(Beritadaerah – Jawa) Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit listrik merupakan salah satu prioritas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Salah satu pembangunan pembangkit listrik yang sedang dikerjakan di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang.
Pembangunan PLTU Batang menjadi kontroversi karena dikhawatirkan pembakaran batu bara merusak lingkungan. Namun, dengan teknologi canggih, yakni Ultra Super Critical (USC) yang dikembangkan J-Power, terbukti berhasil membuat cerobong pembakaran tanpa asap dan mengurangi emisi karbon hingga 90 persen.
J-Power merupakan sponsor dari PT Bhimasena Power Indonesia bersama Adaro Power dan ITOCHU Corporation, yang sedang membangun dan mengelola PLTU Batang 2×1000 MW. Dengan pembangunan PLTU Batang nantinya akan membantu PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menambah suplai listrik Jawa-Bali sebesar 5,7%. Pasokan itu membantu PLN mencukupi kebutuhan listrik industri di beberapa daerah di Jawa Tengah, antara lain Pekalongan, Kendal, dan Semarang.
Canggihnya teknologi USC disaksikan sendiri oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam kunjungannya ke PLTU Isogo yang juga menggunakan batu bara milik J-Power di Yokohama, Jepang, Kamis (8/11).
Dalam kunjungannya Ganjar didampingi Presiden Direktur J-Power Yasuhiro Koide, Direktur PLTU Isogo Yamamoto, dan Direktur External Relations Bhimasena Power Wasistho Adjinugroho. Mengutip laman Jatengprov.go.id, Kamis (8/11), Ganjar mengatakan, kunjungannya ke Jepang memang ingin melihat langsung teknologi USC dalam menekan emisi karbon dari pembakaran batu bara. Hal itu penting untuk menjadi gambaran bagaimana pengelolaan PLTU Batang yang ramah lingkungan.
PLTU Isogo hanya berjarak enam kilometer dari pemukiman padat di Yokohama. Kota ini terbesar kedua di Jepang dengan populasi 3,7 juta penduduk. Tidak ada polusi udara karena cerobongnya tidak mengeluarkan asap. Udara di area PLTU dan sekitarnya tetap segar, penuh dengan taman hijau dan pepohonan yang tertata rapi.
“Tadi di jalan dari jauh saya tidak lihat asap, cuma lampu-lampu berkedip. Sekarang dari dekat pun sama, udaranya bersih sekali. ,” kata Ganjar saat menyaksikan PLTU Isogo.
Awalnya PLTU yang dibangun 1960 ini menggunakan FGD (Flue Gas Desulfurization). Sejak 1998, PLTU Isogo mulai menggunakan batu bara dengan kapasitas 2×600 MW. Teknologi baru berhasil memangkas 90% emisi (Sox, Nox dan hal-hal partikulat).
Menurut Yamamoto, jika negara penghasil emisi seperti Amerika Serikat, Cina & India menerapkan tingkat kinerja lingkungan tertinggi di pembangkit listrik Jepang (termasuk PLTU Isogo), dapat diperkirakan bahwa mereka dapat mengurangi emisi CO2 hingga ± 1,3 miliar ton per tahun atau sama dengan lima persen dari total emisi CO2 dunia. Nantinya PLTU Batang akan menggunakan teknologi USC yang sama dengan PLTU Isogo.
Sementara itu Direktur External Relations Bhimasena Power Wasistho Adjinugroho menambahkan, saat ini PLTU Batang telah menyelesaikan pembebasan lahan 100 persen dan pembangunan konstruksi mencapai 57,2%.
Proyek pembangunan PLTU Batang dimulai sejak tahun 2015 dengan menelan dana investasi sebesar US$ 4.2 milyar. Ditargetkan selesai pada tahun 2020. Nantinya setelah dioperasikan PLTU Batang membutuhkan batu bara sebesar 600.000 ton per bulan. Proyek ini dalam tahap pembangunan konstruksi mempekerjakan 8963 orang, 96 persen dari lokal, mayoritas adalah warga Batang sendiri.
Yohan/Journalist/BD
Editor : Nanie
Image : Jatengprov