(Beritadaerah – Kolom) Tulisan ini bukanlah untuk tujuan politik, namun melihat kualitas kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang berakhir masa kepemimpinannya di periode pertama selama periode 2014 hingga 2019. Jokowi menampilkan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan banyak pemimpin lainnya, talenta kepemimpinannya mendapatkan banyak pujian dari dunia, ia bahkan menjadi pemimpin paling popular di atas Valdimir Putin, Narendra Modi, dan Donald Trump menurut versi GZero Media.
Baru-baru ini saat diwawancarai oleh salah satu awak media, Jokowi membuka rahasia filosofi kepemimpinannya. Pertama Lamun siro sekti ojo mateni, kata-kata dalam bahasa Jawa ini berarti meskipun kamu sakti jangan suka menjatuhkan. Kedua Lamun siro banter ojo ndhisiki, meskipun kamu cepat jangan suka mendahului. Dan yang ketiga Lamun siro pinter ojo minteri, meskipun kamu pintar jangan sok pintar.
Tipe kepemimpinan ini memang diterapkan Jokowi sejak menjabat sebagai Walikota di Solo. Jokowi memilih pendekatan dialog dan mempertimbangkan perasaan orang dibandingkan pendekatan yang represif. Masih ingat saat apa yang Jokowi lakukan di pasar Notoharjo Banjasari Solo, bagaimana ia mengajak makan sampai 50 kali dengan para pedagang pasar untuk membujuknya berpindah ke lokasi pasar yang terbilang cukup jauh dari Banjarsari.

Penuturan filosofi kepemimpinan Jokowi ini terus ia bawa dari tingkatan Walikota, Gubernur hingga menjadi Presiden seperti saat ini. Hal yang unik dari gaya kepemimpinan Jokowi selanjutnya adalah kemauannya untuk dekat dengan rakyat, ini adalah pengejawantahan dari filosofinya. Lihat saja disetiap kunjungan yang ia lakukan, saya menyaksikan sendiri berulang kali, sejak ia menuruni kendaraan hingga sampai di lokasi pertemuan, ia “dikejar” rakyat, masyarakat berdesak-desakan untuk mendekat. Jokowi tidak menolak, tidak memikirkan resiko keselamatan dirinya, malahan ia nampak menikmati bersalaman dan foto dengan masyarakat, mungkin baru kali ini seorang Presiden begitu mendekat kepada rakyat.
Salah satu tulisan di media mengatakan bahwa seorang pemimpin negara tak hanya ngayahi (mengurus) rakyat yang dipimpin, namun juga ngayemi (menenangkan), ngayomi (melindungi) dan ngayani (mensejahterakan). Setelah melihat lima tahun perjalanan kepemimpin Jokowi sebagai Presiden maka ia terlihat mengusahakan hal ini.
Berulangkali ia menyatakan bahwa Indonesia sudah menjadi ketetapan Tuhan menjadi bangsa yang berbeda-beda bahasa, suku dan budaya, namun kekayaan Indonesia adalah persatuan yang telah ditanamkan oleh para pendiri bangsa pada Bhineka Tungga Ika.
Semangat dan optimisme kepemimpinan Jokowi terlihat pada semboyannya kerja, kerja, kerja! Ini bukan sekedar slogan, namun terwujud dalam seluruh tindakannya setiap hari. Jokowi memacu seluruh kabinet menteri melakukan yang terbaik bagi rakyat, ia terbiasa untuk blusukan sejak awal memimpin dan membuat banyak pekerjaan di lapangan yang mengalami hambatan berjalan lancar setelah Jokowi memutuskan mata rantai halangan-halangan yang ada.