Ilustrasi: Nelayan dan ikan tangkapan (Photo: Kominfo)

Kembangkan Hasil Riset Perikanan Jadi Teknologi Sarat Manfaat

(Beritadaerah – Bali)  Usai melakukan dialog dengan nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Jembrana, Bali, Rabu (10/10), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meluncurkan dua teknologi perikanan yang dikembangkan oleh Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) yang diberi nama Wakatobi AIS dan Aplikasi Laut Nusantara.

Wakatobi AIS yang merupakan singkatan dari Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi AIS (Automatic Identification System) ini adalah teknologi yang dikembangkan oleh peneliti dan perekayasa Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) Wakatobi.

Mereka merekayasa AIS transponder yang dikembangkan secara khusus untuk kepentingan keselamatan nelayan tradisional. Pasalnya, tak jarang ditemukan nelayan yang hilang atau terdampar saat melaut. Di Wakatobi sendiri pun tak jarang kejadian nelayan hilang bahkan hampir setiap bulan.

Wakatobi AIS diciptakan atas identifikasi terhadap tiga masalah utama yang dihadapi nelayan dalam melaut. Pertama, kurangnya kesiapan operasi nelayan dalam hal penguasaan informasi mengenai kondisi meteorologi di area target penangkapan ikan. Kedua, perlunya peningkatan keterpantauan armada-armada nelayan tradisional oleh otoritas di darat untuk mendukung ekstraksi SDA yang berkelanjutan, sekaligus sebagai data penting dalam proses rescue saat para nelayan mengalami musibah di laut. Ketiga, sulitnya nelayan tradisional dalam mengabarkan kondisi darurat yang mereka alami akibat terbatasnya moda komunikasi di laut, sehingga tertundanya upaya penyelamatan.

AIS transponder ini berbentuk kotak dengan dimensi 14,5x13x20 cm dengan panjang antena sepanjang 100 cm. Setiap unitnya memiliki bobot 0,6 kg agar bisa diaplikasikan pada kapal/perahu nelayan yang berukuran kecil, khususnya yang armada berbobot di bawah 1 Gross Ton. Alat ini didesain dapat bekerja secara portabel dengan baterai sebagai sumber tenaga yang bisa diisi ulang setiap 20 jam pemakaian.

Untuk meningkatkan keselamatan nelayan, terdapat tiga tombol pada perangkat ini, yaitu tombol Power, Penanda Lokasi Tertentu (Custom Tag), dan Tombol Darurat (Distress). Pengoperasiannya pun cukup mudah. Fungsi dasar AIS yang dimiliki memungkinkan lokasi dan pergerakan nelayan terpantau detik ke detik pada stasiun penerima (VTS). Dengan demikian, jika suatu saat mereka mengalami masalah di laut seperti mesin kapal mati, tenggelam, atau dirampok, maka rekaman lokasi para pengguna akan mempermudah pencarian.

Selain itu, nelayan juga bisa secara aktif memberikan kabar darurat ke seluruh perangkat penerima AIS lainnya. Teks pesan darurat bisa berupa kode bahaya, identitas yang meliputi nama kapal, pelabuhan asal, dan nomor telepon yang bisa dihubungi, dan atau informasi lain yang sebelumnya diprogram ke dalam perangkat. Wakatobi AIS juga dirancang untuk dapat terkoneksi ke sistem pemantauan lalulintas kapal (Vessel Traffic System/VTS) yang biasa terdapat pada pelabuhan-pelabuhan dan otoritas pelayaran.

Menteri Susi mengapresiasi penemuan-penemuan yang bermanfaat besar bagi nelayan ini. “Memang sudah seharusnya hasil riset tidak hanya dibiarkan diam di komputer masing-masing peneliti. Penemuan-penemuan ini memang sudah selayaknya dimunculkan dan disebarluaskan,” tuturnya.

 

Tri/Journalist/BD
Editor : Nanie
Source: Kementerian Kelautan dan Perikanan