting dalam kemampuan Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan menipiskan guncangan ekonomi atau keuangan. Bank sentral telah memiliki independensi operasional yang signifikan untuk mengejar target kebijakan moneter sejak Juli 2005, ketika ia secara resmi mengadopsi Inflation Targeting Framework. BI sejak itu mengelola inflasi secara kasar sejalan dengan negara-negara di regionalnya; khususnya, tekanan harga telah terkendali sejak awal 2010-an.
BI semakin bergantung pada instrumen berbasis pasar dalam menerapkan kebijakan moneternya. Sistem keuangan juga telah tumbuh dengan mantap dalam beberapa tahun terakhir. Fleksibilitas moneter telah ditambah dengan meningkatnya fleksibilitas rupiah, floating currency. Pada tahun 2018, BI menaikkan suku bunga kebijakannya sebesar 175 basis poin untuk mencegah tekanan dari volatilitas yang lebih tinggi di pasar keuangan internasional. S&P menilai pendekatan proaktif ini membantu mengelola risiko yang berasal dari kerentanan eksternal Indonesia.
S&P memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan Indonesia akan menyusut dalam beberapa tahun ke depan, mencerminkan permintaan global yang stabil dan pemulihan dalam hal perdagangan. Meskipun kondisi perdagangan Indonesia dan keseluruhan posisi transaksi berjalan memburuk pada tahun 2018, menurut S&P trend ini tidak bersifat struktural. Alih-alih pembalikan rata-rata sebagian akan mendorong peningkatan bertahap pada neraca berjalan negara sampai tahun 2022, terutama karena persyaratan perdagangannya menjadi normal.
Tingkat dukungan untuk ekspor yang berasal dari depresiasi mata uang memiliki batasnya, mengingat Indonesia adalah pengekspor komoditas yang signifikan, yang umumnya dihargai di pasar global. Namun demikian, fleksibilitas rupiah harus memberikan beberapa manfaat bagi metrik eksternal Indonesia selama tiga hingga lima tahun ke depan. Pada saat yang sama, fleksibilitas itu memungkinkan bank sentral untuk memelihara cadangan devisa yang cukup.
Kewajiban dengan peringkat ‘BBB’ menunjukkan parameter perlindungan yang memadai. Namun, kondisi ekonomi yang merugikan atau keadaan yang berubah lebih cenderung melemahkan kapasitas obligor untuk memenuhi komitmen keuangannya pada kewajiban. Sedangkan Kewajiban jangka pendek dengan peringkat ‘A-2’ agak lebih rentan terhadap dampak buruk dari perubahan keadaan dan kondisi ekonomi daripada kewajiban dalam kategori peringkat yang lebih tinggi. Namun, kapasitas obligor untuk memenuhi komitmen keuangannya pada kewajiban memuaskan.
Alfred Pakasi, Managing Partner Vibiz Consulting Group mencatat bahwa dampak keputusan S&P ini berpengaruh pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), pada penutupan pasar akhir pekan Jumat sore (31/05) terpantau melompat tajam 1,72% atau 105,011 poin ke level 6.209,117 setelah dibuka naik ke level 6.110,521. Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sore ini terpantau juga menguat tajam 0,87% ke level Rp 14.275, sedangkan dollar AS di pasar uang Eropa tampak melemah setelah terkoreksi setelah rally 4 hari sebelumnya oleh pilihan dollar sebagai mata uang safe haven. Rupiah menguat dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 14.400.
Chief Economist dan Director for Investor Relation at Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, menyatakan bahwa dampak dari meningkatnya peringkat S&P Indonesia juga turunnya bond yield di pasar saat ini. Pergerakan bond yield berbanding terbalik dengan harganya, jika yield turun maka harga naik dan jika yield naik maka harga akan turun dan laba bersih yang dihasilkan untuk para emiten akan naik.Pendapat senada disampaikan oleh Dr. Budi Frensidy, S.E., M.Com, pengajar senior di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, dampak apresiasi S&P untuk Indonesia sudah mulai dirasakan, sedangkan untuk arus masuk FDI diperkirakan akan mulai masuk awal tahun depan.
Memang benar kalau dikatakan bahwa ini adalah hadiah yang sangat berharga bagi Indonesia hingga lima tahun mendatang. Harapan untuk mencapai impian Indonesia maju di tahun 2045 yang dicanangkan Jokowi seakan ada pada jalur yang benar, kejutan ini membawa multiplier effect kedepannya dan mungkin terlalu dini, namun terjadinya pergeseran tingkat ekonomi Indonesia dari lower middle income menjadi upper middle income sudah banyak diperkirakan para analis. Hal ini menambah optimisme bagi saya pribadi bahwa Indonesia seperti yang diprediksikan oleh PricewaterhouseCoopers (PwC) memang akan menjadi negara maju dengan ekonomi terdepan kelima di dunia pada tahun 2030 setelah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Jepang. Bangga tentunya melihat prestasi Indonesia hingga sebesar ini. Sebagai catatan keberhasilan ini, S&P sudah menuliskan di atas berbagai hal yang menjadi pekerjaan rumah Indonesia yang membutuhkan ketekunan dan kreativitas dari bangsa Indonesia untuk tetap bekerja keras dalam membangun Indonesia.