(Beritadaerah – Nasional) Pemerintah menyikapi gejolak ekonomi global yang di antaranya tercermin dalam fenomena Perang Dagang AS – RRC secara bijak. Hal ini setidaknya tergambar melalui dua kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah baru-baru ini. Pertama, upaya mengendalikan Neraca Perdagangan dengan meningkatkan ekspor sekaligus menekan impor. Kedua, dengan mendorong masuknya investasi langsung, baik dengan kemudahan perizinan berusaha melalui Online Single Submission (OSS), maupun dengan Paket-paket Kebijakan Ekonomi (PKE).
Khusus mengenai PKE XVI yang diluncurkan pada 16 November 2018 lalu, secara khusus kebijakan ini menyasar 3 (tiga) kebijakan utama, yakni perluasan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan (tax holiday), relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI), dan peningkatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) hasil Sumber Daya Alam.
“Selain perang dagang AS-China, ada 3 (tiga) hal lain yang menjadi sumber ketidakpastian global, yaitu normalisasi moneter, tren proteksionis, dan peningkatan harga minyak,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat memberikan sambutan dalam Seminar Nasional tentang Proyeksi Ekonomi Indonesia 2019, Rabu (28/11), di Jakarta.
Sumber-sumber ketidakpastian global tersebut menyebabkan tekanan eksternal negara kita pun meningkat. Akibatnya, ekspor melambat, impor meningkat, dan aliran masuk atau investasi juga melambat.
“Akhirnya, resiko perekonomian domestik juga meningkat. Defisit Transaksi Berjalan meningkat. Surplus transaksi modal dan finansial menurun. Rupiah juga akhirnya melemah,” kata Darmin.
Darmin menjelaskan, ketidakpastian ekonomi global yang meningkat tersebut membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi global sedikit menurun,dari semula 3,73% menjadi 3,70%.
Di sisi lain, Darmin pun menyinggung tentang second round effect dari adanya perang dagang. Kata dia, sebetulnya Indonesia memang bukan peserta perang dagang, namun pasti terkena dampaknya, baik positif maupun negatif.
“Ada pula dampak tidak langsung yang sifatnya positif. Akibat perang dagang, para investor di Cina, baik itu dari Amerika maupun Eropa pasti akan mulai berpikir bahwa jika mengekspor di Cina, mereka akan dihalangi oleh AS,” tuturnya.
Karenanya, kata Darmin, para investor tersebut bakal merelokasi modal dan sumber daya lainnya ke negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Itulah mengapa pemerintah lantas menyiapkan beberapa sweetener, baik dengan insentif fiskal maupun kemudahan-kemudahan yang lain.
“Kita harus bersaing dengan negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, dan Malaysia untuk menjadi tempat relokasi dari dampak perang dagang ini. Kita harus memanfaatkan momentum,” tegas Menko Perekonomian.
Menko Darmin juga kembali menegaskan bahwa ada 3 (tiga) blok industri besar yang perlu menjadi perhatian, yaitu kelompok besi dan baja, kelompok kilang dan petrochemical, dan kelompok industri kimia dasar lainnya.
Seminar yang diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance(INDEF) kali ini mengambil tema “Adu Strategi Hadapi Perang Dagang”. Hadir dalam kesempatan ini antara lain Ekonom Senior INDEF Faisal Basri; Deputy Country Director Indonesia ADB Said Zaidansyah; Ketua GAPMMI Adhi S. Lukman; serta Direktur Eksekutif INDEF Enny Hartati.
Agustinus/Journalist/BD
Editor : Panda
Source : Kemenprin